Presiden yang sering dijuluki sebagai "Donald Trump dari negeri tropis" itu mengatakan, dia mulai merasakan tidak sehat pada Minggu (5/7/2020) dan setelah diperiksa hasilnya ia positif terserang Covid-19.
Melansir dari Sky News pada Rabu (7/7/2020), ini beberapa sikap Jair Bolsonaro yang serampangan menyikapi corona.
Pada 11 Maret
Sebelum corona menyebar sebagai pandemi di seluruh dunia, Bolsonaro mengklaim bahwa ada flu lain yang mampu membunuh lebih banyak orang dibanding corona.
"Dari apa yang saya amati sampai sekarang, ada jenis lain dari flu yang mampu membunuh orang lebih dari satu," ujar Bolsonaro.
Pada 18 Maret
Awal-awal seluruh negara merencanakan untuk lockdown, dia berkata, "Hari ini kita baru tahu, bahwa karena memiliki iklim tropis lebih panjang, kita bersikap seolah-olah ini adalah akhir...virus tidak menyebar secepat iklim hangat seperi yang kita rasakan."
Pada 20 Maret
Pengalaman diserang pada 2018, dia berkata, "Setelah ditikam, saya tidak akan jatuh hanya karena flu ringan."
Pada 24 Maret
Bolsonaro mengatakan jika terjangkit virus corona, dia "tidak akan merasakan apa-apa".
Pada 27 Maret
Ketika ditanya soal Covid-19, dia berkata kepada wartawan, "Maaf, beberapa orang akan mati, mereka akan mati, itulah hidup."
Pada 31 Maret
Presiden Brasil itu mencap para gubernur yang memberlakukan aturan karantina di daerah-daerah sulit ekonomi di Brasil, sebagai "pembunuh pekerjaan".
"Ketika situasinya sedang kacau, dengan jumlah massa pengangguran dan kelaparan, itu adalah kesempatan besar untuk pihak tertentu mengeksploitasi, mencari jalan untuk mendapatkan kekuasaan dan tidak akan pernah dilepasnya," ujar Bolsonaro.
Pada 11 April
Bolsonaro juga diketahui pernah menyepelekan aturan social distancing dengan melakukan pertemuan langsung dan berjabat tangan, serta berfoto dengan sekelompok apoteker, dan leluasa berkunjung ke tempat tinggal anaknya.
Pada 16 April
Balsonaro memecat Menteri Kesehatan yang tidak memiliki kesamaan pemikiran soal isolasi mandiri.
Pada 19 April
Orang nomor satu di Brasil ini memperlihatkan sikap yang menunjukkan gejala Covid-19 dan dampak karena mengabaikan aturan social distancing, dengan batuk berkali-kali saat berpidato.
Meskipun dia tidak mengindahkan bahayanya Covid-19, tapi sesungguhnya dia mengakui telah mengalami gejala terinfeksi.
Dia berkata pada Selasa (21/4/2020), "Mulai Minggu rasanya tidak nyaman dan menjadi semakin memburuk pada Senin, rasanya tidak enak, lelah, sedikit sakit otot, demam sampai 38 derajat."
Kemudian pada Juni, pemerintah Brasil ini diindikasi telah berusaha menyembunyikan perkembangan tingkat kematian karena kasus corona di negaranya.
Lantaran, ia telah menghentikan penerbitan data seputar jumlah kematian dan orang infeksi Covid-19.
Laporan dari Bloomberg pada Selasa (7/7/2020), mengatakan bahwa Brasil adalah salah satu pusat penyebaran Covid-19 yang terbesar setelah AS, dengan angka kematian yang menunjukan lebih dari 65.000 dan lebih dari 1,62 juta total kasus terinfeksi.
Kendati demikian, kebijakan dari pemerintah Brasil ini tidaklah konsisten. Lantaran, presiden yang berusia 65 tahun ini seringkali berselisih paham dengan pejabat negaranya mengenai penangan corona termasuk hal karantina.
Menteri kesehatan yang seharusnya fokus menangani corona sudah berganti sebanyak tiga kali selama masa pandemi. Saat ini, Kementerian Kesehatan Brasil dikomandoi oleh seorang jenderal militer.
Setelah 17 Juni, Menteri Nelson Teich mengundurkan diri hanya berselang satu bulan setelah diangkat pada 17 April, menggantikan Luiz Henrique Mandetta yang dipecat pada 16 April, karena memiliki perbedaan pendapat soal penyebaran dan upaya pencegahan Covid-19 di Brasil.
https://www.kompas.com/global/read/2020/07/08/114138870/akhirnya-tertular-begini-sikap-presiden-brasil-yang-remehkan-covid-19