Penyebabnya adalah mayoritas sangat tipis yang dimiliki Muhyiddin di parlemen Malaysia. Koalisi Perikatan Nasional pimpinan PM berusia 73 tahun itu hanya mengontrol 113 berbanding 109 kursi Dewan Rakyat.
Ketidakpastian itu akhirnya berakhir pekan ini setelah Muhyiddin berhasil meloloskan anggaran belanja negara dengan dukungan 111 parlementarian.
Hanya seorang anggota parlemen dari koalisi berkuasa yang memilih abstain, yaitu politisi senior Partai Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), Tengku Razaleigh Hamzah.
Sebanyak 91 anggota koalisi oposisi Pakatan Harapan pimpinan Anwar Ibrahim dan 17 oposisi lain dari sejumlah partai, termasuk partai regional Warisan dari Sabah dan Partai Pejuang pimpinan mantan Perdana Menteri Mahathir Mohamad menolak mendukung anggaran yang diajukan Muhyiddin.
Adapun 2 kursi Dewan Rakyat saat ini kosong karena meninggalnya parlementarian bersangkutan.
Pukulan telak untuk Anwar Ibrahim
Kemenangan Muhyiddin sekaligus juga adalah pukulan telak bagi Anwar, yang mengeklaim September lalu punya mayoritas besar dan meyakinkan untuk menjatuhkan perdana menteri ke-8 Malaysia itu.
Namun seiring berjalannya waktu, bahkan setelah beraudiensi dengan Raja Malaysia Yang di-Pertuan Agong Sultan Abdullah, Anwar sejauh ini tidak kunjung dapat membuktikan ucapannya untuk membentuk pemerintahan baru.
Anggota parlemen dari dapil Port Dickson itu kerap memberi sinyal bahwa dia telah mengamankan dukungan dari belasan hingga puluhan parlementarian UMNO yang membelot karena tidak mendukung Muhyiddin.
Nama-nama yang muncul adalah Presiden UMNO Ahmad Zahid Hamidi dan mantan Perdana Menteri Najib Razak. Kedua politisi ini seperti diketahui sedang terbelit sejumlah kasus korupsi.
Namun Zahid dan Najib setia mendukung Perikatan Nasional termasuk pada pemungutan suara anggaran.
Kegagalan Anwar memunculkan pertanyaan besar mengenai kredibilitas politiknya.
Mulai muncul suara-suara dari Pakatan yang menilai Presiden Partai Keadilan Rakyat (PKR) itu putus asa ingin menggapai mimpinya menjadi orang nomor satu negeri “Jiran”yang sudah tertunda 22 tahun.
Suara-suara ini merasa Anwar sebaiknya berhenti merayu parlementarian UMNO, karena dia hanya dimanfaatkan untuk memperkuat posisi tawar UMN0 terhadap mitra koalisinya Partai Bersatu yang dipimpin Muhyiddin.
Posisi Anwar sebagai pemimpin oposisi juga mulai dipertanyakan. Tidak sedikit yang mempertanyakan apakah suami Wan Azizah ini adalah sosok yang tepat untuk memimpin koalisi oposisi pada pemilu dini yang diperkirakan akan digelar awal tahun depan.
Presiden Partai Warisan Shafie Apdal, yang namanya mulai diperbincangkan sebagai alternatif pengganti Anwar, menyampaikan dalam wawancara bahwa oposisi memerlukan kepemimpinan baru.
Sementara itu, pemimpin komponen koalisi Pakatan lain, yaitu Lim Guan Eng dari Partai Aksi Demokratik (DAP) dan Mohamad Sabu dari Partai Amanah merilis pernyataan bahwa Pakatan memerlukan “reset” sekaligus mengalihkan fokus untuk memenangkan pemilu yang sudah di depan mata.
Koalisi oposisi saat ini tidak solid karena hubungan yang dingin antara Anwar Ibrahim dan Mahathir. Anwar bersikukuh tidak akan mengikutsertakan Mahathir dalam rencana politiknya. Sementara itu Mahathir menyatakan dia tidak mengakui Anwar sebagai pemimpin oposisi.
Memanasnya kembali tali politik antara dua musuh bebuyutan itu tidak terlepas dari kolapsnya pemerintahan Pakatan pimpinan Mahathir Mohamad pada bulan Februari lalu.
Loyalis Anwar menilai Mahathir adalah biang kerok dari krisis politik itu karena dia enggan menyerahkan tampuk kursi PM ke Anwar seperti yang telah dijanjikan setelah dua tahun berkuasa.
Perpecahan kubu oposisi tentunya menguntungkan Muhyiddin yang juga masih sibuk mengkonsolidasikan hubungan pasang surut antara Bersatu dan UMNO, dua partai yang sama-sama mengandalkan dukungan dari pemilih Melayu.
https://www.kompas.com/global/read/2020/12/19/113621970/gagal-gulingkan-pm-malaysia-muhyiddin-posisi-anwar-ibrahim-goyah