Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memanas, China Tuding AS Lakukan Provokasi di Laut China Selatan

Kompas.com - 14/07/2020, 14:41 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

Sumber CNBC

BEIJING, KOMPAS.com - China mengatakan respons Amerika Serikat (AS) terhadap klaim China atas Laut China Selatan tidak diperlukan dan justru meningkatkan tensi di perairan tersebut.

Perairan yang diperdebatkan tersebut sangat seksi karena kaya akan hasil laut, sumber energi yang melimpah, sekaligus sibuk karena menjadi jalur perdagangan internasional.

Pada 4 Juli, bertepatan dengan perayaan hari kemerdekaan AS, Angkatan Laut AS menggelar latihan militer di Laut China Selatan.

Sebelumnya, China juga menggelar latihan militer di perairan tersebut sejak 1 Juli hingga 5 Juli sebagaimana dilansir dari CNBC, Selasa (14/7/2020).

Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, mengatakan bahwa AS memperjuangkan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka pada Senin (13/7/2020).

Baca juga: AS Sebut China telah Melakukan Kegiatan Ilegal di Laut China Selatan

“Kami memperjelas bahwa klaim Beijing atas sumber daya lepas pantai di sebagian besar Laut China Selatan sepenuhnya melanggar hukum, seperti sebuah kampanye penindasan untuk mengendalikannya," kata Pompeo.

Kedutaan Besar (Kedubes) China untuk AS mengatakan pernyataan yang dilontarkan AS pada Senin menentang upaya China dan negara-negara ASEAN dalam menjaga stabilitas dan perdamaian Laut Cina Selatan.

“AS secara sembrono memutarbalikkan fakta objektif yang relevan dari Laut Cina Selatan dan undang-undang seperti Konvensi PBB tentang Hukum Laut,” ujar pernyataan tersebut pada Selasa.

Kedubes China untuk AS menuduh pernyataan AS tersebut justru membuat situasi di Laut Cina Selatan menjadi tegang.

“AS memprovokasi hubungan China dengan negara-negara kawasan ini, dan menuduh China secara tidak masuk akal. China sangat menentang hal ini,” sambung pernyataan tersebut.

Baca juga: 2 Kapal Induk AS Berlatih di Laut China Selatan Disaksikan Kapal China

Laut China Selatan sendiri merupakan jalur perdagangan yang penting di dunia.

Menurut sebuah lembaga think-tank, Center for Strategic and International Studies (CSIS), barang dagangan dengan total nilai 3,4 triliun dollar AS atau setara Rp 49,5 kuadriliun melewati perairan tersebut sepanjang 2016.

Pernyataan AS yang dibalas oleh China tersebut membuat hubungan antara dua negara ini semakin panas dalam beberapa bulan terakhir.

Masalah kedua negara ini sangat kompleks mulai dari masalah teknologi dan keamanan nasional hingga kendali China atas Hong Kong melalui Undang-undang Keamanan Nasional.

Para analis memperkirakan eskalasi kedua negara tersebut akan terus meningkat menjelang pemilihan presiden AS pada November.

Baca juga: Selesai Latihan, 2 Kapal Induk AS Akan Menuju Laut China Selatan

Konsultan risiko geopolitik Eurasia Group melaporkan pernyataan Pompeo tersebut merupakan eskalasi sengketa AS-China di Laut Cina Selatan secara diplomatik.

"Tidak ada pihak yang gatal ingin mempertemukan militernya, karena China berpikir Laut Cina Selatan dapat dimenangkan secara damai melalui gesekan jangka panjang,” tulis laporan tersebut.

Laporan tersebut menambahkan Presiden AS, Donald Trump, telah menunjukkan sedikit gaya militernya dalam berkonfrontasi dengan China.

"Namun, ketegangan kebijakan luar negeri antara Washington dan Beijing telah meningkat secara signifikan tahun ini dan tidak ada pihak yang cenderung menurunkan suhu,” sambung laporan tersebut.

Baca juga: Soal Sengketa Laut China Selatan, Ini Kata Menlu AS

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Asal Usul Yakuza dan Bagaimana Nasibnya Kini?

Asal Usul Yakuza dan Bagaimana Nasibnya Kini?

Global
Hujan Lebat di Brasil Selatan Sebabkan 39 Orang Tewas dan 68 Orang Masih Hilang

Hujan Lebat di Brasil Selatan Sebabkan 39 Orang Tewas dan 68 Orang Masih Hilang

Global
Rangkuman Hari Ke-800 Serangan Rusia ke Ukraina: '150.000 Tentara Rusia Tewas' | Kremlin Kecam Komentar Macron

Rangkuman Hari Ke-800 Serangan Rusia ke Ukraina: "150.000 Tentara Rusia Tewas" | Kremlin Kecam Komentar Macron

Global
Hamas Sebut Delegasinya Akan ke Kairo Sabtu Ini untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Hamas Sebut Delegasinya Akan ke Kairo Sabtu Ini untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Global
[POPULER GLOBAL] Pelapor Kasus Boeing Tewas | Pria India Nikahi Ibu Mertua 

[POPULER GLOBAL] Pelapor Kasus Boeing Tewas | Pria India Nikahi Ibu Mertua 

Global
Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Global
Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Global
Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun 'Menampakkan Diri'

Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun "Menampakkan Diri"

Global
Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Global
Perbandingan Kekuatan Militer Rusia dan Ukraina

Perbandingan Kekuatan Militer Rusia dan Ukraina

Internasional
Setelah Punya Iron Dome, Israel Bangun Cyber Dome, Bagaimana Cara Kerjanya?

Setelah Punya Iron Dome, Israel Bangun Cyber Dome, Bagaimana Cara Kerjanya?

Global
Protes Pro-Palestina Menyebar di Kampus-kampus Australia, Negara Sekutu Israel Lainnya

Protes Pro-Palestina Menyebar di Kampus-kampus Australia, Negara Sekutu Israel Lainnya

Global
Apa Tuntutan Mahasiswa Pengunjuk Rasa Pro-Palestina di AS?

Apa Tuntutan Mahasiswa Pengunjuk Rasa Pro-Palestina di AS?

Internasional
Setelah Menyebar di AS, Protes Pro-Palestina Diikuti Mahasiswa di Meksiko

Setelah Menyebar di AS, Protes Pro-Palestina Diikuti Mahasiswa di Meksiko

Global
Dilanda Perang Saudara, Warga Sudan Kini Terancam Bencana Kelaparan

Dilanda Perang Saudara, Warga Sudan Kini Terancam Bencana Kelaparan

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com