JAKARTA, KOMPAS.com - Sebagai antisipasi dampak Taliban kuasai Afghanistan terhadap Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Densus 88 terus melakukan upaya deradikalisasi terhadap para narapidana teroris (napiter).
Namun, mencegah munculnya "teroris kambuhan" ini tidak mudah dan butuh proses panjang, apalagi jika ada momentum seperti Taliban yang kembali menguasai Afghanistan.
Deputi Bidang Pencegahan dari BNPT, Muhammad Suaib Tahir, memaparkan ada tiga tahap yang dilalui untuk melakukan deradikalisasi terhadap napiter di dalam lapas maupun di luar.
Baca juga: Dampak Taliban Menguasai Afghanistan dan Strategi Diplomatik Indonesia
Ketiga tahap itu adalah reedukasi, rehabilitasi, dan reintegrasi.
Masalahnya, ada beberapa orang yang sudah mengikuti program deradikalisasi, tetapi ketika ada situasi yang mendorong untuk melakukannya lagi, keinginan untuk melakukan tindakan radikal kembali muncul.
"Banyak di antara mereka yang sebenarnya sudah menyatakan sadar atau apa dan lain sebagainya, menandatangani surat tentang pernyataan cinta NKRI, patuh kepada Undang-undang Dasar dan lain sebagainya... tetapi kadang ada situasi lain yang menghendaki demikian mereka kadang tertarik lagi untuk itu."
Suaib Tahir menambahkan, ada yang ingin memanfaatkan situasi agar lebih dikenal di antara anggotanya, dan mereka bisa mendapat perhatian dari pemerintah.
Baca juga: 7 Oktober 2001: AS Mulai Perangi Taliban, Buru Osama bin Laden
Indikator keberhasilan dilihat dari sedikitnya napiter yang kambuh melakukan tindakan radikal.
"Menurut saya, deradikalisasi yang dilakukan Densus dan BNPT itu berhasil. Kalaupun ada yang kambuh, itu cuma satu dua. Tolong jangan digeneralisasi."
"Nanti ditangkap lagi yang dideradikalisasi lagi, begitulah prosesnya," ujar Nasir Abbas yang kini menjadi pengamat teroris.
Sementara itu, Imron Rasyid dari The Habibie Center menambahkan, "Yang perlu kita pertimbangkan juga bahwa upaya melakukan pencegahan, antisipasi, itu harus sesuai koridor hukumnya. Jangan sampai eksesif membuat berbagai pihak terkena dampak dari penanganan."
Baca juga: Taliban Berhenti Bayar Listrik, Afghanistan Terancam Kembali ke Abad Kegelapan
"Bahkan untuk tahun 2021 ini sampai bulan Agustus, Densus 88 telah melakukan penangkapan yang cukup besar terhadap pelaku teror, kurang lebih 335 orang," ungkap Direktur Pencegahan Densus 88 Anti Teror, Kombes Pol M Rosidi.
"Ini sebagai bentuk pencegahan, dengan melakukan upaya preventive strike terhadap orang-orang yang memenuhi unsur untuk melakukan tindak pidana terorisme," terang Rosidi.
Kemudian bersama Kementerian Agama (Kemenag), Densus 88 berupaya mengumpulkan informasi terkait moderasi beragama.
"Mudah-mudahan nanti ke depan Kementerian Agama sudah bisa menyusun langkah-langkah terkait dengan moderasi beragama ini."
Cara-cara tersebut dikatakan Rosidi tidak ada perbedaannya antara sebelum dan setelah Taliban menguasai Afghanistan lagi.
"Memang ada euforia saat awal kemenangan Taliban di media sosial ... namun saat sekarang ini situasinya sudah mulai tidak seperti pada awal kemenangannya, dan pergerakan dari kelompok jaringan terorisme sendiri pun tidak ada ancaman yang signifikan," pungkasnya.
Baca juga: Dampak Taliban di Afghanistan terhadap Indonesia: Bagaimana Pencegahan Terorisme Dilakukan?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.