Farwiza aktif di Yayasan Hutan, Alam, dan Lingkungan Aceh (HAkA), sebuah organisasi non-profit yang fokus pada tata kelola lahan dan hutan di Aceh. Ia getol melawan eksploitasi dan ekspansi yang mengancam ekosistem Leuser.
Farwiza bersama aktivis lingkungan lain dan masyarakat melakukan advokasi terhadap kejahatan lingkungan di Aceh. HAkA didirikan pada 2012, beberapa bulan setelah Badan Pengelola Kawasan Ekosistem Leuser (BPKEL) dibubarkan.
Dalam menjaga hutan, Farwiza dan kawan-kawannya sering berhadapan dengan korporasi dan pemerintah.
Seperti halnya ketika ia bersama delapan warga yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Aceh Menggugat (GeRAM) menggugat Peraturan Daerah (Perda) Nomor 19 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh.
Perda tersebut digugat karena tidak memasukkan Leuser sebagai kawasan strategis nasional. Menurut Farwiza, hal itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 mengenai Penataan Ruang dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Meski untuk melawan perusahaan dan pemerintah bukan perkara mudah, namun Farwiza selalu optimistis bahwa gerakan yang dibangun bersama akan membuahkan hasil.
Salah satu contohnya adalah ketika warga memenangkan gugatan atas PT Kalista Alam yang melakukan pembakar lahan gambut di Rawa Tripa, Nagan Raya.
Awalnya, warga pesimistis dapat mengalahkan perusahaan. Pada akhirnya perkara itu berhasil dimenangkan, PT Kalista Alam divonis bersalah dan wajib membayar denda Rp 366 miliar.
”Yang kami perjuangkan ini bukan untuk pribadi, tetapi untuk Aceh dan generasi ke depan. Merusak hutan sama saja merusak rumah tempat kita tinggal,” ujar perempuan kelahiran Banda Aceh, 1 Mei 1986 itu.
Bagi Farwiza hutan Aceh berperan besar bagi dunia. Bahkan, tokoh sekelas Leonardo DiCaprio pernah mengampanyekan penyelamatan hutan Aceh, terutama Leuser.
Akhir Maret 2016, Farwiza menemani Leonardo mengunjungi Leuser dan pusat konservasi gajah di Aceh Timur.
Kendati begitu, Farwiza gelisah melihat kondisi Leuser yang terus berada dalam ancaman.
Alih fungsi lahan dan perambahan membuat tutupan hutan terus berkurang. Hal itu berdampak pada bencana ekologis dan konflik satwa yang kian marak.
Dikutip dari Kompas.com, Farwiza berharap kerja-kerja penyelamatan hutan, lingkungan, dan alam di Aceh mendapat dukungan banyak pihak.
Peringatan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa ekosistem Leuser di ambang kepunahan harusnya menjadi alarm keras bagi Indonesia untuk menjaga ekosistem Leuser sebagai paru-paru dunia.
“Salah satu yang terus kami lakukan adalah mengubah pola pikir, bahwa membangun ekonomi itu tidak bertolak belakang dengan menjaga lingkungan," kata Farwiza.
"Harus tercipta pembangunan ekonomi yang adil dan lestari dan bukan sistem ekonomi yang predatoris,” ungkapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.