KOMPAS.com - Pertempuran telah berakhir di wilayah Nagorno-Karabakh setelah Armenia setuju untuk menandatangani perjanjian damai yang ditengahi Rusia.
Perjanjian damai tersebut juga menandai kekalahannya dari Azerbaijan karena kehilangan sejumlah wilayah di Nargorno-Karabakh yang berhasil mereka duduki sebelumnya dalam pertempuran pada dekade 1990-an.
Meski Armenia menyerahkan sebagian besar wilayah di Nagorno-Karabakh dan diterjunkannya pasukan penjaga perdamaian alias peacekeepers Rusia, solusi abadi untuk konflik selama puluhan tahun tetap sulit dipahami.
Pengembalian wilayah
Sebagai bagian dari kesepakatan, Armenia dan Nagorno-Karabakh harus mengembalikan distrik Aghdam, Kalbajar, dan Lachin ke Azerbaijan mulai 20 November, dengan batas waktu penyelesaian 1 Desember.
Distrik-distrik ini dan empat distrik lainnya yang direbut Baku selama konflik yang berlangsung sejak 27 September hingga 9 November telah diduduki oleh Armenia sejak keruntuhan Uni Soviet pada dekade 1990-an.
Kini, puluhan ribu etnik Armenia harus pindah dari wilayah tersebut setelah menempatinya pasca-pertempuran pada 1990-an sebagaimana dilansir dari AFP, Senin (16/11/2020).
Mereka kabur seperti yang telah dilakukan orang Azerbaijan dari wilayah tersebut sekitar 30 tahun lalu.
Jurnalis AFP telah menyaksikan eksodus massal dari Distrik Kalbajar, yang penyerahannya ditunda hingga 25 November untuk memberi waktu kepada orang-orang Armenia meninggalkan wilayah tersebut.
Banyak orang sengaja membakar rumah mereka agar tidak bisa dihuni oleh orang Azerbaijan yang masuk.
Masuknya pengungsi dari Nagorno-Karabakh diperkirakan bakal menimbulkan tantangan ekonomi, sosial, dan kemanusiaan bagi Armenia, negara miskin berpenduduk tiga juta orang.
Pasukan Peacekeepers Rusia
Meski kehilangan sebagian besar wilayah, termasuk kota Shusha, Nagorno-Karabakh akan dijamin keamanannya oleh sekitar 2.000 personel peacekeepers Rusia yang dikerahkan untuk periode awal lima tahun.
"Kehadiran tentara Rusia di wilayah itu akan menjadi salah satu faktor terpenting dalam memastikan bahwa perang tidak dimulai lagi," kata Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan.
Para personel peacekeepers Rusia juga akan menjaga koridor Lachin yang strategis, satu-satunya penghubung antara Nagorno-Karabakh dengan Armenia.
Sekitar 75.000 hingga 90.000 orang dari 150.000 penduduk wilayah itu telah melarikan diri dari pertempuran, dan pemerintah setempat telah meminta penduduk untuk kembali.
Bus pertama mulai berdatangan di kota utama Karabakh, Stepanakert pada akhir pekan.
Solusi abadi yang sulit dipahami
Solusi jangka panjang untuk konflik di Nagorgo-Karabakh, yang telah terjadi sejak kejatuhan Uni Soviet pada 1991, tidak diperdebatkan dalam perjanjian damai yang mengakhiri pertempuran terbaru.
Sejak pertengahan dekade 1990-an, upaya yang dilakukan oleh ketua bersama Grup Minsk, yang terdiri atas Rusia, Perancis, dan Amerika Serikat (AS), belum membuahkan hasil yang langgeng.
Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev telah mengambil sikap keras setelah kemenangannya, menarik janji otonomi untuk Nagorno-Karabakh yang sebelumnya telah dijanjikan
"Karabakh tidak akan memiliki status (otonom) selama saya menjadi presiden," kata Aliyev.
Baku juga dapat mengandalkan dukungan tak tergoyahkan dari Turki, yang setelah mempersenjatai dan mendukung Azerbaijan dalam pertempuran terakhir.
Ankara juga akan berperan dalam operasi penjaga perdamaian, meski perannya masih samar.
Aliyev, yang menganggap anggota Grup Minsk sebagai kelompok yang pro-Armenia, menyambut baik format negosiasi baru yang akan melibatkan kehadiran Turki.
Secara historis, Yerevan melihat Turki sebagai musuh yang bertekad untuk menghapus Armenia dari peta dunia.
https://www.kompas.com/global/read/2020/11/17/070411770/armenia-kalah-perang-dari-azerbaijan-nagorno-karabakh-masuki-babak-baru