Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Naya, Putri Tukang Sayur Bisa Kuliah Gratis Berkat Hafal Al Quran

Kompas.com - 23/09/2022, 05:30 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Menjadi seorang penghafal Al-Quran (Hafizah) ternyata bisa menjadi tiket masuk perguruan tinggi melalui jalur beasiswa.

Seperti cerita Hafizah Bunayya Latifah, mahasiswa baru Universitas Muhammadiyah Surabaya Program Studi Farmasi yang merasa bahwa dirinya mendapat banyak berkah dan kemudahan hidup berkat menghafal Al-Quran 30 Juz.

Putri pasangan Marzuki (52 tahun) yang bekerja sebagai tukang bangunan dan Nur Afifah (42 tahun) sebagai pedagang sayur keliling tersebut berhasil memperoleh beasiswa pendidikan secara penuh di UM Surabaya melalui jalur beasiswa tahfidz.

Baca juga: Kisah Putri, Siswi Madrasah Anak Petani, Raih Beasiswa Kuliah ke Kanada

Ia mengatakan, sejak SD hingga SMP ia tak memiliki cita-cita menjadi seorang hafidzah. Bahkan, jelas Naya, untuk mengaji Al-Quran saja makhorijul huruf masih berantakan.

“Dari kecil hingga SMP saya sekolah negeri jadi untuk pengetahuan agama saya sangat kurang. Kalau orang Jawa bilang ngaji saya waktu itu plegak-plegok,” beber Naya, dilansir dari laman UM Surabaya.

Setelah lulus dari SMP, keluarganya meminta untuk melanjutkan sekolah di Pondok Pesantren. Hal tersebut beberapa kali ditolaknya, lantaran bayangan pondok pesantren dalam pikirannya sangat menakutkan, banyak tekanan, dan tidak memiliki kebebasan.

Namun, sang ibu tetap memberikan motivasi bahwa pembelajaran di pondok tidak akan pernah ditemukan di bangku sekolah. Menurut Naya yang membuat hatinya tergerak untuk berangkat mondok adalah beberapa kali ucapan ibunya.

“Kalau kamu tidak bisa mengaji, nanti kalau bapak ibu meninggal siapa yang akan mendoakan?” ucapnya.

Baca juga: Sosok Muhammad Ilyas, Siswa Madrasah Peraih Nilai Sempurna UTBK 2022

Rupanya, setelah satu tahun mondok di Pesantren Modern Jatirogo, Naya belum menemukan kenyamanan ia harus beradaptasi dengan lingkungan selama 1 tahun.

Di tahun pertama itu merupakan tahun terberat baginya karena harus jauh dari orang tua, pembelajaran sulit diterima karena penggunaan bahasa serta ekstrakulikuler hafal Al-Quran yang menjadi ekstrakulikuler wajib.

“Tahun pertama akademik saya hancur, hafalan juga pas-pasan. Waktu itu rasanya ingin menyerah dan pulang saja ke rumah. Namun kalau ingat kerja keras orang tua agar saya bisa bersekolah rasanya tak pantas mengeluh,”kenangnya.

Saat kelas 2 SMA, ia mulai menata niat dan mengejar yang menurutnya tertinggal. Ada satu kalimat pamungkas yang membuat diriya bersemangat. Kalimat itu datang dari salah satu guru.

Menurut gurunya, seorang Hafiz menghafal Al-Quran 30 Juz bisa menyelamatkan anggota keluarga atau orang yang disayanginya dari siksaan api neraka di akhirat kelak.

Setelah tiga tahun lulus dari sekolah ia mengantongi hafalan 4 juz. Setelah kembali pulang ke rumah ia belum berkesempatan melanjutkan kuliah, namun orang tuanya juga tak mengizinkannya bekerja.

Akhirnya, ia melanjutkan mondok di tempat yang berbeda selama 2 tahun sehingga ia mengantongi hafalan 30 juz hingga saat ini.

Baca juga: RUU Sisdiknas Tak Masuk Prolegnas, Nadiem: Yang Penting Hati Tulus Kinerja Bagus

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com