Yoon Suk Yeol akan menjadi presiden pertama di Korsel yang sama sekali tidak memiliki pengalaman politik.
Posisi terakhir Yoon Suk Yeol adalah Jaksa Agung yang ditunjuk langsung oleh presiden.
Latar belakang ini ditambah sosok outsider-nya serta sejumlah pernyataan kontroversial yang kerap dilontarkannya, membuat Yoon Suk Yeol kerap dibandingkan dengan mantan presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Rakyat Korsel yang jenuh dan muak dengan para politisi terpikat dengan sosok Yoon Suk Yeol yang menjadi alternatif politik di tengah dahaga politik akan sosok baru.
Trump dan Yoon Suk Yeol sama-sama mewakili ideologi konservatif. Kedua politisi ini tidak segan mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang memicu kontroversi.
Yoon Suk Yeol menjadi sorotan setelah berkali-kali menyampaikan posisi politik yang mengernyitkan dahi publik termasuk pendukungnya.
Jaksa berusia 61 tahun itu sempat blunder dengan berkata, rakyat Korsel yang miskin sebaiknya mengonsumsi makanan yang berkualitas lebih rendah karena harganya terjangkau.
Yoon Suk Yeol juga pernah menuai kritik pedas dari kaum liberal setelah menyatakan, gerakan feminis adalah penyebab utama rendahnya angka kelahiran di Korsel.
Suami Kim Kun-hee ini bahkan mengatakan, perempuan Korsel tidak mengalami diskriminasi sistematis lalu berjanji akan menghapuskan Kementerian Wanita dan Persamaan Gender.
Korsel yang memiliki budaya patriarki kuat selalu menduduki urutan terendah dalam isu persamaan gender.
Namun kontroversi-kontroversi itu tidak membuat Yoon Suk Yeol kehilangan dukungan. Malahan seperti Donald Trump, pendukung Yoon terutama pemilih muda pria semakin berapi-api mendukungnya.
Hasil pilpres Korsel 2022 menunjukan 58,7 persen pemilih pria berusia 20-an memilihYoon Suk Yeol. Sebaliknya, 58 persen pemilih perempuan berusia 20-an memilih rivalnya yaitu mantan gubernur Gyeonggi, Lee Jae Myung.
Yoon Suk Yeol juga memuji pemimpin diktator seperti yang sering diucapkan Trump. Lulusan universitas bergengsi Seoul National University (SNU) ini terpaksa meminta maaf setelah memuji mantan presiden Korsel Chun Doo Hwan.
Chun adalah mantan diktator yang memerintah Korsel dengan tangan besi dari 1980 hingga 1988. Rezimnya bertanggung jawab terhadap sejumlah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat, termasuk pembantaian warga sipil di kota Gwangju.
Yoon Suk Yeol dalam kampanyenya juga sering merendahkan warga asing dan kaum minoritas seperti yang kerap dilakukan Trump.
Pemilih Korsel menilai Yoon Suk Yeol adalah sosok yang jujur, adil, dan dapat dipercaya di tengah merebaknya skandal demi skandal korupsi, kolusi, dan nepotisme di pemerintahan Presiden Moon Jae In.
Sepanjang kariernya sebagai jaksa, Yoon Suk Yeol telah mengusut dan memenjarakan nama-nama besar tanpa pandang bulu, termasuk dua mantan presiden dari partainya sendiri yakni Lee Myung Bak dan Park Geun Hye.
Sering disebut sebagai sosok keadilan, Yoon Suk Yeol memilih mundur dari Jaksa Agung dan maju sebagai calon presiden setelah upayanya mengusut rangkaian skandal mantan menteri kehakiman Cho Kuk dihalangi oleh pemerintahan Moon.
Rakyat Korsel meradang dengan nepotisme kepresidenan Moon dan menjadikan Yoon Suk Yeol sebagai pahlawan baru mereka. Padahal, Moon terpilih sebagai presiden pada 2017 karena janjinya membentuk pemerintahan yang bersih dan berpihak kepada rakyat.
Lunturnya popularitas Moon ditambah meroketnya harga perumahan disertai skandal korupsi permukiman membuka pintu bagi Yoon Suk Yeol untuk mengguncang status quo yang diwakili para elite establishment politik Korsel.
Popularitas Yoon Suk Yeol pun menjulang. Menang sangat tipis di pilpres Korsel 2022 seperti Trump, kini ia mendapat kepercayaan untuk menjabat sebagai presiden baru Korea Selatan sampai lima tahun ke depan.
https://www.kompas.com/global/read/2022/03/13/140300870/yoon-suk-yeol-presiden-baru-korea-selatan-berjuluk-trump-versi-korsel