Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejumlah Fakta tentang Pembunuhan Massal Orang Armenia di Turki 1915

KOMPAS.com - Pembunuhan massal orang-orang Armenia di Kekaisaran Ottoman, yang dimulai lebih dari seabad yang lalu, sering disebut sebagai genosida pertama abad ke-20, meskipun kata "genosida" belum ada waktu itu.

Dilansir CNN, masalah penyebutan pembunuhan itu sebagai genosida adalah hal yang emosional, baik bagi orang Armenia, yang merupakan keturunan dari mereka yang terbunuh, maupun bagi orang Turki, pewaris Utsmaniyah.

Bagi kedua kelompok, pertanyaan ini menyentuh identitas nasional maupun fakta sejarah.

Beberapa orang Armenia merasa kebangsaan mereka tidak dapat terjadi sepenuhnya, kecuali kebenaran tentang apa yang terjadi pada leluhur mereka diakui.

Sementara beberapa orang Turki masih memandang orang-orang Armenia sebagai ancaman bagi Kekaisaran Ottoman di masa perang, dan mengatakan banyak orang dari berbagai etnis, termasuk orang Turki, tewas dalam kekacauan perang.

Selain itu, beberapa pemimpin Turki khawatir bahwa pengakuan genosida dapat menyebabkan tuntutan perbaikan yang besar.

Masih dilansir CNN, berikut beberapa fakta tentang "genosida" Armenia ini.

Pemicu Pembantaian

Turki Utsmani, yang memasuki Perang Dunia I di pihak Jerman dan Kekaisaran Austro-Hungaria, khawatir orang-orang Armenia yang tinggal di Kekaisaran Ottoman akan menawarkan bantuan massa perang ke Rusia.

Rusia telah lama mendambakan kontrol Konstantinopel (sekarang Istanbul), yang mengontrol akses ke Laut Hitam, yang akses ke satu-satunya pelabuhan Rusia sepanjang tahun.

Pada tahun 1914, otoritas Utsmaniyah sudah menggambarkan orang-orang Armenia sebagai ancaman bagi keamanan kekaisaran.

Kemudian, pada malam 23-24 April 1915, pihak berwenang di Konstantinopel, ibu kota kekaisaran, mengumpulkan sekitar 250 intelektual dan tokoh masyarakat Armenia. Banyak dari mereka akhirnya dideportasi atau dibunuh.

Lalu pada 24 April, yang dikenal sebagai Minggu Merah, diperingati sebagai Hari Peringatan Genosida oleh orang-orang Armenia di seluruh dunia.

Banyak sejarawan setuju bahwa jumlah korban ada di kisaran 2 juta jiwa. Namun, korban pembunuhan massal juga termasuk beberapa dari 1,8 juta orang Armenia yang tinggal di Kaukasus di bawah kekuasaan Rusia.

Beberapa di antaranya dibantai pasukan Ottoman pada 1918, saat mereka berbaris melalui Armenia Timur dan Azerbaijan.

Ini jadi poin utama pertengkaran. Perkiraan berkisar antara 300.000 hingga 2 juta kematian antara tahun 1914 dan 1923.

Entah karena pembunuhan atau deportasi paksa, jumlah orang Armenia yang tinggal di Turki turun dari 2 juta pada tahun 1914, menjadi di bawah 400.000 pada tahun 1922.

Hal ini pun masih belum jelas dan dipertanyakan.

Kejinya Pembantaian

Sementara jumlah korban tewas masih diperdebatkan, foto-foto dari era tersebut mendokumentasikan beberapa pembunuhan massal.

Beberapa menunjukkan tentara Ottoman berpose dengan kepala terpenggal, yang lain dengan mereka berdiri di tengah tengkorak di tanah.

Para korban dilaporkan tewas dalam pembakaran massal dan tenggelam, penyiksaan, gas, racun, penyakit dan kelaparan.

Anak-anak dilaporkan telah dimuat ke dalam perahu, dibawa ke laut dan dibuang ke laut. Pemerkosaan juga sering dilaporkan.

Selain itu, menurut situs armenian-genocide.org, sebagian besar penduduk Armenia dipindahkan secara paksa dari Armenia dan Anatolia ke Suriah, di mana sebagian besar dikirim ke padang pasir untuk mati kehausan dan kelaparan.

https://www.kompas.com/global/read/2021/07/23/153310370/sejumlah-fakta-tentang-pembunuhan-massal-orang-armenia-di-turki-1915

Terkini Lainnya

Perlakuan Taliban pada Perempuan Jadi Sorotan Pertemuan HAM PBB

Perlakuan Taliban pada Perempuan Jadi Sorotan Pertemuan HAM PBB

Global
Rudal Hwasong-11 Korea Utara Dilaporkan Mendarat di Kharkiv Ukraina

Rudal Hwasong-11 Korea Utara Dilaporkan Mendarat di Kharkiv Ukraina

Global
Blinken Desak Hamas Terima Kesepakatan Gencatan Senjata Israel

Blinken Desak Hamas Terima Kesepakatan Gencatan Senjata Israel

Global
Status Mahasiswa Pro-Palestina di Universitas Columbia Terancam Ditangguhkan

Status Mahasiswa Pro-Palestina di Universitas Columbia Terancam Ditangguhkan

Global
Keputusan Irak Mengkriminalisasi Hubungan Sesama Jenis Menuai Kritik

Keputusan Irak Mengkriminalisasi Hubungan Sesama Jenis Menuai Kritik

Internasional
Cerita 5 WNI Dapat Penghargaan sebagai Pekerja Teladan di Taiwan

Cerita 5 WNI Dapat Penghargaan sebagai Pekerja Teladan di Taiwan

Global
Rangkuman Hari Ke-796 Serangan Rusia ke Ukraina: Ukraina Gagalkan 55 Serangan di Donetsk | Rusia Rebut Semenivka

Rangkuman Hari Ke-796 Serangan Rusia ke Ukraina: Ukraina Gagalkan 55 Serangan di Donetsk | Rusia Rebut Semenivka

Global
Anak-anak di Gaza Tak Tahan Lagi dengan Panas, Gigitan Nyamuk, dan Gangguan Lalat...

Anak-anak di Gaza Tak Tahan Lagi dengan Panas, Gigitan Nyamuk, dan Gangguan Lalat...

Global
AS Menentang Penyelidikan ICC atas Tindakan Israel di Gaza, Apa Alasannya?

AS Menentang Penyelidikan ICC atas Tindakan Israel di Gaza, Apa Alasannya?

Global
Saat Mahasiswa Columbia University Tolak Bubarkan Diri dalam Protes Pro-Palestina dan Tak Takut Diskors... 

Saat Mahasiswa Columbia University Tolak Bubarkan Diri dalam Protes Pro-Palestina dan Tak Takut Diskors... 

Global
ICC Isyaratkan Keluarkan Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu, Israel Cemas

ICC Isyaratkan Keluarkan Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu, Israel Cemas

Global
[POPULER GLOBAL] Bom Belum Meledak di Gaza | Sosok Penyelundup Artefak Indonesia

[POPULER GLOBAL] Bom Belum Meledak di Gaza | Sosok Penyelundup Artefak Indonesia

Global
Pria Ini Memeluk 1.123 Pohon dalam Satu Jam, Pecahkan Rekor Dunia

Pria Ini Memeluk 1.123 Pohon dalam Satu Jam, Pecahkan Rekor Dunia

Global
Ukraina Gagalkan 55 Serangan Rusia di Donetsk

Ukraina Gagalkan 55 Serangan Rusia di Donetsk

Global
Datangi Arab Saudi, Menlu AS Bujuk Normalisasi Hubungan dengan Israel

Datangi Arab Saudi, Menlu AS Bujuk Normalisasi Hubungan dengan Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke