Kini setahun telah berlalu, tetapi bekas demonstrasi yang berakhir ricuh itu masih terasa di Hong Kong.
Pada 9 Juni 2019, sekitar satu juta orang turun ke jalanan Hong Kong untuk menentang undang-undang yang memungkinkan ekstradisi ke China.
Lalu ketika para pemimpin kota bergabung, aksi unjuk rasa ini berubah demonstrasi besar-besaran, dan bentrokan dengan polisi terjadi selama 7 bulan beruntun.
Penangkapan massal dan larangan pertemuan publik selama pandemi virus corona sempat meredakan ketegangan, tetapi kini tensi memanas lagi usai Beijing mengesahkan UU Keamanan Nasional.
Meski begitu, bekas-bekas kerusuhan masih bisa dilihat di seluruh Hong Kong.
Universitas Politeknik Hong Kong contohnya, yang menjadi saksi bisu demonstrasi ini pada November 2019.
Sekarang kampus yang megah itu dikelilingi pembatas dan petugas keamanan memeriksa identitas para pengunjung yang hendak masuk.
Pembatas serupa juga dipasang di sekitar badan legislatif Hong Kong, kantor polisi di kawasan itu, kementerian pemerintah, dan kantor-kantor Beijing di sana.
Polisi sekarang jarang berpatroli dan biasanya berkeliling kurang dari empat kelompok. Beberapa mengenakan seragam biru mereka.
Saksi bisu bernama Lennon Wall
Di seluruh penjuru kota, paving yang dicabuti untuk dilemparkan ke polisi atau memaksa mundur mereka. Bongkahan paving itu dulu ditulisi kata-kata anti pemerintah.
Saat itu, banyak jembatan penyeberangan di jalan-jalan menjadi tempat pelemparan benda-benda dari atas.
"Sepanjang demonstrasi 2019, pengunjuk rasa 'mendekonstruksi' kota, merusak infrastruktur kota untuk mendukung protes mereka," terang Antony Dapiran seorang pengacara Hong Kong yang menulis buku tentang gerakan protes itu.
"Pemerintah Hong Kong, ketika mengetahui taktik demonstran, mulai mengambil tindakan balasan," lanjutnya dikutip dari AFP.
Selama berbulan-bulan, sebagian besar jalanan dipasangi penghalang. Namun, para pengunjuk rasa semakin jago membongkar penghalang itu dengan kunci pas dan bor.
Beberapa pekan terakhir penghalang baru dipasangi. Sementara itu "Lennon Walls" masih berdiri dengan poster-poster pro-demokrasi dan tulisan anti-pemerintah.
Beberapa tembok telah dipoles dan dicat ulang, tetapi Dapiran mengingatkan memoles ingatan orang akan jauh lebih sulit.
"Lennon Wall diubah dari sebuah situs menjadi sebuah ide, instrumen, dan ekspresi protes, dan sebagai hasilnya secara signifikan lebih kuat serta bertahan lama - dan, pada akhirnya, tidak bisa dihancurkan," katanya.
https://www.kompas.com/global/read/2020/06/09/154628370/setahun-berlalu-bekas-demo-pro-demokrasi-hong-kong-masih-terasa