KOMPAS.com – Jika pada tulisan sebelumnya membahas mengenai pemanfaatan geotermal alias energi panas bumi untuk memasak, tulisan kali ini akan membahas pemanfaatan energi tersebut untuk penghangat ruangan.
Penghangat ruangan dengan energi panas bumi adalah salah satu penggunaan langsung sumber daya panas bumi yang paling umum dan tersebar luas di seluruh dunia.
Kini, penghangat ruangan mencakup lebih dari 37 persen dari total penggunaan langsung di seluruh dunia.
Tentu saja, hanya beberapa wilayah saja yang memiliki potensi energi panas bumi yang bisa memanfaatkan energi ini untuk penghangat ruangan.
Ahli energi panas bumi dari Washington State University, Gordon Bloomquist, menulis di publikasi ilmiahnya berjudul Geothermal Space Heating bahwa energi panas bumi untuk penghangat ruangan sebenarnya sudah digunakan sejak awal abad ke-14.
Ketika itu, penduduk Desa Chaudes-Aigues Cantal di Perancis memanfaatkan panas bumi sebagai penghangat ruangan.
Mereka membuat jaringan pemanas ruangan yang bersumber dari energi panas bumi dan masih beroperasi hingga hari ini.
Para penduduk di desa tersebut membuat jaringan penghangat dari panas bumi di sebuah wilayah lalu disalurkan ke rumah-rumah penduduk. Sistem ini biasa disebut sebagai district heating.
District Heating
Penghangat ruangan dapat disediakan untuk setiap bangunan melalui jaringan district heating.
Sistem ini memasok kebutuhan banyak konsumen melalui jaringan pipa bawah tanah yang terhubung ke satu atau beberapa sumur yang memiliki sumber energi panas bumi.
Biasanya, sistem kerjanya menggunakan pipa berisi fluida untuk menukar panas dari energi geotermal lalu dipompa ke atas.
Fluida ini lalu menukar suhu dingin yang ada di atas atau pemukiman penduduk. Setelah itu fluida ini mengalir lagi ke bawah ke sumber energi panas bumi. Begitu siklusnya.
Suhu fluida dari energi panas bumi dalam sistem ini bisanya cukup tinggi yakni antara 100 derajat celcius hingga 110 derajat celcius.
Pada dekade 1980-an, district heating di Amerika Serikat (AS) sangat populer dan mengalami perkembangan pesat di Idaho, Oregon, New Mexico, dan California.
Namun pada akhir 1980-an hingga saat ini, pemanfaatan energi tersebut kurang begitu diminati dan tidak ada lagi penambahan.
Salah satu faktor penyebabnya adalah murahnya harga gas alam, sehingga penduduk di wilayah itu lebih memilih penghangat ruangan dengan bahan bakar gas.
Sementara itu, di Islandia, sekitar 97 persen penduduk ibu kota Reykjavik memanfaatkan energi panas bumi untuk penghangat ruangan dengan sistem district heating.
Selain itu, lebih dari 90 persen dari total penduduk Islandia sekarang dapat mengandalkan geotermal untuk memasok pemanas ruangan mereka serta kebutuhan pemanas air panas domestik.
Di negara lain, yakni Turki, kini melihat peningkatan yang siginifikan dalam pemanfaatan energi panas bumi untuk penghangat ruangan.
Pada 2000, 51.600 tempat tinggal di Truki terhubung ke jaringan district heating. Pada 2010, jumlahnya meningkat menjadi sekitar 500.000 tempat tinggal.
Selain itu, beberapa negara lain telah mengembangkan atau sedang mengembangkan sistem district heating dari panas bumi adalah termasuk Hongaria, Rumania, Prancis, Polandia, Cina, dan bahkan Swedia dan Denmark.
Pompa Geotermal
Selain memanfaatkan jaringan pipa untuk keperluan publik, pemanfaatan geotermal sebagai penghangat ruangan juga bisa langsung digunakan untuk setiap rumah atau bangunan.
Melansir World Energy Council, teknologi yang digunuakan untuk langsung memanfaatkan energi panas bumi sebagai keperluan penghangat ruangan adalah pompa geotermal atau ground-source heat pumps (GHP).
Prinsip kerjanya sebenarnya sama saja yakni fluida penukar kalor dari geotermal dipompa ke atas. Fluida ini berfungsi menukar suhu yang ada di dalam ruangan.
Hanya saja pemanfaatannya langsung kepada rumah-rumah atau bangunan, tidak perlu memanfaatkan jaringan pipa berskala besar seperti district heating.
Teknologi ini sebenarnya bukanlah hal baru. Lord Kelvin mengembangkan konsep tersebut pada tahun 1852, yang kemudian dimodifikasi sebagai GHP oleh Robert Webber pada 1945.
GHP memperoleh pengakuan komersial pada dekade1960-an dan dekade 1970-an. Eropa mulai menggunakan teknologi ini sekitar dekade 1970-an dan menjadi populer di AS, Kanada, Jerman, Swedia, Swiss, Perancis, dan negara-negara Eropa Barat lainnya.
Secara garis besar, GHP memilki dua konfigurasi utama yakni closed loop yang dipasang baik secara horizontal atau vertikal pada sumber energi geotermal dan open loop yang dipasang di sumber air panas.
Jenis yang dipilih tergantung pada jenis tanah dan batuan pada instalasi, ketersediaan lahan, dan atau apakah sumur sumber air panas dapat dibor secara ekonomis atau sudah ada di lokasi.
https://www.kompas.com/global/read/2020/11/23/133845970/inspirasi-energi-panas-bumi-2-pemanfaatan-geotermal-sebagai-penghangat