Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

WhatsApp Gugat Pemerintah India Terkait Aturan Baru yang Langgaran Privasi Pengguna

Perusahaan teknologi raksasa Amerika Serikat (AS) itu menilai aturan baru tersebut akan melanggar jaminan privasi pengguna.

Peraturan baru itu muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara pemerintah dan raksasa media sosial dunia.

Belum lama ini, polisi menyelidiki langkah Twitter yang “menandai” kicauan juru bicara partai berkuasa Perdana Menteri India Narendra Modi sebagai "manipulatif."

Aturan media sosial baru di India akan mengharuskan perusahaan teknologi memberikan rincian "pencetus pertama," dari unggahan yang dianggap merusak kedaulatan, keamanan negara, atau ketertiban umum India.

Itu juga mewajibkan platform untuk menghapus unggahan, yang menggambarkan konten tidak senonoh atau foto yang dimanipulasi, dalam waktu 24 jam setelah menerima keluhan.

WhatsApp milik Facebook khawatir dengan upaya untuk melacak pesan serta ancaman tindakan kriminal jika gagal memenuhinya.

Kasusnya, yang diajukan ke Pengadilan Tinggi Delhi dan diketahui AFP, mengatakan kampanye pemerintah "melanggar hak dasar privasi dan kebebasan berbicara dari ratusan juta warga yang menggunakan WhatsApp" di India.

"Warga tidak akan berbicara dengan bebas karena takut komunikasi pribadi mereka akan dilacak dan digunakan untuk melawan mereka," tambahnya.

Sidang pertama bisa diadakan minggu ini. WhatsApp, yang mengklaim 500 juta pengguna di India, meminta pengadilan untuk menyatakan aturan itu tidak konstitusional.

Perusahaan mengatakan akan tetap bekerja sama dengan "permintaan hukum yang sah" untuk mendapatkan informasi dari pihak berwenang.

Facebook dan Google mengatakan mereka sedang bekerja untuk mematuhi pedoman tersebut, meskipun juga mencari cara berdiskusi dengan pihak berwenang.

Kelompok bisnis India juga telah meminta pemerintah untuk menunda penerapan aturan itu.

Pihak berwenang India berdalih aturan itu diperlukan untuk membuat perusahaan media sosial lebih bertanggung jawab dan menghentikan penyebaran "berita palsu".

Pelanggaran privasi

Sebagai tanggapan atas gugatan itu, Pemerintah India menyatakan privasi adalah "hak fundamental", tetapi tunduk pada "pembatasan merupakan hal wajar".

"Setiap operasi yang dijalankan di India tunduk pada hukum negara itu. Penolakan WhatsApp untuk mematuhi pedoman, secara jelas menentang tindakan yang niatnya tidak diragukan lagi," kata kementerian TI dalam sebuah pernyataan.

Ia menambahkan bahwa peraturan itu dimaksudkan untuk mencegah, menyelidiki atau menghukum pelanggaran serius, yang berkaitan dengan kedaulatan dan integritas India, keamanan nasional, pemerkosaan, materi seksual eksplisit atau materi pelecehan seksual terhadap anak.

"Untuk kepentingan umum siapa yang memulai kejahatan yang mengarah pada kejahatan semacam itu harus dideteksi dan dihukum," tambah kementerian itu.

Dalam surat terpisah kepada perusahaan media sosial, kementerian juga meminta bukti bahwa mereka mematuhi aturan baru, termasuk detail kontak petugas kepatuhan.

Pihak berwenang telah dituduh berusaha menindak pengkritiknya.

Polisi minggu ini mengunjungi kantor Twitter di New Delhi sebagai bagian dari penyelidikan, atas langkah perusahaan itu menandai kicauan dari juru bicara Partai Bharatiya Janata, yang berkuasa sebagai "media manipulasi".

Sambit Patra telah membagikan dokumen yang konon merupakan rencana dari partai oposisi Kongres untuk memfitnah tanggapan pemerintah terhadap pandemi Covid-19. Kongres mengatakan dokumen itu palsu.

Pemerintah India bulan lalu memerintahkan Twitter dan Facebook untuk menghapus lusinan unggahan yang mengkritik penanganan Modi atas krisis virus corona.

Twitter sebelumnya telah menyetujui permintaan pemerintah, untuk melarang beberapa akun yang mengkritik undang-undang pertanian baru. Akun itu diduga telah memicu protes selama enam bulan oleh petani yang tidak puas.

Platform tersebut membatalkan larangan pada Februari, menarik serangan dari anggota parlemen pemerintah.

Pavan Duggal, pakar hukum dunia maya India, mengatakan aturan baru itu bisa "mengubah permainan" industri media sosial.

"Jika pemerintah ingin aturan ini diberlakukan dengan serius, tuntutan pidana akan dilakukan," katanya kepada AFP.

https://www.kompas.com/global/read/2021/05/27/051500470/whatsapp-gugat-pemerintah-india-terkait-aturan-baru-yang-langgaran

Terkini Lainnya

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Global
Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Global
Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun 'Menampakkan Diri'

Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun "Menampakkan Diri"

Global
Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Global
Perbandingan Kekuatan Militer Rusia dan Ukraina

Perbandingan Kekuatan Militer Rusia dan Ukraina

Internasional
Setelah Punya Iron Dome, Israel Bangun Cyber Dome, Bagaimana Cara Kerjanya?

Setelah Punya Iron Dome, Israel Bangun Cyber Dome, Bagaimana Cara Kerjanya?

Global
Protes Pro-Palestina Menyebar di Kampus-kampus Australia, Negara Sekutu Israel Lainnya

Protes Pro-Palestina Menyebar di Kampus-kampus Australia, Negara Sekutu Israel Lainnya

Global
Apa Tuntutan Mahasiswa Pengunjuk Rasa Pro-Palestina di AS?

Apa Tuntutan Mahasiswa Pengunjuk Rasa Pro-Palestina di AS?

Internasional
Setelah Menyebar di AS, Protes Pro-Palestina Diikuti Mahasiswa di Meksiko

Setelah Menyebar di AS, Protes Pro-Palestina Diikuti Mahasiswa di Meksiko

Global
Dilanda Perang Saudara, Warga Sudan Kini Terancam Bencana Kelaparan

Dilanda Perang Saudara, Warga Sudan Kini Terancam Bencana Kelaparan

Internasional
Rangkuman Hari Ke-799 Serangan Rusia ke Ukraina: Gempuran Rudal Rusia di 3 Wilayah | Rusia Disebut Pakai Senjata Kimia Kloropirin

Rangkuman Hari Ke-799 Serangan Rusia ke Ukraina: Gempuran Rudal Rusia di 3 Wilayah | Rusia Disebut Pakai Senjata Kimia Kloropirin

Global
Biaya Rekonstruksi Gaza Pascaperang Bisa Mencapai Rp 803 Triliun, Terparah sejak 1945

Biaya Rekonstruksi Gaza Pascaperang Bisa Mencapai Rp 803 Triliun, Terparah sejak 1945

Global
Paus Fransiskus Teladan bagi Semua Umat dan Iman

Paus Fransiskus Teladan bagi Semua Umat dan Iman

Global
Rusia Dilaporkan Kirimkan Bahan Bakar ke Korea Utara Melebihi Batasan PBB

Rusia Dilaporkan Kirimkan Bahan Bakar ke Korea Utara Melebihi Batasan PBB

Global
Turkiye Hentikan Semua Ekspor dan Impor dengan Israel

Turkiye Hentikan Semua Ekspor dan Impor dengan Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke