Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

[Biografi Tokoh Dunia] Srdja Popovic dan Ajaran “Demo” Tanpa Kekerasan

KOMPAS.com - Dinamika politik Amerika Serikat (AS) yang “panas” sejak kontestasi kepresidenan tahun lalu, akhirnya mencapai puncaknya pada Rabu (20/1/2021). Presiden AS Joe Biden akhirnya dilantik bersama Wakil Presiden Kamala Harris.

Meski demikian, pemandangan tidak biasa terlihat dalam pelantikan di Washington DC. Bukan hanya karena pelantikan dilakukan di tengah pandemi Covid-19. Namun karena wajah ibu kota negara pelopor demokrasi itu yang seolah berubah menjadi “zona perang.”

Pagar setinggi tujuh kaki (dua meter) didirikan di sekitar Gedung Capitol, lengkap dengan penghalang logam. Ditambah 20.000 personel Garda Nasional bersenjata melindungi gedung perkantoran kongres yang mengelilinginya.

Pengamanan ekstra diberlakukan di gedung yang kerap dipandang sebagai lambang demokrasi itu, setelah serbuan pendukung Trump pada 6 Januari. Demonstrasi itu mengakibatkan kerusakan dan sejumlah warga AS tewas menjadi korban.

Bukannya mengubah hasil pemilihan, demonstrasi itu justru membuat Kongres AS semakin mantap menobatkan kemenangan Joe Biden sebagai Presiden Terpilih AS. Banyak warga AS juga mengecam aksi kekerasan itu.

Melansir Guardian, sebuah studi pada 2011 oleh peneliti AS sebenarnya telah mengungkap efektivitas kampanye dengan kekerasan yang lebih rendah dibanding kampanye damai.

Penelitian terhadap 323 kampanye perlawanan sipil di seluruh dunia antara 1900 dan 2006, menemukan kampanye non-kekerasan berhasil dalam 53 persen kasus, dan kampanye kekerasan hanya 26 persen.

Selain itu, hanya 4 persen dari perubahan rezim dengan kekerasan yang kemudian menjalankan demokrasi dengan baik, dibandingkan dengan 42 persen perubahan rezim tanpa kekerasan.

Adalah Srdja Popovic salah seorang aktivis yang banyak mempromosikan perlawanan tanpa kekerasan, dalam mencapai tujuan politik dan sosial. 

Lewat gerakan demokrasi tanpa kekerasan Otpor!, dia berhasil menggerakkan revolusi di Serbia untuk menjatuhkan diktator Slobodan Milosevic.

Terinspirasi musik rock

Popovic sebenarnya adalah mahasiswa jurusan biologi di Universitas Beograd. Tapi kini dia bermutasi menjadi guru, penulis, dan pemikir yang dihormati di bidang akademis sosial politik.

Semua karena gerakan perjuangan tanpa kekerasan yang dipeloporinya dan kini coba dilakukan di seluruh dunia.

Awalnya pria kelahiran 1973 ini muak dengan arogansi tentara, polisi keamanan, perang, teror, penindasan di negaranya.

Seluruh kekacauan brutal dan berdarah terjadi di Serbia di bawah diktator, Slobodan Milosevic, yang sering disebut sebagai "penjagal Balkan".

Kemarahannya pada pemerintah yang sewenang-wenang, ternyata dirasakan juga oleh teman-teman sebayanya. Namun saat duduk di tahun pertama Universitas pada 1992 belum banyak yang bisa dia lakukan.

Aspirasi Popovic awalnya banyak disuarakan lewat musik rock, yang juga memberi inspirasi perlawanan tanpa kekerasan yang dia perjuangkan kemudian.

Kepada Guardian, pria yang kini menjabat sebagai rektor ke 53 dari Universitas St Andrew, menjelaskan bagaimana dia memaknai demokrasi lewat musik rock.

“Perlawanan itu mungkin, dan tidak harus tentang aksi duduk yang membosankan - sebenarnya itu bisa sangat keren. Bahkan semakin menyenangkan, mungkin akan semakin efektif,” ujarnya.

Bahkan dalam situasi tanpa harapan menurutnya, aksi protes damai bisa membuat banyak orang peduli. Dan pada akhirnya, itu bisa mendorong banyak orang melakukan perubahan.

Perlawanan akar rumput

Popovic akhirnya bergabung dengan sayap pemuda Partai Demokrat (DS) bernama Demokratska omladina.

Pada konferensi partai pada bulan Januari 1994, dia menjadi presiden Demokratska omladina bekerja di bawah pimpinan partai yang juga baru terpilih, Zoran Dindic.

Ketika Presiden Serbia yang otokratis Slobodan Milosevic menolak mengakui kemenangan oposisi dalam pemilihan lokal pada 1996, Popovic dan aktivis lainnya mendirikan Otpor! (Perlawanan!).

Kelompok ini didirikan di Beograd pada 10 Oktober 1998, sebagai gerakan tanpa pemimpin yang menerapkan prinsip-prinsip perlawanan tanpa kekerasan untuk melawan kebijakan kekerasan rezim Milosevic.

Simbol “kepalan tangan” menjadi tanda bagi gerakan ini. Mereka sepakat bahwa intervensi militer asing tidak membawa perubahan di suatu negara yang memiliki kondisi terburuk sekalipun.

Hukuman dari eksternal seperti embargo minyak, hanya membuat mafia semakin kaya. Sementara embargo perdagangan menjerumuskan negara lebih dalam karena hiper-inflasi.

Popovic dan gerakan Otpor! berkesimpulan bahwa perlawanan internal, bukan intervensi eksternal, adalah pendorong terbaik untuk perubahan politik.

Otpor dengan cepat mendapatkan popularitas di kalangan aktivis mahasiswa dan berkembang dari organisasi kecil menjadi gerakan politik besar-besaran.

Popovic percaya, untuk melawan penindasan dan pemerintah yang korup, dibutuhkan semangat yang antusias, mobilisasi, dan humor.

Kampanye yang lucu disebut dua kali lipat lebih efektif menggerakan massa.

Gerakan akar rumput ini membuat aparat saat itu kehabisan akal. Pasalnya mereka tidak tahu harus menangkap siapa dibalik aksi protes simbol "kepalan tangan" yang tercetak di banyak tempat secara acak.

Gerakan perlawanan ini menarik beragam pemimpin oposisi. Mereka kemudian bersatu dan berdiskusi, untuk menetapkan tujuan bersama melawan rezim Milosevic.

Otpor! mengorganisir demonstrasi massa dan pemogokan selama tiga bulan sampai Milosevic mengakui hasil pemilihan dan mundur dari kursi kepresidenan.

Advokasi pro-demokrasi internasional

Tak lama setelah revolusi 5 Oktober 2000, Popovic meninggalkan Otpor! untuk mengejar karier politik di Serbia.

Popovic menjadi anggota parlemen Partai Demokrat (DS) di majelis Serbia serta penasihat lingkungan untuk Perdana Menteri Serbia Zoran Dindic.

Pada 2003, Popovic dan mantan Otpor! mendirikan Center for Applied Non Violent Actions and Strategies (CANVAS).

Organisasi ini mengadvokasi penggunaan perlawanan non-kekerasan untuk mempromosikan hak asasi manusia dan demokrasi.

Didirikan di Beograd, CANVAS telah bekerja dengan aktivis pro-demokrasi dari lebih dari 50 negara. Diantanya termasuk Iran, Zimbabwe, Burma, Venezuela, Ukraina, Georgia, Palestina, Sahara Barat, Papua Barat, Eritrea, Belarus, Azerbaijan, dan Tonga dan, baru-baru ini, Tunisia dan Mesir.

Pada 2006, Popovic dan dua anggota CANVAS lainnya, Slobodan Dinovic dan Andrej Milivojevic, menulis sebuah buku. Judulnya "Perjuangan Tanpa Kekerasan: 50 Poin Krusial, sebuah panduan cara untuk perjuangan tanpa kekerasan."

Pada 2009, Popovic menjadi anggota pendiri dewan penasihat Waging Nonviolence. Lembaga ini menjadi "sumber berita dan analisis orisinal tentang perjuangan untuk keadilan dan perdamaian di seluruh dunia."

Tapi, Popovic dikeluarkan dari dewan setelah kontroversi Stratfor. Dia disebut berinteraksi dengan kelompok peretas Anonymous membobol jaringan komputer badan intelijen korporat, Stratfor. Email yang bocor kemudian diterbitkan oleh WikiLeaks.

Majalah Foreign Policy mencantumkan Popovic sebagai salah satu dari "100 Pemikir Global Terbaik" pada 2011. Dia disebut menginspirasi para pengunjuk rasa Arab Spring secara langsung dan tidak langsung dan mendidik para aktivis tentang perubahan sosial tanpa kekerasan di Timur Tengah.

Pada Januari 2012 The Wired memasukkannya ke dalam "50 orang yang akan mengubah dunia". Direktur Peace Research Institute Oslo (PRIO) Kristian Berg Harpviken berspekulasi bahwa Popovic adalah salah satu kandidat untuk Hadiah Nobel Perdamaian 2012.

Forum Ekonomi Dunia di Davos mendaftarkan Popovic sebagai salah satu Pemimpin Global Muda untuk 2013.

https://www.kompas.com/global/read/2021/01/23/011704470/biografi-tokoh-dunia-srdja-popovic-dan-ajaran-demo-tanpa-kekerasan

Terkini Lainnya

Anak-anak di Gaza Tak Tahan Lagi dengan Panas, Gigitan Nyamuk, dan Gangguan Lalat...

Anak-anak di Gaza Tak Tahan Lagi dengan Panas, Gigitan Nyamuk, dan Gangguan Lalat...

Global
AS Menentang Penyelidikan ICC atas Tindakan Israel di Gaza, Apa Alasannya?

AS Menentang Penyelidikan ICC atas Tindakan Israel di Gaza, Apa Alasannya?

Global
Saat Mahasiswa Columbia University Tolak Bubarkan Diri dalam Protes Pro-Palestina dan Tak Takut Diskorsing... 

Saat Mahasiswa Columbia University Tolak Bubarkan Diri dalam Protes Pro-Palestina dan Tak Takut Diskorsing... 

Global
ICC Isyaratkan Keluarkan Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu, Israel Cemas

ICC Isyaratkan Keluarkan Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu, Israel Cemas

Global
[POPULER GLOBAL] Bom Belum Meledak di Gaza | Sosok Penyelundup Artefak Indonesia

[POPULER GLOBAL] Bom Belum Meledak di Gaza | Sosok Penyelundup Artefak Indonesia

Global
Pria Ini Memeluk 1.123 Pohon dalam Satu Jam, Pecahkan Rekor Dunia

Pria Ini Memeluk 1.123 Pohon dalam Satu Jam, Pecahkan Rekor Dunia

Global
Ukraina Gagalkan 55 Serangan Rusia di Donetsk

Ukraina Gagalkan 55 Serangan Rusia di Donetsk

Global
Datangi Arab Saudi, Menlu AS Bujuk Normalisasi Hubungan dengan Israel

Datangi Arab Saudi, Menlu AS Bujuk Normalisasi Hubungan dengan Israel

Global
Saat Bangladesh Liburkan Sekolah secara Nasional karena Gelombang Panas...

Saat Bangladesh Liburkan Sekolah secara Nasional karena Gelombang Panas...

Global
Sepak Terjang Alexei Navalny, Pemimpin Oposisi Rusia yang Tewas di Penjara

Sepak Terjang Alexei Navalny, Pemimpin Oposisi Rusia yang Tewas di Penjara

Internasional
Bendungan Runtuh Akibat Hujan Lebat di Kenya Barat, 40 Orang Tewas

Bendungan Runtuh Akibat Hujan Lebat di Kenya Barat, 40 Orang Tewas

Global
3 Wanita Mengidap HIV Setelah Prosedur 'Facial Vampir' di New Mexico

3 Wanita Mengidap HIV Setelah Prosedur "Facial Vampir" di New Mexico

Global
Hamas Luncurkan Roket ke Israel dari Lebanon

Hamas Luncurkan Roket ke Israel dari Lebanon

Global
PM Singapura Lee Hsien Loong Puji Jokowi: Kontribusinya Besar Bagi Kawasan

PM Singapura Lee Hsien Loong Puji Jokowi: Kontribusinya Besar Bagi Kawasan

Global
Sejak Apartheid Dihapuskan dari Afrika Selatan, Apa Yang Berubah?

Sejak Apartheid Dihapuskan dari Afrika Selatan, Apa Yang Berubah?

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke