Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Khawatir Harga Melonjak, WHO Minta Negara Kaya dan Produsen Vaksin Hentikan Kesepakatan Bilateral

JENEWA, KOMPAS.com - Direktur Jendral Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengimbau pembuat vaksin Covid-19 dan negara-negara kaya yang membelinya, untuk "berhenti membuat kesepakatan bilateral."

Melansir AP pada Jumat (8/1/2021), Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan hal itu merugikan upaya yang didukung PBB untuk memperluas akses ke vaksin.

Menurutnya, 42 negara sekarang meluncurkan program vaksinasi Covid-19. Sebagian besar adalah kelompok negara dengan pendapatan perkapita tinggi dan beberapa negara berpenghasilan menengah.

Dia meminta negara-negara yang memiliki lebih banyak dosis vaksin daripada yang mereka butuhkan, untuk menyediakan fasilitas COVAX, proyek yang didukung PBB untuk menyebarkan vaksin secara luas ke seluruh dunia.

“Sekarang, kami juga melihat negara-negara berpenghasilan tinggi dan menengah yang merupakan bagian dari COVAX, membuat kesepakatan bilateral tambahan,” katanya kepada wartawan di Jenewa.

“Ini berpotensi menaikkan harga untuk semua orang dan berarti orang-orang berisiko tinggi di negara-negara termiskin dan paling terpinggirkan tidak mendapatkan vaksin.”

“Saya mendesak negara dan produsen untuk berhenti membuat kesepakatan bilateral dengan mengorbankan COVAX,” kata Tedros, direktur jenderal WHO.

Tedros juga mendesak produsen untuk menyediakan data tentang vaksin mereka. PBB membutuhkan data tersebut untuk membuat "daftar penggunaan darurat" yang dapat mempercepat distribusi vaksin.

“Kurangnya data semacam itu "menghalangi seluruh sistem pengadaan dan pengiriman," katanya.

Pejabat WHO, umumnya menghindari menunjuk negara dan perusahaan tertentu yang mereka butuhkan untuk bekerja sama. Tidak ada rincian pihak mana yang perlu berbuat lebih banyak untuk membantu memperluas akses ke vaksin.

Tetapi Kanada, misalnya, dikenal memiliki akses yang jauh lebih besar ke vaksin yang dibutuhkan penduduknya.

Sementara produsen mitra Pfizer dan BioNTech, belum mencapai kesepakatan untuk ambil bagian dalam Fasilitas COVAX milik WHO. Padahal vaksin produksinya adalah yang pertama mendapat persetujuan penggunaan darurat dari WHO dan negara-negara seperti AS dan Inggris.

Dr Bruce Aylward, Penasihat Khusus Eksekutif WHO, mengatakan 50 persen dari negara-negara berpenghasilan tinggi mendistribusikan vaksin, dan “nol persen” dari negara-negara miskin melakukan hal serupa.

“Itu bukan akses yang adil,” katanya.

Sharon Castillo, juru bicara Pfizer, mengatakan perusahaannya dan BioNTech "berkomitmen kuat untuk akses yang adil dan terjangkau" ke vaksin mereka untuk orang-orang di seluruh dunia.

“Terkait dengan COVAX, kami mendukung tujuannya untuk memasok dua miliar dosis vaksin Covid-19 pada tahun 2021 ke negara-negara di seluruh dunia. Setengah dari mereka masuk ke (negara berpenghasilan rendah dan menengah),” katanya.

Menurutnya pihaknya tengah melakukan negosiasi aktif dengan COVAX, untuk membantu mencapai tujuan tersebut. Diharapkan kesepakatan bisa segera tercapai.

Seruan WHO datang saat dunia telah menghadapi jumlah kasus yang tinggi dalam beberapa pekan terakhir.

Sekitar 4 juta infeksi baru dikonfirmasi per minggu, menurut Direktur Eksekutif Program Darurat Kesehatan WHO, Dr Michael Ryan.

Beberapa hari terakhir, Tedros mengatakan pihaknya telah mencatat rekor jumlah kematian tertinggi di sejumlah negara selama pandemi.

Dia menyalahkan kurangnya kepatuhan terhadap rekomendasi dari otoritas kesehatan.

WHO juga mengatakan tim ahli yang semula diharapkan tiba di China minggu ini untuk menyelidiki asal-usul pandemi belum tiba. Pihaknya berharap untuk memperbaiki tanggal perjalanan minggu depan."

Pada Selasa, Tedros mengatakan dia "sangat kecewa" karena pejabat China belum menyelesaikan izin yang diperlukan untuk kedatangan tim di China.

Fasilitas COVAX sejauh ini telah mengamankan akses ke hampir 2 miliar dosis vaksin yang diproduksi oleh pembuat farmasi Swedia-Inggris AstraZeneca dan mitranya Oxford; Institut Serum India; Raksasa AS Johnson & Johnson; dan kemitraan Sanofi Perancis dan GSK Inggris.

https://www.kompas.com/global/read/2021/01/09/143928170/khawatir-harga-melonjak-who-minta-negara-kaya-dan-produsen-vaksin

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke