Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

"Bom Waktu" dari Kebusukan Pengolahan Limbah di Rusia

Beberapa tahun lalu, lubang tempat penampungan sampah itu dalamnya sekitar 30 meter, kata penduduk sekitar.

Sekarang, ini sudah jadi bukit yang menjulang hingga setinggi 20 meter. Dan bukit ini semakin besar. Demikian pula dengan masalah kesehatan yang dihadapi warga lokal.

Tempat penampungan akhir itu letaknya sekitar 500 meter dari rumah tempat Yulia Fedoseyeva lahir. Ia mengatakan, kadang-kadang baunya begitu menyengat, sehingga ia tidak bisa membuka jendela. Kedua anaknya, Ilya (8 tahun) dan Yaroslava (7 tahun) juga jadi sering merasa sakit.

Polusi udara ganggu fungsi organ tubuh

Sampai akhirnya Yulia tidak tahan lagi. Ia pindah dari desa kelahirannya, ke kota Klin yang berjarak 7 kilometer dari Shapino.

“Anak-anak selalu merasa sakit. Suatu hari, dokter ahli anak mengatakan, paru-paru mereka mengeluarkan suara memprihatinkan,” tutur Yulia. Ia tidak perlu pikir panjang, dan langsung cari apartemen baru di kota Klin, dan mereka pindah.

Beberapa waktu kemudian, mereka datang ke dokter itu lagi. “Seperti mujizat, paru-paru anak saya tidak mengeluarkan suara apa-apa lagi! Apa sebabnya? Mudah saja. Kami menjauh dari TPA,” tegas Yulia.

TPA ibaratnya bom waktu

Bukan keluarga Fedoseyeva saja yang menghadapi masalah akibat sampah. Penanganan limbah adalah salah satu masalah paling besar di Rusia.

Data yang dikumpulkan Greenpeace menunjukkan, limbah yang diproses kurang dari 4 persen, dan hanya 2 persen yang akhirnya dibakar. Sisanya langsung mendarat di TPA.

Sebenarnya ironis, bahwa Rusia, negara dengan lahan daratan paling besar di dunia, tidak bisa menemukan tempat cukup untuk 70 juta ton limbah yang dihasilkan populasinya setiap tahun.

Terutama TPA Moskwa, yang jadi bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Banyak dari TPA itu tidak memenuhi standar keamanan resmi, mencemari tanah, air tanah dan udara.

Penduduk lokal sudah berdemonstrasi berkali-kali, misalnya di Arkhangelsk. Tapi mereka jarang melihat solusi.

Inisiatif warga tidak disokong

Yulia Fedoseyeva sekarang ikut serta dalam upaya pembersihan udara di daerah asalnya. Ia dan aktivis lainnya menghimpun dana dan membeli sebuah alat penganalisa gas, yang mengukur tingkat radioaktivitas, kadar klorin, hidrogen sulfida, amonia dan unsur polutan lainnya.

“Kami menggunakan data ini untuk menyusun apa yang yang kami sebut peta bau dari seluruh area ini.” Begitu dijelaskan aktivis lingkungan, Alexey Kotov. Kemudian mereka memutuskan apakah aman keluar rumah dengan anak-anak, atau tidak.

Hasil pendataan ternyata menunjukkan bahaya. Secara teratur, para aktivis melaporkan hasilnya kepada kantor urusan lingkungan hidup.

Tahun 2017, kantor layanan darurat akhirnya harus mengambil tindakan. Ketika itu ditemukan, kadar hidrogen sulfida 25 kali lebih tinggi dari jumlah maksimal yang diizinkan. Aktivis berusaha mengajukan masalah ini ke pengadilan, tapi tidak berhasil.

Hanya keluar jika udara sehat

Reporter DW juga mengontak manajer TPA dan pemerintah kota Klin, tapi tidak mendapat jawaban.

Oleh sebab itu, Yulia Fedoseyeva harus menggunakan detektor untuk mengecek udara, sebelum mengajak anak-anak ke luar rumah. Kalau udara bagus, mereka pergi ke Shchapovo untuk mengunjungi nenek.

Di Shchapovo Yulia Fedoseyeva menunjukkan secepat mungkin rumah tempat ia dilahirkan, sebelum angin berubah arah, dan bau sampah menerpa rumah lagi. Semua upayanya untuk mengambil tindakan tidak ada gunanya lagi.

“Saya tidak tahu, seberapa lama, kami bisa terus berperang melawan sistem. Jumlah kami hanya sedikit, dan kami mulai tak berdaya dan putus asa,” kata Yulia.

Sementara itu bukit sampah terus membesar. Bahkan sekarang sudah ada rencana untuk semakin memperluas TPA Alexinsky.

https://www.kompas.com/global/read/2021/09/06/214801170/bom-waktu-dari-kebusukan-pengolahan-limbah-di-rusia

Terkini Lainnya

Saat Mahasiswa Columbia University Tolak Bubarkan Diri dalam Protes Pro-Palestina dan Tak Takut Diskorsing... 

Saat Mahasiswa Columbia University Tolak Bubarkan Diri dalam Protes Pro-Palestina dan Tak Takut Diskorsing... 

Global
ICC Isyaratkan Keluarkan Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu, Israel Cemas

ICC Isyaratkan Keluarkan Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu, Israel Cemas

Global
[POPULER GLOBAL] Bom Belum Meledak di Gaza | Sosok Penyelundup Artefak Indonesia

[POPULER GLOBAL] Bom Belum Meledak di Gaza | Sosok Penyelundup Artefak Indonesia

Global
Pria Ini Memeluk 1.123 Pohon dalam Satu Jam, Pecahkan Rekor Dunia

Pria Ini Memeluk 1.123 Pohon dalam Satu Jam, Pecahkan Rekor Dunia

Global
Ukraina Gagalkan 55 Serangan Rusia di Donetsk

Ukraina Gagalkan 55 Serangan Rusia di Donetsk

Global
Datangi Arab Saudi, Menlu AS Bujuk Normalisasi Hubungan dengan Israel

Datangi Arab Saudi, Menlu AS Bujuk Normalisasi Hubungan dengan Israel

Global
Saat Bangladesh Liburkan Sekolah secara Nasional karena Gelombang Panas...

Saat Bangladesh Liburkan Sekolah secara Nasional karena Gelombang Panas...

Global
Sepak Terjang Alexei Navalny, Pemimpin Oposisi Rusia yang Tewas di Penjara

Sepak Terjang Alexei Navalny, Pemimpin Oposisi Rusia yang Tewas di Penjara

Internasional
Bendungan Runtuh Akibat Hujan Lebat di Kenya Barat, 40 Orang Tewas

Bendungan Runtuh Akibat Hujan Lebat di Kenya Barat, 40 Orang Tewas

Global
3 Wanita Mengidap HIV Setelah Prosedur 'Facial Vampir' di New Mexico

3 Wanita Mengidap HIV Setelah Prosedur "Facial Vampir" di New Mexico

Global
Hamas Luncurkan Roket ke Israel dari Lebanon

Hamas Luncurkan Roket ke Israel dari Lebanon

Global
PM Singapura Lee Hsien Loong Puji Jokowi: Kontribusinya Besar Bagi Kawasan

PM Singapura Lee Hsien Loong Puji Jokowi: Kontribusinya Besar Bagi Kawasan

Global
Sejak Apartheid Dihapuskan dari Afrika Selatan, Apa Yang Berubah?

Sejak Apartheid Dihapuskan dari Afrika Selatan, Apa Yang Berubah?

Internasional
Dubai Mulai Bangun Terminal Terbesar Dunia di Bandara Al Maktoum

Dubai Mulai Bangun Terminal Terbesar Dunia di Bandara Al Maktoum

Global
Punggung Basah dan Kepala Pusing, Pelajar Filipina Menderita akibat Panas Ekstrem

Punggung Basah dan Kepala Pusing, Pelajar Filipina Menderita akibat Panas Ekstrem

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke