GAZA CITY, KOMPAS.com - Tembok bata megah yang berdebu dan retak di sekolah al-Kamalaia, Gaza, sudah berusia ratusan tahun.
Kini, bangunan itu direnovasi oleh sekelompok seniman dan relawan demi mengembalikan keindahan bangunan tua bersejarah tersebut.
Terletak di jantung kota Gaza, bangunan sekolah al-Kamalaia yang berdiri sejak era Mamluk adalah salah satu dari sejumlah bangunan bersejarah yang terbengkalai.
"Bangunan itu kondisinya sangat rusak dan menyedihkan, bahkan menjadi tempat pembuangan sampah," kata Abdullah al-Ruzzi, seorang seniman dan relawan.
Al-Ruzzi dan seniman lainnya meluncurkan program Mobaderoon atau inisiator, yang berupaya "menyelamatkan" rumah dan bangunan terbengkalai yang sudah berdiri sejak zaman Kesultanan Mamluk dan Kekaisaran Ottoman.
Baca juga: Sulitnya Kehidupan Penyandang Disabilitas di Jalur Gaza
Hampir 200 rumah bersejarah itu terancam dibongkar karena pembangunan kota yang baru.
“Kurangnya kesadaran masyarakat dan pertimbangan ekonomi oleh pemilik merupakan ancaman terbesar bagi bangunan sejarah ini,” kata Ahmed al-Astal, Direktur Iwan, Institut Sejarah dan Warisan Universitas Islam Gaza.
"Rumah-rumah ini adalah identitas kami, tetapi ketidaktahuan menyebabkannya hancur," imbuh Ahmed.
Jalur Gaza, yang kecil dan dipadati dua juta orang yang tinggal di kawasan seluas 300 kilometer persegi tersebut, membuat para ahli dan relawan khawatir struktur bangunan bersejarah itu akan hilang.
Pertumbuhan populasi, konflik Israel dan Hamas, telah berkontribusi pada penghapusan banyak tanda sejarah Gaza yang berasal dari 5.000 tahun lalu.
Salah satunya seperti buldoser Hamas yang telah menghancurkan sebagian besar pemukiman langka berusia 4.500 tahun dari Zaman Perunggu untuk dijadikan jalan bagi proyek perumahan.
Baca juga: Pemimpin Hamas Positif Covid-19, Kasus Virus Corona di Gaza Makin Meningkat
Mobaderoon adalah salah satu program dari sedikit organisasi yang berusaha melestarikan situs kuno di Gaza.
Upaya yang dilakukan biasanya terbatas ruang lingkup dan tidak memiliki rencana sistematis.
Tim membutuhkan waktu dua pekan untuk membuang sampah dari sekolah al-Kamalaia, yang namanya diambil nama Sultan Mamluk.
Setiap hari, remaja putra dan putri berkumpul di sana, menyapu lantai yang berdebu, menyikat batu bata dan jendela penyangga dengan bingkai kayu.