Seperti diberitakan Kompas.com sebelumnya, Universitas Witwatersrand, Johannesburg, yang melakukan uji coba mengatakan, vaksin hanya memberikan sedikit perlindungan terhadap infeksi Covid-19 ringan-sedang dari varian baru virus corona asal Afrika Selatan.
Afrika Selatan sebagai negara dengan dampak Covid-19 terparah di benua Afrika, sebenarnya akan memulai vaksinasi dengan 1 juta dosis vaksin AstraZeneca dalam beberapa hari mendatang.
Namun, sekarang pemerintah menunda vaksinasi berdasarkan hasil uji coba Witwatersrand.
"Ini adalah masalah sementara yang harus kami bahas dengan AstraZeneca sampai kami menyelesaikannya," kata Menteri Kesehatan Zweli Mkhize kepada wartawan pada Minggu (7/2/2021), dikutip dari AFP.
Sebanyak 1,5 juta dosis vaksin AstraZeneca yang didapat Afrika Selatan akan kedaluwarsa pada April.
Vaksin-vaksin itu akan tetap disimpan sampai para ilmuwan memberikan indikasi yang jelas tentang khasiatnya, ujar Mkhize.
AstraZeneca yang mengembangkan vaksin Covid-19 bersama Universitas Oxford mengatakan kepada AFP, "Kami yakin vaksin kami masih akan melindungi dari gejala parah."
Juru bicara perusahaan itu mengatakan, para peneliti sudah bekerja untuk memperbarui vaksin guna melawan varian baru virus corona, yang sudah menyebar cepat ke negara-negara lain.
Panel dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) akan bertemu pada Senin (8/2/2021) di Jenewa, Swiss, untuk mengecek vaksin AstraZeneca.
Vaksin itu termasuk komponen utama dari peluncuran vaksin global Covax yang akan mencakup 145 negara. Mayoritas negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah.
Dari 337,2 juta dosis awal Covax, 240 juta di antaranya adalah vaksin AstraZeneca yang tidak memerlukan penyimpanan super dingin seperti vaksin Pfizer dan Moderna.
Sebelumnya sudah ada keraguan tentang kemanjuran vaksin AstraZeneca untuk golongan lansia 65 tahun ke atas.
Akibatnya, sejumlah negara Eropa belum mengizinkan kategori usia tersebut disuntik vaksin corona buatan AstraZeneca.
https://www.kompas.com/global/read/2021/02/08/155454370/afsel-tunda-vaksinasi-karena-vaksin-astrazeneca-masih-meragukan