Sebelumnya, Gereja Shincheonji disebut "berkontribusi" dalam penyebaran Covid-19 di Korea Selatan karena berbagai alasan.
Di antaranya adalah keengganan bekerja sama dengan pemerintah, lalu praktik ibadahnya yang duduk berdekatan.
Dilansir dari CNN Minggu (1/3/2020) Kim Shin-chang direktur Shincheonji mengatakan, Shincheonji bukan dalang di balik penyebaran virus corona di Korsel, dan sebaliknya pemerintah Korsel yang mengkambinghitamkan mereka.
Lalu terkait penyebutan sekte sesat, Shincheonji membantahnya dengan membeberkan bukti telah mewisudakan 103.764 lulusan sekolah Alkitab Shincheonji pada November 2019.
Shincheonji juga menyinggung tentang pemberitaan media-media internasional yang menyebut jemaat Gereja Shincheonji adalah sekte sesat.
Mereka menuturkan, tudingan itu berasal dari Dewan Kristen Korea bernama CCK yang berniat menjatuhkan Shincheonji karena alasan politik.
"CCK punya pengaruh yang sangat kuat di Korsel. Mereka menggoreng isu di media Yonhap, media besar di Korsel, dan kantor-kantor berita internasional seperti Reuters hanya meng-copas-nya tanpa klarifikasi."
Akibatnya, media-media lain yang menyadur Reuters (dan AFP maupun kantor berita internasional berlangganan lainnya), turut memberitakan hal serupa.
Cara duduk yang berdekatan saat beribadah juga disebutnya bukan serta merta salah Shincheonji.
Dekatnya jarak antar-jemaat ini sebelumnya dianggap memperbesar peluang tersebarnya virus corona.
"Pemerintah Korea mempersulit izin bangunan Gereja Shincheonji, Shincheonji tidak diperbolehkan membeli atau menyewa gedung yang besar, sehingga dengan anggota yang banyak tetapi ruangan sempit mereka terpaksa duduk di lantai tanpa kursi saat beribadah."
Pelecehan dan diskriminasi
Selain memberikan klarifikasi, Shincheonji juga mengungkap anggota gereja tersebut mendapat pelecehan dan diskriminasi.
Dalam siaran persnya Shincheonji merujuk pada laporan Komisi Kebebasan Beragama Internasional Amerika Serikat, di mana laporan ke PBB mengatakan anggota Shincheonji menderita pelecehan dari pemerintah dan masyarakat Korea Selatan.
"Meskipun beberapa langkah pemerintah tampaknya didorong oleh masalah kesehatan masyarakat yang sah, yang lain tampaknya membesar-besarkan peran gereja dalam wabah tersebut."
"Pemerintah Seoul menutup gereja-gereja Shincheonji di ibu kota, dan beberapa kelompok Protestan garis utama menuduh gereja (Shincheonji) sengaja menyebarkan penyakit itu."
Diskriminasi lain yang didapat jemaat Shincheonji adalah disebarnya data-data pribadi mereka di internet.
Shincheonji memiliki 250.000 anggota di "Negeri Ginseng" dan 50.000 anggota di luar negeri.
Padahal, jemaat gereja lainnya hanya yang positif corona saja yang dimintai datanya, itu pun tidak disebar di internet.
Sementara itu Ketua Gereja Yesus Shincheonji dan HWPL, Lee Man-hee, dalam siaran pers mengatakan ada motif politik dalam penindasan ini.
"Menggunakan kami (Shincheonji), para korban Covid-19, sebagai kambing hitam mereka untuk menyembunyikan kesalahan mereka sendiri."
Dia menambahkan, "Menganiaya organisasi perdamaian, organisasi keagamaan, dan melanggar hak asasi manusia harus dihentikan di Korea."
https://www.kompas.com/global/read/2020/07/30/164901770/dituding-sekte-sesat-penyebar-virus-corona-di-korsel-begini-klarifikasi