PYONGYANG, KOMPAS.com - Korea Utara teracam kehabisan bahan pangan 2 bulan lagi, di tengah ketakutan Kim Jong Un terhadap bencana kelaparan masa lalu yang dapat terjadi lagi.
Sebagian harga bahan pokok pangan di Korea Utara disebutkan telah meroket sebagai akibat dari badai hebat yang merusak industri produksi negara, seperti kopi yang dijual lebih dari 70 poundsterling (Rp 1 juta) per pak.
Warga di ibu kota negara bagian Pyongyang membayar 3 kali lipat dari harga reguler untuk kentang, dan 50 poundsterling (sekitar Rp 721.700) untuk beberapa teh celup.
Namun, harga beras dan bahan bakar dilaporkan masih stabil, menurut laporan CNN.
Kim Jong Un telah membahas krisis yang berkembang di sektor pertanian negaranya pada Selasa (15/6/2021), dan mengakui situsinya "makin tegang".
Diktator itu juga mengatakan kondisi ekonomi yang dikelola negara tidak dapat menopang kebutuhan makanan warganya.
Melansir The Sun pada Sabtu (19/6/2021), laporan terbaru dari Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) mengatakan bahwa stok bahan pangan yang tersisa di Korea Utara hanya bisa untuk memenuhi kebutuhan selama 2 bulan.
Ada kekhawatiran yang berkembang akan terulangnya bencana kelaparan pada 1990-an yang menghancurkan di Korea Utara, yang menurut beberapa perkiraan telah menewaskan lebih dari 3 juta warga Korea Utara.
Pada saat itu, negara komunis ini disebutkan mengalami kekurangan pasokan bahan pangan 860.000 ton secara nasional.
Kim menolak untuk merinci sejauh mana krisis pangan negaranya saat ini, tapi dia baru-baru ini memperingatkan warga untuk bersiap menghadapi "Arduous March," nama yang diberikan untuk krisis pangan pada 1990-an.
“Saya memutuskan untuk meminta organisasi Partai Buruh Korea di semua tingkatan, termasuk Komite Pusat dan para menteri, untuk melakukan upaya yang lebih keras untuk membebaskan rakyat kita dari 'arduous march' yang lebih sulit, meski sedikit," ujar Kim pada April.
Pandangan suram kondisi pangan itu diungkapkan selama sesi konferensi yang dihadiri oleh Komite Sentral Partai Buruh yang berkuasa pada Selasa (15/6/2021), dan awalnya dilaporkan oleh media resmi negara, KCNA.
Sanksi perdagangan internasional telah lama dialami negara Korea Utara, tetapi dampak buruk dari Covid-19 dikombinasikan dengan pembatasan impor barang telah membawa situasi suram negara pada puncaknya, menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian.
Akibat dari Covid-19, Korea Utara menutup perbatasannya untuk menahan penyebaran penyakit, termasuk perbatasannya dengan China.
Sementara, negara pariah ini sangat bergantung pada China tidak hanya untuk perdagangan pangan, tetapi juga pupuk dan bahan bakarnya.
Menyusul kondisi pangan dalam negeri yang buruk itu Pemimpin Korea Utara mengatakan dia telah mulai terbuka untuk diadakannya pembicaraan dengan Presiden AS Joe Biden.
Dia siap untuk “dialog dan konfrontasi” mengenai topik senjata nuklir.
Sebelumnya, Kim telah bersikukuh untuk tidak melanjutkan pembicaraan senjata dengan AS, yang dapat menawarkan bantuan dari sanksi yang mencekik ekonomi Korea Utara.
https://www.kompas.com/global/read/2021/06/21/134612570/korea-utara-terancam-kehabisan-pasokan-bahan-pangan-2-bulan-lagi