Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Durasi Perang Rusia Vs Ukraina Masih Panjang

Dengan kata lain, keputusan Presiden Amerika Serikat Joe Biden untuk terus mensuplai Ukraina dengan persenjataan, termasuk misil jarak jauh, hanyalah akan memperpanjang rentang waktu peperangan.

Begitu pula dengan permintaan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy kepada Uni Eropa untuk meningkatkan sanksi pada Rusia.

Penambahan sanksi hanya akan mempersulit Eropa karena Rusia akan semakin mengetatkan ekspor migasnya, yang berisiko mengundang inflasi semakin tinggi di dataran Eropa.

Padahal hari ini, negara-negara Uni Eropa sudah mulai kawalahan dengan tindakan balasan Rusia yang pelan-pelan mengetatkan persediaan migas untuk kawasan Eropa, yang kemudian memicu kenaikan berbagai harga komoditas dunia di satu sisi serta inflasi di negara-negara utama Eropa di sisi lain, seperti Inggris, Jerman, dan Perancis, misalnya.

Bahkan tak terkecuali Amerika Serikat yang mencatatkan angka inflasi hingga 8 persen bulan Mei lalu.

Presiden Joe Biden memang sedang berjuang menahan situasi negaranya agar tidak terjerumus ke dalam resesi akut, terutama karena ancaman stagflasi.

Dengan keputusan untuk tetap mengalokasi anggaran yang cukup besar dalam bentuk bantuan militer ke Ukraina, bagaimanapun akan semakin menyulitkan Amerika Serikat untuk membenahi ekonomi dalam negerinya.

Dengan kenyataan itu, Putin menyadari bahwa tidak saja Rusia yang berjibaku dengan ekonomi dalam negeri akibat dijatuhkannya berbagai sanksi, tapi dunia Barat pun demikian.

Terutama Uni Eropa dan Amerika Serikat, juga dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Karena itu, keteguhan hati dan konsistensi Putin nampaknya masih akan seperti sedia kala.

Peter the Great, yang memerintah dari tahun 1682 hingga 1725, seorang modernis otokratis dikagumi oleh orang-orang Rusia yang liberal dan konservatif, ia memerintah selama 43 tahun.

Dalam pidatonya pada acara itu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengisyaratkan untuk terus memperluas wilayah yang akan berada di bawah rentang pengaruh Moskow.

Putin membandingkan invasinya ke Ukraina dengan pengorbanan yang dilakukan Peter the Great di masa lalu.

Menurut dia, pada awalnya boleh jadi dunia tidak menganggapnya benar. Tapi pada akhirnya, dunia akan mengakuinya, layaknya mengakui perjuangan Peter The Great dalam mendirikan Rusia.

Secara substantif dalam kaitan konflik dengan Ukraina, Putin sebenarnya tidak sendiri. China masih bersama Rusia, sekalipun China tidak memperlihatkan dukungan secara terbuka atas invasi Rusia ke Ukraina.

Di permukaan, China mendukung diplomasi damai antara kedua negara. Namun, China jelas sekali menentang suplai senjata dari dunia Barat ke Ukraina, yang berpotensi memperpanjang rentang waktu peperangan.

Tendensi tersebut dengan jelas bisa dibaca dari pernyataan Menteri Pertahanan (Menhan) China baru-baru ini di Singapura.

Menhan China Wei Fenghe menyatakan dukungannya untuk negosiasi perdamaian agar perang Rusia dan Ukraina segera berakhir.

Dikutip dari Al Jazeera, Minggu (12/6/2022), mewakili pemerintah Beijing, dia mengungkapkan kesedihannya atas peristiwa yang menimpa masyarakat Ukraina.

Sehingga dia mendukung penuh segera dilakukannya pembicaraan kesepakatan damai antara Moskow dan Kiev.

“Apa akar penyebab krisis ini? Siapa dalang di balik ini? Siapa yang paling rugi dan siapa yang paling banyak mendapatkan keuntungan? Siapa yang mempromosikan perdamaian dan siapa yang menambahkan bahan bakar ke api sehingga krisis berkelanjutan? Saya pikir kita semua tahu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini,” kata Fenghe dalam dialog di Hotel Shangri-La, Singapura seperti dilansir dari Al Jazeera.

Dari pernyataan Menteri Pertahanan China itu jelas terasa bahwa China menuntut dunia Barat untuk melakukan introspeksi.

Pihak yang dianggap sebagai penyebab perang, sebagaimana dipertanyakan Wei Fenghe, tak lain tak bukan adalah dunia Barat sendiri.

Secara teknis, tentu Uni Eropa (EU) dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) yang sangat berambisi melakukan pelebaran sayap ke negara-negara bekas Uni Soviet yang menjadi "backyard"(halaman belakang) Rusia.

Jadi, meskipun mendukung ditempuhnya pembicaraan damai antara Rusia dan Ukraina, China secara substansial memosisikan dirinya sebagai pihak yang tidak sepakat dengan "kelakuan" dunia Barat atas Rusia selama ini, terutama strategi "containment" dan "encircling" Rusia yang diterapkan NATO dan EU.

Sikap China yang terkesan mendua tentu sangat bisa dipahami. China memang sudah tak bisa lagi dilepaskan dari tatanan ekonomi global yang telah dibangun oleh dunia Barat.

Pembesaran ekonomi negeri Panda sejak 1978 memang karena keputusan China untuk terlibat di dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yang membuat China menjadi negara eksportir terbesar di dunia di satu sisi dan negara penerima investasi asing kelas wahid di Asia di sisi lain.

China tentu tak mau kehilangan manfaat dan peran tersebut. Tapi secara geopolitik, China tetaplah bukan bagian dari Barat, bukan bagian dari kongsi demokrasi yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Justru China ada di posisi yang berseberangan, yang mau tak mau, menempatkan China bersebelahan dengan Rusia dalam melawan hegemoni dan dominasi geopolitik dunia Barat.

Karena itu, peran China akan sangat krusial dalam menenangkan ambisi Putin di satu sisi dan dalam membuat dunia Barat untuk segera introspeksi di sisi lain. Pun karena posisi ambigu itu, perang akan terus berlanjut.

Pasalnya, selama Putin masih berkuasa, nampaknya Putin akan sangat sulit untuk mundur sebelum berhasil mendemiliterisasi dan memerdekakan Luhansk and Donbass, yang dianggapnya telah melewati garis merah.

Jika tidak dianeksasi atau didemiliterisasi, kedua daerah tersebut diyakini oleh Putin akan menjadi dua daerah krusial bagi dunia Barat untuk menginvasi Rusia.

Di sisi lain, dunia Barat, terutama Amerika Serikat, masih yakin bahwa Ukraina bisa melakukan perlawanan, apalagi jika diberikan suplai senjata secara terus menerus, alias tidak memberikan sinyal yang meyakinkan pada Putin atas jalur diplomasi yang damai.

Artinya, Barat sama sekali tidak bersedia mengakomodasi kepentingan Putin atas daerah Luhansk dan Donbass.

Karena itu, di sisi lain, akan sangat sulit bagi Putin untuk mengakomodasi opsi jalur diplomasi damai tanpa membawa dan meletakkan kepentingan Moskow di atas meja perundingan.

Dan China, akan tetap memberi sinyal positif kepada Moskow bahwa China secara implisit berada bersama Rusia dan akan terus mempertanyakan sikap Barat yang menggelorakan perang, sekalipun opsi yang ditawarkan adalah diplomasi damai.

Dengan kata lain, Putin tidak benar-benar sendiri. Dan karena itu, Putin yang merupakan Presiden dengan masa jabatan terlama kedua di Eropa setelah Presiden Belarusia Alexander Lukashenko, belum akan mengibarkan bendera perundingan damai yang menurutnya justru akan merugikan kepentingan Rusia sendiri.

https://www.kompas.com/global/read/2022/06/13/100010970/durasi-perang-rusia-vs-ukraina-masih-panjang

Terkini Lainnya

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Global
Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Global
Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun 'Menampakkan Diri'

Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun "Menampakkan Diri"

Global
Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Global
Perbandingan Kekuatan Militer Rusia dan Ukraina

Perbandingan Kekuatan Militer Rusia dan Ukraina

Internasional
Setelah Punya Iron Dome, Israel Bangun Cyber Dome, Bagaimana Cara Kerjanya?

Setelah Punya Iron Dome, Israel Bangun Cyber Dome, Bagaimana Cara Kerjanya?

Global
Protes Pro-Palestina Menyebar di Kampus-kampus Australia, Negara Sekutu Israel Lainnya

Protes Pro-Palestina Menyebar di Kampus-kampus Australia, Negara Sekutu Israel Lainnya

Global
Apa Tuntutan Mahasiswa Pengunjuk Rasa Pro-Palestina di AS?

Apa Tuntutan Mahasiswa Pengunjuk Rasa Pro-Palestina di AS?

Internasional
Setelah Menyebar di AS, Protes Pro-Palestina Diikuti Mahasiswa di Meksiko

Setelah Menyebar di AS, Protes Pro-Palestina Diikuti Mahasiswa di Meksiko

Global
Dilanda Perang Saudara, Warga Sudan Kini Terancam Bencana Kelaparan

Dilanda Perang Saudara, Warga Sudan Kini Terancam Bencana Kelaparan

Internasional
Rangkuman Hari Ke-799 Serangan Rusia ke Ukraina: Gempuran Rudal Rusia di 3 Wilayah | Rusia Disebut Pakai Senjata Kimia Kloropirin

Rangkuman Hari Ke-799 Serangan Rusia ke Ukraina: Gempuran Rudal Rusia di 3 Wilayah | Rusia Disebut Pakai Senjata Kimia Kloropirin

Global
Biaya Rekonstruksi Gaza Pascaperang Bisa Mencapai Rp 803 Triliun, Terparah sejak 1945

Biaya Rekonstruksi Gaza Pascaperang Bisa Mencapai Rp 803 Triliun, Terparah sejak 1945

Global
Paus Fransiskus Teladan bagi Semua Umat dan Iman

Paus Fransiskus Teladan bagi Semua Umat dan Iman

Global
Rusia Dilaporkan Kirimkan Bahan Bakar ke Korea Utara Melebihi Batasan PBB

Rusia Dilaporkan Kirimkan Bahan Bakar ke Korea Utara Melebihi Batasan PBB

Global
Turkiye Hentikan Semua Ekspor dan Impor dengan Israel

Turkiye Hentikan Semua Ekspor dan Impor dengan Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke