Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Brexit Terancam "No Deal", Bagaimana Nasib ASEAN?

JAKARTA, KOMPAS.com - Potensi pecahnya kerangka kerja sama regional Eropa akibat Brexit memunculkan pertanyaan bagi bentuk integrasi regional lainnya.

Salah satunya bagi kerangka kerja sama regional sepuluh negara Asia Tenggara (ASEAN), dengan Indonesia termasuk di dalamnya.

Namun berbeda dengan Uni Eropa (EU), bentuk kerja sama ASEAN yang lebih "longgar" kini justru dilihat sebagai kekuatan bagi anggota-anggotanya.

“ASEAN sering dianggap tidak serius, terlalu loose dan tidak efektif. Tapi sekarang, ASEAN bisa berargumen, dengan bentuk ASEAN Way itu justru jadi kekuatan,” ujar Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Indonesia, Evi Fitriani kepada Kompas.com Senin (14/12/2020).

Menurutnya, Brexit salah satunya terjadi karena aturan integrasi terlalu kuat ke UE. Sayangnya ada kelompok masyarakat dalam negara anggota tertentu yang tidak nyaman dan tidak bisa mengikuti kecepatan integrasi ini.

Hal itu berbeda dengan nilai yang diusung dalam ASEAN. Kerangka kerja sama ini berupaya berevolusi dengan fase yang cocok dan nyaman untuk setiap negara anggota.

“Disadari semua negara di ASEAN kecepatannya (regulasi) tidak sama. Apalagi di ASEAN gap-nya (ekonomi) besar,” terang Evi.

Brexit di UE menurutnya dapat memberi pelajaran bagi kerangka kerja sama regional lainnya. Pasalnya dengan negara anggota yang relatif homogen, negara sepenting UK lebih memilih untuk tidak bergabung dengan UE.

“Jadi Jika ASEAN mau integrasi yang lebih, ASEAN perlu memperdalam sense of belonging dan trust sehingga risiko untuk pecah atau keluar bisa diminimalisir.”

Integrasi ekonomi dan politik seperti yang dilakukan Uni Eropa punya konsekuensi berat bagi negara anggotanya. Sebab integrasi yang kuat akan membuat tiap negara bergantung satu sama lain.

“Jika sudah makin terintegrasi makin interdependen (saling ketergantungan), maka akan sulit untuk keluar seperti yang dialami Inggris ini,” tambahnya.

ASEAN menurut Evi juga harus bisa merundingkan fase-fase integrasi sebaik mungkin. Maksudnya agar tidak ada pihak yang merasa tidak siap atau tidak nyaman dan menimbulkan perpecahan.

Brexit sudah diproyeksi akan berdampak besar pada ekonomi Inggris.

Dengan atau tanpa kesepakatan, Brexit sudah menyebabkan gangguan dan kerugian bagi bisnis di kedua sisi Selat Inggris.

Melansir Aljazeera pada Kamis (3/12/2020), London dan Brussel mengharapkan tercapainya kesepakatan memastikan tidak ada tarif dan kuota untuk produk yang melintasi perbatasan mereka.

Kesepakatan semacam itu diharapkan dapat meminimalisir dampak negatif pada perdagangan tahunan antara Inggris dan UE yang sebesar 650 miliar euro (875 miliar dollar AS) setara Rp 12,3 kuadriliun.

Meski demikian, kesepakatan yang masih coba dicapai tetap tidak akan mencegah penerapan hambatan teknis perdagangan dalam bentuk pemeriksaan regulasi, sejak awal 2021 dan seterusnya.

https://www.kompas.com/global/read/2020/12/14/211324070/brexit-terancam-no-deal-bagaimana-nasib-asean

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke