Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cara Menghitung Jumlah Korban Tewas di Gaza yang Capai Belasan Ribu Jiwa

Ketika eskalasi pertempuran di sana meningkat, situasi kacau-balau--dengan bombardir pasukan Israel, pertempuran di darat, pemadaman komunikasi, minimnya pasokan bahan bakar dan infrastruktur yang hancur--membuat informasi akurat mengenai jumlah orang yang tewas menjadi sangat sulit didapatkan.

Para pejabat Palestina mengatakan, kini ada "kesulitan besar" dalam memperoleh informasi terkini karena terputusnya komunikasi di Jalur Gaza.

Kementerian Kesehatan adalah sumber resmi angka kematian di Gaza --yang diperbarui secara berkala.

Pada Senin (13/11/2023) malam, disebutkan 11.240 orang telah tewas, termasuk 4.630 anak-anak, sejak serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober yang memicu perang saat ini.

Terbaru, Kementerian Kesehatan Palestina menyebut jumlah korban jiwa telah mencapai lebih dari 12.000 orang hingga Minggu (19/11/2023).

Israel secara terbuka meragukan angka-angka ini, meskipun baru-baru ini otoritas Israel merevisi angka kematian warga Israel berkurang sekitar 200 orang--dari 1.400 menjadi sekitar 1.200 orang.

Presiden AS Joe Biden mengatakan, dia “tidak yakin” pada statistik korban di Gaza. Namun, organisasi internasional, seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan, mereka tidak punya alasan untuk tidak mempercayai hal tersebut.

BBC telah mempelajari secara rinci bagaimana jumlah korban di Gaza dihitung.

Angka-angka

Kementerian Kesehatan di Gaza melaporkan jumlah kematian rutin di media sosial, dengan rincian tambahan mengenai jumlah perempuan, anak-anak, dan orang tua yang terbunuh.

Angka-angka tersebut tidak menyebutkan penyebab kematiannya, namun menggambarkan korban tewas sebagai korban "agresi Israel".

Kementerian juga memberikan angka korban luka dan hilang. Beberapa jenazah masih terjebak di bawah tumpukan puing, menurut Bulan Sabit Merah Palestina.

Pejabat Kementerian Kesehatan mengatakan, angka kematian tersebut dicatat oleh para profesional medis sebelum diteruskan kepada mereka dan angka tersebut hanya mencakup orang yang tercatat meninggal di rumah sakit.

Angka-angka tersebut tidak memisahkan korban jiwa dari militer dan warga sipil. Dan, karena data tersebut tidak memperhitungkan korban tewas di lokasi ledakan yang jenazahnya belum ditemukan, atau segera dikuburkan, jumlah yang ada saat ini kemungkinan di bawah angka yang sebenarnya, kata pejabat Gaza.

Hal ini diperkuat oleh pemerintahan Biden pekan lalu, ketika seorang pejabat senior AS mengatakan jumlah korban tewas kemungkinan lebih besar ketimbang jumlah yang dilaporkan.

“Jujur saja, menurut kami angkanya sangat tinggi,” kata Barbara Leaf, asisten Menteri Luar Negeri untuk Urusan Timur Dekat, kepada Komite Urusan Luar Negeri DPR, “dan bisa jadi angkanya bahkan lebih tinggi dari yang disebutkan.”

Hal ini sangat kontras dengan pandangan Biden sendiri, yang, pada tanggal 25 Oktober, mengatakan bahwa dia "tidak menyangka bahwa orang-orang Palestina mengatakan yang sebenarnya tentang berapa banyak orang yang terbunuh."

Namun, dia tidak memberikan bukti apa pun atas pandangan skeptisnya.

Sehari setelah Biden menolak menyebutkan angka-angka tersebut, Kementerian Kesehatan di Gaza memberikan lebih banyak informasi dengan menerbitkan daftar lengkap nama-nama orang yang terbunuh antara tanggal 7 dan 26 Oktober.

Daftar tersebut mencakup lebih dari 6.000 orang dengan nama lengkap dengan usia, jenis kelamin, dan nomor identitas mereka.

Bagaimana data itu dikumpulkan? BBC telah berbicara dengan orang-orang yang terlibat dalam pengumpulan dan pengorganisasian data serta seorang akademisi yang telah memeriksa duplikat dalam daftar nama.

Kami juga telah berbicara dengan kelompok penelitian independen, Airwars, yang sedang dalam proses mencocokkan kematian yang telah mereka selidiki dengan nama-nama yang ada dalam daftar Kementerian Kesehatan, dan PBB--yang telah menilai angka kematian di Gaza selama periode konflik sebelumnya.

Bagaimana menghitung korban tewas

Petugas medis seperti Dr Ghassan Abu-Sittah, seorang ahli bedah plastik Medecins Sans Frontieres yang berbasis di London dan telah merawat orang-orang di rumah sakit di Kota Gaza, berperan penting dalam mencatat angka-angka tersebut.

Dia mengatakan, kamar mayat rumah sakit mencatat kematian setelah mengonfirmasi identitas orang yang meninggal dengan kerabatnya.

Jumlah kematian yang tercatat sejauh ini, menurutnya, jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah kematian yang sebenarnya terjadi.

“Sebagian besar kematian terjadi di rumah,” katanya.

“Yang tidak dapat kami identifikasi, tidak kami catat.”

Namun, begitu jenazah ditemukan, jenazah tersebut “harus dibawa ke rumah sakit untuk dicatat,” kata juru bicara Bulan Sabit Merah Palestina.

Untuk memeriksa daftar Kementerian Kesehatan, BBC melakukan pemeriksaan silang nama-nama yang tercantum di dalamnya dengan nama-nama orang meninggal yang muncul dalam pemberitaan kami.

Salah satu kematian yang dilaporkan BBC adalah Dr Midhat Mahmoud Saidam, yang tewas dalam serangan pada 14 Oktober. BBC berbicara dengan mantan rekannya.

Analisis citra satelit yang dilakukan BBC menunjukkan kerusakan di wilayah tempat tinggalnya sekitar tanggal kematiannya.

Sebuah foto yang diunggah di media sosial menunjukkan kantong jenazah dengan nama dan rincian tertulis di atasnya.

Kegiatan pengecekan serupa, namun dalam skala yang lebih besar, sedang dilakukan oleh Airwars.

Sebagai bagian dari tugasnya menyelidiki kematian warga sipil, mereka telah mencocokkan nama-nama korban tewas dalam daftar Kementerian Kesehatan dengan wilayah yang telah dibom.

Sejauh ini, Airwars telah menemukan 72 nama dalam daftar kementerian di lima wilayah yang diselidikinya, termasuk nama Dr Saidham.

Investigasi juga menemukan 23 anggota keluarganya juga meninggal dan semuanya tercatat dalam daftar Kementerian Kesehatan.

Meneliti statistik

BBC juga berbicara dengan PBB dan Human Rights Watch--keduanya mengatakan, mereka tidak punya alasan untuk tidak mempercayai angka yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan di Gaza.

PBB mengandalkan Kementerian Kesehatan sebagai sumber jumlah korban di wilayah tersebut.

“Kami terus memasukkan data mereka dalam laporan kami, dan data tersebut jelas sumbernya,” katanya dalam sebuah pernyataan.

“Hampir tidak mungkin saat ini untuk memberikan verifikasi PBB setiap hari.”

Pihak lain yang telah meneliti angka-angka Kementerian Kesehatan termasuk profesor ekonomi Michael Spagat, dari Royal Holloway, Universitas London.

Ia mengepalai badan amal Every Casualty Counts yang mempelajari jumlah korban tewas dalam perang.

Dia mengatakan, dia dan rekannya hanya menemukan satu entri duplikat dalam data Kementerian Kesehatan, yakni data anak laki-laki berusia 14 tahun.

Namun, ada satu perbedaan yang masih diperdebatkan--yaitu jumlah korban tewas setelah ledakan di Rumah Sakit Al Ahli di Kota Gaza pada 17 Oktober.

Kementerian Kesehatan mengatakan, 500 orang telah terbunuh dan angka tersebut kemudian direvisi menjadi 471.

Sementara, penghitungan yang dilakukan oleh intelijen AS lebih rendah, "mungkin berada pada kisaran terendah dari 100 hingga 300."

Militer Israel mengutip angka kematian di Rumah Sakit Al Ahli sebagai dasar klaim bahwa Kementerian Kesehatan Gaza “terus menambah jumlah korban sipil.”

BBC telah berulang kali berupaya menghubungi kementerian kesehatan di Gaza namun sejauh ini belum mendapat tanggapan.

Prof Spagat juga menilik kembali konflik-konflik sebelumnya, dan menemukan bahwa angka-angka dari kementerian kesehatan di Gaza masih konsisten.

Dalam analisis angka kematian yang dikumpulkan kementerian kesehatan dalam konflik Israel-Gaza pada 2014, ketika Gaza dibom, dan catatan angka kematian terpisah pada tahun yang sama yang dikumpulkan oleh organisasi hak asasi manusia Israel B'Tselem, Prof Spagat menemukan konsistensi keseluruhan dalam hal angka yang dilaporkan.

Kementerian Kesehatan mengatakan 2.310 warga Gaza telah terbunuh pada 2014, sementara B'Tselem menghitung 2.185 kematian.

PBB mengatakan, 2.251 warga Palestina tewas termasuk 1.462 warga sipil, dan Kementerian Luar Negeri Israel mengatakan, perang tahun 2014 menewaskan 2.125 warga Palestina.

Kesenjangan seperti ini “cukup normal” kata Prof Spagat, karena beberapa orang mungkin meninggal di rumah sakit karena alasan yang kemudian terbukti tidak ada hubungannya dengan kekerasan dalam konflik.

Ola Awad-Shakhshir, presiden Biro Pusat Statistik Palestina, di Ramallah, Tepi Barat, menerima kabar terbaru secara rutin mengenai angka kematian di Gaza.

Awad-Shakhshir mengatakan bahwa kementerian dalam negeri Israel secara efektif mengontrol nomor identitas untuk bayi baru lahir yang lahir di Gaza dan Tepi Barat--nomor identitas yang sama dengan yang tercantum dalam daftar kematian yang tercatat di kementerian kesehatan yang dikelola Hamas.

Kantor Pendaftaran Penduduk Israel menyimpan berkas yang cocok dengan berkas yang ada di Gaza dan Tepi Barat.

Ketika BBC menghubungi juru bicara Pasukan Pertahanan Israel tentang mengapa mereka meragukan angka kematian di Gaza, mereka mengatakan bahwa kementerian kesehatan adalah cabang dari Hamas dan bahwa setiap informasi yang diberikan oleh mereka harus “dilihat dengan hati-hati”.

Akan tetapi, mereka tidak memberikan bukti adanya inkonsistensi dalam data yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan.

Kami juga bertanya kepada kantor perdana menteri Israel tentang bagaimana pencatatan jumlah warga Israel yang tewas dalam serangan Hamas pada tanggal 7 Oktober.

Jawaban mereka tidak menjawab pertanyaan tersebut, namun dalam beberapa hari terakhir Israel telah merevisi jumlah orang yang terbunuh dalam serangan tersebut menjadi sekitar 1.200 orang, dari angka sebelumnya yaitu 1.400 orang.

Pemerintah Israel belum menerbitkan daftar rinci mengenai korban sipil meskipun beberapa media Israel telah mengumpulkan daftar tersebut dengan nama, usia dan lokasi kematian.

https://www.kompas.com/global/read/2023/11/20/194700170/cara-menghitung-jumlah-korban-tewas-di-gaza-yang-capai-belasan-ribu-jiwa

Terkini Lainnya

Jago Mengetik Cepat Pakai Hidung, Pria Ini Pecahkan Rekor Dunia

Jago Mengetik Cepat Pakai Hidung, Pria Ini Pecahkan Rekor Dunia

Global
Para Penyintas Serangan 7 Oktober Menuntut Kelompok Pro-Palestina di AS

Para Penyintas Serangan 7 Oktober Menuntut Kelompok Pro-Palestina di AS

Global
Korea Utara Kirim 600 Balon Sampah Lagi ke Korea Selatan, Apa Saja Isinya?

Korea Utara Kirim 600 Balon Sampah Lagi ke Korea Selatan, Apa Saja Isinya?

Global
Rangkuman Hari Ke-829 Serangan Rusia ke Ukraina: Zelensky Temui Prabowo | Italia Beda Sikap dengan AS-Jerman

Rangkuman Hari Ke-829 Serangan Rusia ke Ukraina: Zelensky Temui Prabowo | Italia Beda Sikap dengan AS-Jerman

Global
Mayoritas 'Exit Poll' Isyaratkan Partai Modi Menangi Pemilu India 2024

Mayoritas "Exit Poll" Isyaratkan Partai Modi Menangi Pemilu India 2024

Global
Bertemu Prabowo di Singapura, Zelensky Minta Dukungan dan Bilang Siap Perbanyak Pasok Produk Pertanian

Bertemu Prabowo di Singapura, Zelensky Minta Dukungan dan Bilang Siap Perbanyak Pasok Produk Pertanian

Global
Pentingnya Israel-Hamas Sepakati Usulan Gencatan Senjata Gaza yang Diumumkan Biden...

Pentingnya Israel-Hamas Sepakati Usulan Gencatan Senjata Gaza yang Diumumkan Biden...

Global
Menteri-menteri Israel Ancam Mundur Usai Biden Umumkan Usulan Gencatan Senjata Baru

Menteri-menteri Israel Ancam Mundur Usai Biden Umumkan Usulan Gencatan Senjata Baru

Global
Saat China Berhasil Daratkan Chang'e-6 di Sisi Jauh Bulan...

Saat China Berhasil Daratkan Chang'e-6 di Sisi Jauh Bulan...

Global
[UNIK GLOBAL] Penjual Sotong Mirip Keanu Reeves | Sosok 'Influencer Tuhan'

[UNIK GLOBAL] Penjual Sotong Mirip Keanu Reeves | Sosok "Influencer Tuhan"

Global
Korea Utara Kembali Terbangkan Balon Berisi Sampah ke Korea Selatan

Korea Utara Kembali Terbangkan Balon Berisi Sampah ke Korea Selatan

Global
Mengenal Apa Itu All Eyes on Rafah dan Artinya

Mengenal Apa Itu All Eyes on Rafah dan Artinya

Global
Trump Kini Berstatus Terpidana, Apakah Masih Bisa Maju ke Pilpres AS 2024?

Trump Kini Berstatus Terpidana, Apakah Masih Bisa Maju ke Pilpres AS 2024?

Global
Hezbollah Balas Serangan Israel dengan Drone Peledak

Hezbollah Balas Serangan Israel dengan Drone Peledak

Global
Estonia Tak Punya Rencana B Jika Ukraina Jatuh

Estonia Tak Punya Rencana B Jika Ukraina Jatuh

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke