KOMPAS.com - Di tengah sibuknya pejabat kesehatan dan bahkan rencana presiden Amerika Serikat untuk membuka kembali perekonomian AS dan mengangkat aturan social distancing, sebuah studi dari Harvard University justru mengabarkan hal yang muram.
Studi yang dipublikasikan pada jurnal ilmiah mengatakan bahwa penerapan social distancing yang berselang-seling kemungkinan dibutuhkan sampai kira-kira tahun 2022 mendatang jika tidak ada vaksin atau obat farmasi yang mampu menyembuhkan virus corona.
Baca juga: Berciuman di Tengah Social Distancing Covid-19, Pasangan Ini Didenda Rp 3,2 Juta
Penelitian itu mengungkapkan bahwa total kejadian infeksi akibat Covid-19 selama lima tahun ke depan akan sangat bergantung pada sirkulasi teratur setelah gelombang pandemi di awal.
Pada akhirnya, tergantung pada durasi kekebalan yang diberikan oleh infeksi Sars-Cov-2 itu.
Para peneliti mempelajari virus corona lain yang berkaitan dengan virus corona jenis baru (saat ini) yang menyebabkan Covid-19 mensimulasikan sejumlah hasil potensial untuk pandemi saat ini.
Baca juga: Jauh Sebelum Pandemi Corona, Mantan Manusia Tercepat Ini Sudah Lakukan Social Distancing
Mereka berpendapat menerapkan langkah-langkah jarak sosial yang dilakukan hanya satu kali dapat mengakibatkan "epidemi puncak tunggal berkepanjangan" yang melelahkan sistem perawatan kesehatan.
"Jarak yang terputus-putus (berselang-seling) mungkin diperlukan hingga tahun 2022 kecuali jika kapasitas perawatan kritis meningkat secara substansial atau pengobatan atau vaksin (telah) tersedia," begitu ungkap para peneliti dalam studi tersebut.
Baca juga: Update Penemuan Vaksin, dari Peneliti Terkemuka Arab Saudi Sampai Persiapan Uji Vaksin di Rusia
Menurut penelitian dari studi tersebut, simulasi transmisi (penularan) ditemukan pada: