Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jerman dan Denmark Pertimbangkan Opsi Tunda Dosis Kedua Vaksin Covid-19

BERLIN, KOMPAS.com - Jerman dan Denmark berencana mengikuti rencana Inggris untuk menunda memberikan dosis kedua vaksin Covid-19, kepada orang-orang yang telah menerima suntikan pertama.

Melansir Guardian pada Senin (4/1/2021), opsi itu mulai dipertimbangkan karena rasa frustrasi atas lambatnya kemajuan program inokulasi Eropa terus meningkat.

Inggris pekan lalu mengatakan akan memprioritaskan pemberian dosis pertama suntikan Oxford / AstraZeneca atau Pfizer / BioNTech, untuk memastikan lebih banyak orang terlindungi lebih cepat.

Sementara dosis kedua direncanakan diberikan 11 atau 12 minggu kemudian, bukan dalam selang tiga minggu sesuai ketentuan ahli.

Sementara AS mengatakan tidak akan mengikuti jejak Inggris.

Menteri kesehatan Jerman, Jens Spahn dikabarkan telah meminta badan pengendalian penyakit negara itu, Robert Koch Institute, untuk menyelidiki kemungkinan penundaan suntikan kedua.

Langkah tersebut, menyusul kritik luas bahwa Jerman telah gagal mendapatkan pasokan vaksin yang cukup, dan tidak dapat mempercepat kampanye inokulasi nasionalnya. Rencana ini disambut dengan antusias oleh para dokter.

Leif Erik Sander, kepala tim peneliti vaksin di rumah sakit Charité Berlin, mengatakan: “Mengingat kelangkaan vaksin saat ini dan jumlah infeksi dan rawat inap yang sangat tinggi di Jerman, sebuah strategi di mana sebanyak mungkin orang divaksinasi sedini mungkin lebih efektif."

Denmark juga sedang mempertimbangkan untuk memperluas jarak antara vaksinasi. Lembaga penyakit menular negara itu mengatakan akan memantau situasi di Inggris dengan cermat.

Kementerian Kesehatan Denmark dilaporkan mempertimbangkan interval 3 hingga 6 minggu penundaan.

Dengan kemanjuran jangka pendek dari dosis pertama vaksin Pfizer-BioNTech dengan efektivitas 90 persen, menjadi satu-satunya yang mendapat persetujuan perpanjangan jeda dari European Medicines Agency (EMA) sejauh ini.

Para ilmuwan telah menyarankan bahwa jarak yang lebih panjang antara dosis mungkin masuk akal untuk vaksin produksi perusahaan AS dan Jerman tersebut.

EMA mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Senin bahwa interval maksimum 42 hari, atau enam minggu, antara dosis harus dipatuhi.

Dikatakan bahwa setiap penyimpangan dari jarak jeda itu, tanpa perubahan dari otorisasi pemasarannya akan dianggap "penggunaan di luar label." Jadi dampaknya mungkin tidak menjadi tanggung jawab pembuat vaksin.

Dalam upaya lebih lanjut untuk mempercepat proses inokulasi, kementerian kesehatan Jerman juga merekomendasikan tambahan enam dosis diambil dari botol jab BioNTech / Pfizer. Praktik ini telah diizinkan di beberapa negara lain.

Sementara persetujuan EMA untuk suntikan kedua, dari Moderna, diharapkan minggu ini. Dengan ini diharapkan akan meredakan situasi sampai batas tertentu.

Kekurangan vaksin di seluruh benua Eropa telah menyebabkan lambatnya peluncuran vaksin di seluruh benua itu, sehingga meningkatkan frustrasi publik UE.

Kesalahan Pemesanan Uni Eropa

Program pengadaan vaksin kolektif UE telah menuai kritik keras. Tabloid Jerman Bild mengkritik "diamnya Angela Merkel atas bencana vaksin" dan menuntut kanselir menjelaskan mengapa "Komisaris UE Siprus yang jelas-jelas di luar tugasnya" diberi pekerjaan yang sangat penting.

Markus Söder, pemimpin Christian Social Union, sekutu dari partai CDU Merkel, mengatakan komisi Eropa "mungkin terlalu birokratis dalam perencanaannya, terlalu sedikit vaksin yang tepat telah dipesan, dan perdebatan harga telah berlangsung panjang.”

CEO BioNTech Ugur Sahin juga mengatakan masalah Eropa sebagian besar adalah kesalahan Brussels. “Komisi UE telah mengasumsikan beberapa vaksin berbeda akan siap sekaligus, jadi belum memesan cukup suntikan BioNtech / Pfizer,” katanya.

Komisaris kesehatan UE, Stella Kyriakides, menyalahkan kapasitas produksi yang tidak mencukupi.

Dia mengatakan UE telah mengamankan 2 miliar dosis vaksin untuk 450 juta warganya dari enam produsen berbeda. Tetapi beberapa belum mulai beroperasi, sementara sementara kapasitas produksi yang ada masih belum cukup.

Para ahli mengatakan sebagian besar kekurangan harus diatasi pada awal musim semi. Menekankan bagaimana cara agar lebih banyak warga Uni Eropa yang akan divaksinasi pada akhir musim semi atau awal musim panas, daripada pada awal Januari.

Menurut Euronews, Denmark telah menjadi negara anggota UE yang paling sukses, satu minggu setelah peluncuran UE dimulai. Lebih dari 45.800 dari 5,8 juta penduduk negara itu menerima dosis pertama untuk tingkat vaksinasi 0,78 per 100 orang-orang.

Jerman, dengan tingkat vaksinasi 0,23 per 100 orang, adalah berikutnya. Kroasia, Portugal, Italia dan Polandia mengikuti dengan tingkat mulai dari 0,19 hingga 0,13.

Austria, Bulgaria dan Rumania berada di 0,07. Sedangkan Belanda tidak akan mulai vaksinasi hingga 8 Januari.

Kewaspadaan berlebihan

Perancis, sementara itu, berada di bawah tekanan berat untuk mempercepat upaya vaksinasi, yang sengaja dilakukan dengan hati-hati.

Presiden Perancis Emmanuel Macron dilaporkan marah saat bertemu dengan perdana menteri Jean Castex dan menteri kesehatan Olivier Véran, pada Senin (4/1/2021). Karena diketahui bahwa hanya 516 orang yang diimunisasi di Perancis minggu lalu.

“Ini berjalan terlalu lambat,” kata ahli epidemiologi Arnaud Fontanet.

Dia mencatat bahwa 240.000 orang telah divaksinasi di Jerman selama periode yang sama. Surat kabar Le Monde menanyakan menyindit apakah Perancis telah mengenakan label "topi bodoh Eropa".

Pemerintah Perancis telah mengadopsi pendekatan bertahap yang lambat, dalam menghadapi populasi paling skeptis terhadap vaksin di Eropa.

Inokulasi dimulai di panti jompo. Kemudian mengandalkan terutama pada dokter keluarga untuk memberikan suntikan. Pemberian vaksin juga memerlukan konsultasi sebelumnya dan persetujuan tertulis.

Sebuah jajak pendapat yang diterbitkan pada Minggu (3/1/2021) menemukan 58 persen orang Perancis tidak menginginkan vaksin Covid-19. Penduduk wanita lebih enggan daripada pria untuk diinokulasi.

Hanya 32 persen dari kelompok usia 35-49 yang senang mendapatkan suntikan vaksin dibandingkan dengan 58 persen berusia di atas 65 tahun.

Para ahli mengatakan kewaspadaan yang berlebihan berisiko membuat takut banyak orang daripada meyakinkan.

Pemerintah Perancis telah mempercepat jadwalnya, memvaksinasi petugas kesehatan yang berusia di atas 50 tahun mulai Senin. Mereka mengatakan akan membuka pusat vaksinasi massal sebelum Februari.

https://www.kompas.com/global/read/2021/01/05/201653370/jerman-dan-denmark-pertimbangkan-opsi-tunda-dosis-kedua-vaksin-covid-19

Terkini Lainnya

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Global
Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Global
Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun 'Menampakkan Diri'

Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun "Menampakkan Diri"

Global
Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Global
Perbandingan Kekuatan Militer Rusia dan Ukraina

Perbandingan Kekuatan Militer Rusia dan Ukraina

Internasional
Setelah Punya Iron Dome, Israel Bangun Cyber Dome, Bagaimana Cara Kerjanya?

Setelah Punya Iron Dome, Israel Bangun Cyber Dome, Bagaimana Cara Kerjanya?

Global
Protes Pro-Palestina Menyebar di Kampus-kampus Australia, Negara Sekutu Israel Lainnya

Protes Pro-Palestina Menyebar di Kampus-kampus Australia, Negara Sekutu Israel Lainnya

Global
Apa Tuntutan Mahasiswa Pengunjuk Rasa Pro-Palestina di AS?

Apa Tuntutan Mahasiswa Pengunjuk Rasa Pro-Palestina di AS?

Internasional
Setelah Menyebar di AS, Protes Pro-Palestina Diikuti Mahasiswa di Meksiko

Setelah Menyebar di AS, Protes Pro-Palestina Diikuti Mahasiswa di Meksiko

Global
Dilanda Perang Saudara, Warga Sudan Kini Terancam Bencana Kelaparan

Dilanda Perang Saudara, Warga Sudan Kini Terancam Bencana Kelaparan

Internasional
Rangkuman Hari Ke-799 Serangan Rusia ke Ukraina: Gempuran Rudal Rusia di 3 Wilayah | Rusia Disebut Pakai Senjata Kimia Kloropirin

Rangkuman Hari Ke-799 Serangan Rusia ke Ukraina: Gempuran Rudal Rusia di 3 Wilayah | Rusia Disebut Pakai Senjata Kimia Kloropirin

Global
Biaya Rekonstruksi Gaza Pascaperang Bisa Mencapai Rp 803 Triliun, Terparah sejak 1945

Biaya Rekonstruksi Gaza Pascaperang Bisa Mencapai Rp 803 Triliun, Terparah sejak 1945

Global
Paus Fransiskus Teladan bagi Semua Umat dan Iman

Paus Fransiskus Teladan bagi Semua Umat dan Iman

Global
Rusia Dilaporkan Kirimkan Bahan Bakar ke Korea Utara Melebihi Batasan PBB

Rusia Dilaporkan Kirimkan Bahan Bakar ke Korea Utara Melebihi Batasan PBB

Global
Turkiye Hentikan Semua Ekspor dan Impor dengan Israel

Turkiye Hentikan Semua Ekspor dan Impor dengan Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke