Dia juga mengatakan bahwa meningkatnya ketegangan dapat mengakibatkan potensi bencana nuklir.
Dilansir The Hill, Dmitry Medvedev, wakil ketua Dewan Keamanan Rusia yang sebelumnya menjabat sebagai presiden dan perdana menteri, menulis dalam sebuah posting di situs jejaring sosial Rusia, VK.com.
Dia menyebut bahwa Rusia telah menjadi "target permainan biasa-biasa saja dan primitif yang sama" sejak runtuhnya Uni Soviet.
"Ini berarti bahwa Rusia harus dipermalukan, dibatasi, diguncang, dibagi, dan dihancurkan," tulis Medvedev.
Dia mengatakan jika orang Amerika berhasil mencapai tujuan itu, maka akan ada "kekuatan nuklir terbesar dengan rezim politik yang tidak stabil, kepemimpinan yang lemah, kehancuran ekonomi dan jumlah maksimum hulu ledak nuklir yang ditujukan untuk target di AS dan Eropa."
Bulan lalu, Putin menempatkan sistem pertahanan nuklir Rusia dalam siaga tinggi, meningkatkan kekhawatiran akan eskalasi antara AS dan Rusia, dua negara adidaya nuklir.
Invasi Rusia ke Ukraina bulan lalu telah menuai kecaman luas dari negara-negara di seluruh dunia.
AS telah memimpin dalam penerapan sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Rusia ketika ketegangan meningkat antara kedua negara, mencapai tingkat yang tidak terlihat sejak Perang Dingin.
Sebelum menginvasi Ukraina, Putin telah menyuarakan keprihatinan tentang kehadiran besar NATO di Eropa Timur.
Dia menuntut Ukraina untuk tidak pernah bergabung dengan aliansi tersebut, sebuah seruan yang ditolak oleh AS dan sekutunya.
Presiden Biden menyebut Putin sebagai "penjahat perang" minggu lalu. Lalu Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menetapkan bahwa Rusia telah melakukan kejahatan perang di Ukraina.
Terlepas dari ketegangan di Ukraina, para pemimpin AS telah lama mengatakan bahwa mereka menginginkan perdamaian dan Rusia yang stabil.
Tapi Kremlin tidak akan mengesampingkan penggunaan nuklir jika terjadi "ancaman eksistensial".
https://www.kompas.com/global/read/2022/03/24/153000570/orang-dekat-putin-sebut-ada-potensi-bencana-nuklir-