KOMPAS.com - Awal Mei 1998, desakan untuk melakukan reformasi di Indonesia semakin kuat. Kelompok mahasiswa di berbagai wilayah gencar melakukan demonstrasi menuntut perbaikan ekonomi serta pergantian kepemimpinan nasional.
Di tengah situasi politik dan keamanan nasional yang tidak menentu, Presiden Soeharto berkunjung ke Mesir untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-15, pada 9 Mei 1998.
Ia terbang ke Mesir menggunakan Pesawat Garuda MD-11 yang lepas landas dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Baca juga: 21 Tahun Lalu, Soeharto Persingkat Kunjungan ke Mesir...
Diberitakan Harian Kompas edisi 10 Mei 1998, sebelum berangkat ke Mesir, Soeharto sempat memberi keterangan kepada awak media.
Ia menegaskan bahwa ketenangan, keamanan, dan ketenteraman diperlukan untuk menjaga kepercayaan investor yang menanamkan modalnya di Indonesia.
Soeharto berharap situasi di tanah air bisa kondusif selama ia melakukan lawatan ke Mesir. Menurutnya, jangan sampai keinginan reformasi mengorbankan segalanya, termasuk pembangunan yang telah dicapai.
"Saya percaya, rakyat menyadari betapa pentingnya stabilitas nasional, khususnya stabilitas politik. Lebih-lebih di saat kita akan mengadakan perbaikan-perbaikan akibat krisis. Semua ini memerlukan ketenangan, keamanan, dan ketentraman," kata Soeharto, kepada wartawan di Bandara Halim Perdanakusuma.
Setelah tiba di Mesir pada 11 Mei, Soeharto mengikuti pertemuan KTT G-15 dengan memberikan pemaparan terkait kondisi perekonomian di Asia, terutama Indonesia. Dilansir Harian Kompas edisi 12 Mei 1998, Soeharto mengatakan, krisis ekonomi telah melenyapkan sebagian besar hasil pembangunan nasional yang dilaksanakannya.
Kata Soeharto, Indonesia akan terus melakukan upaya untuk menanggulangi krisis ekonomi dan krisis moneter melalui serangkaian reformasi di bidang ekonomi dan keuangan.
Selain menghadiri acara KTT G-15, Soeharto juga memiliki beberapa agenda lain, salah satunya bertemu dengan Presiden Mesir saat itu, Hosni Mubarak di Istana Al Ittihadiyah. Rencananya Soeharto baru akan pulang ke Indonesia pada 15 Mei.
Namun secara tiba-tiba, rencana kepulangan itu dimajukan menjadi 14 Mei. Agenda kunjungan Soeharto di Kairo terpaksa berubah. Pertemuannya dengan Hosni Mubarak pun dimajukan dan hanya dilakukan di Hotel Sheraton Heliopolis.
Baca juga: Saat Soeharto Tetap ke Mesir di Tengah Gejolak Demonstrasi Mahasiswa
Keputusan untuk mempercepat kepulangan ke Indonesia dilakukan Soeharto usai terjadi kerusuhan pada 13 Mei. Namun tidak diketahui dengan pasti apakah hal itu yang menjadi penyebab utamanya.
Namun ketika menginap di Hotel Sheraton Heliopolis, sejumlah wartawan Mesir serta asing, mencoba untuk menemui Soeharto. Mereka ingin meminta tanggapan Soeharto terkait dengan situasi di Indonesia yang tengah memanas.
Banyaknya wartawan yang datang Hotel Sheraton Heliopolis, membuat aparat keamanan Mesir memblokir hotel, sehingga para wartawan tidak diizinkan masuk hotel dan terpaksa menunggu berjam-jam di depan pintu masuk.
Ketika Soeharto kembali ke Indonesia, situasi kala itu kian memanas. Aksi mahasiswa meluas, kemudian kerusuhan yang terjadi juga membuat stabilitas politik semakin tidak menentu.
Kondisi itu membuat Soeharto sebagai presiden terpojok. Pada 19 Mei 2022 Soeharto mengatakan bahwa ia siap untuk melepas jabatan presiden jika diminta mundur.
"Bagi saya, sebetulnya mundur dan tidaknya itu tidak menjadi masalah. Yang perlu kita perhatikan itu, apakah dengan kemunduran saya itu, kemudian keadaan ini akan segera bisa diatasi," kata Soeharto, dilansir Harian Kompas edisi 20 Mei 1998.
Pada kesempatan itu, Soeharto juga mengumumkan akan melaksanakan pemilihan umum secepatnya, berdasarkan Undang-undang (UU) Pemilu yang baru. Ia juga menegaskan, tidak bersedia lagi dicalonkan sebagai presiden.
Baca juga: Utang yang Tak Kunjung Lunas: Pelanggaran HAM Berat pada Masa Lalu
Soeharto berjanji akan segera membentuk Komite Reformasi yang bertugas untuk menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD; UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi, sesuai dengan keinginan masyarakat.
Jelang dua hari setelah itu, pada 21 Mei, Soeharto memilih mundur sebagai presiden. Pengumuman itu ia sampaikan di Istana Merdeka sekitar pukul 09.00 WIB.
Dalam pidatonya, Soeharto mengakui bahwa langkah tersebut diambil setelah melihat perkembangan situasi nasional saat itu.
Kunjungannya ke Mesir pun menjadi aktivitas terakhir Soeharto di luar negeri sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Artikel mengenai detik-detik dan kronologi jatuhnya kekuasaan Soeharto dapat dibaca dalam: VIK: Kejatuhan (daripada) Soeharto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.