KOMPAS.com – Kasus demam babi Afrika atau African swine fever (ASF) baru-baru ini ditemukan di Thailand.
Kasus tersebut juga pernah dideteksi di Indonesia.
Dikutip dari laman resmi Kementerian Pertanian (Kementan) RI, kasus ASF pernah ditemukan di beberapa kota atau kabupaten di Sumatera Utara.
Baca juga: Thailand Temukan Kasus Demam Babi Afrika di Rumah Potong Hewan
Beberapa kota atau kabupaten yang terdampak ASF di sana, di antaranya yakni:
Kementan RI mendefinisikan demam babi Afrika sebagai penyakit pada babi yang sangat menular dan dapat menyebabkan kematian pada babi hingga 100 persen sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi yang sangat besar.
Padahal virus ASF yang menjadi penyebab demam babi Afrika disebut sangat tahan hidup di lingkungan serta relatif lebih tahan terhadap disinfektan.
Baca juga: 5.200 Burung Bangau Mati Akibat Flu Burung yang Kembali Mewabah di Israel
Dikutip dari artikel yang terakhir dimodifikasi pada Jumat (10/12/2021) di laman USDA, demam babi Afrika pada dasarnya bukanlah ancaman bagi kesehatan manusia dan tidak dapat ditularkan dari babi ke manusia.
Jadi, ASF bukan masalah keamanan pangan.
USDA menyebut demam babi Afrika adalah penyakit virus yang sangat menular dan mematikan yang bisa menyerang babi domestic atau dalam peternakan maupun babi liar atau babi hutan dari segala usia.
USDA mencatat ASF sudah banyak ditemukan di cukup banyak negara di dunia.
Penyakit pada babi itu baru-baru ini telah menyebar ke Republik Dominika dan Haiti.
Baca juga: Setiap Tahun 300 Anak Cheetah Diperdagangkan di Somaliland
ASF juga telah menyebar ke Cina, Mongolia dan Vietnam, serta di beberapa bagian Uni Eropa.
Sementara di Amerika Serikat, belum pernah ditemukan kasus demam babi Afrika.
Kementan RI juga menyatakan bahwa ASF tidak berbahaya bagi manusia dan bukan masalah kesehatan masyarakat.
Demam babi Afrika disebut bukan penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia (zoonosis).