Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dampak Infodemik, Cakupan Imunisasi Dasar Tidak Optimal

Kompas.com - 09/03/2023, 13:40 WIB
Rosy Dewi Arianti Saptoyo,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Cakupan imunisasi dasar lengkap di Indonesia menurun selama pandemi Covid-19.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), masih banyak provinsi yang belum memenuhi target imunisasi sebesar 90 persen.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan, salah satu penyebab belum optimalnya cakupan imunisasi yakni penyebaran infodemik.

Infodemik merujuk pada fenomena menyebarnya informasi dengan sangat cepat melalui berbagai sumber yang belum tentu benar.

Pada 2 Februari 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengingatkan bahaya infodemik.

Menurut WHO, masifnya infodemik membuat orang semakin kesulitan memercayai informasi yang diterima.

"Tentunya infodemik dan hoaks ini memang sangat memengaruhi persepsi risiko yang muncul pada masyarakat," ujar Nadia, dalam webinar bertajuk "Pelajaran dari Pandemi: Kesehatan Rumit Gara-gara Infodemik", yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Selasa (7/3/2023).

Baca juga: Kasus Campak di Papua Tengah Melonjak, Kemenkes Bakal Tingkatkan Imunisasi

Setidaknya ada 9 sampai 10 vaksin imunisasi dasar lengkap yang wajib diberikan kepada balita dan anak-anak.

Imunisasi dasar bertujuan untuk mencegah berbagai penyakit, seperti TBC, BCG, hepatitis, campak, rubella, polio, tetanus, dan sebagainya.

Anak-anak akan memiliki risiko terjangkit penyakit menular yang tinggi apabila tidak mendapat imunisasi.

Sebelum pandemi, cakupan imunisasi dasar lengkap dapat mencapai 95 persen. Kemudian pada 2022, Kemenkes menetapkan target cakupan imunisasi 90 persen di tiap provinsi.

Kendati demikian, menurut data yang dipaparkan Nadia, terdapat 10 provinsi yang cakupan imunisasinya masih di bawah target.

Provinsi Aceh menjadi daerah dengan cakupan imunisasi terendah yakni 48,10 persen, disusul Papua sebesar 57,41 persen.

Selanjutnya Sumatera Barat 72,21 persen, Nusa Tenggara Timur 78,51 persen, Papua Barat 81,51 persen, dan Maluku 83,68 persen.

Kemudian Kalimantan Barat 83,98 persen, Riau 86,66 persen, Sulawesi Tenggara 87,12 persen, dan Sulawesi Barat 89,43 persen.

"Bisa kita lihat seperti Aceh, Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Timur dan Papua Barat yang kemarin kita tahu ada kasus campak di sana. Itu karena capaiannya tidak optimal," kata dia.

Baca juga: Anak-anak di Garut Terserang Difteri, Imunisasi dan Sanitasi Jadi Penyebab

Persepsi keliru soal vaksin

Nadia menuturkan, masih banyak masyarakat yang memiliki persepsi keliru soal vaksin. Padahal, pandemi Covid-19 seharusnya menjadi bukti bagaimana vaksin dapat membantu mengendalikan wabah.

Salah satu alasan orangtua menolak imunisasi untuk anak yakni ketakutan akan kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI).

Selain itu, menurut Nadia, ada sejumlah alasan lain masyarakat tidak melakukan imunisasi, misalnya takut anak yang tadinya sehat menjadi demam, takut dengan informasi anak menjadi lumpuh, bahkan meninggal, dan rumor soal kehalalan vaksin.

Selain itu ada pula pengaruh dari tokoh agama atau tokoh masyarakat, lebih memilih langsung berobat apabila sakit dibandingkan mencegah dengan vaksin, dan tidak percaya vaksin.

Nadia mengatakan, ketakutan dan ketidakpercayaan pada vaksin juga merupakan akibat dari penyebaran infodemik selama pandemi Covid-19.

Baca juga: Ada Temuan 90 Kasus Campak pada Anak, Pemkot Jakut Kejar Capaian Imunisasi MR

Beberapa hoaks soal vaksin yang muncul selama pandemi antara lain, penerima vaksin akan meninggal dua tahun setelah vaksinasi, vaksin Covid-19 mengandung unsur magnetik, chip pelacak, dan dapat mengubah genom.

Hoaks lainnya, vaksin disebut memiliki efek memperbesar kelamin pria, vaksin diklaim hanya untuk percobaan karena terdapat label uji klinis pada kemasan, vaksin mengandung vero cell dan bahan tidak halal.

Hoaks seputar kesehatan memang telah ada sebelum Covid-19 merebak. Namun, gelombang informasi keliru meningkat pada masa pandemi.

Meski tidak dapat dipetakan dengan data, tetapi penerimaan masyarakat terhadap imunisasi cenderung berkurang.

"Infodemik itu tidak secara rutin kita lakukan monitoring, tetapi memang cakupan vaksinasi atau imunisasi pada bayi itu tergantung pada aspek penerimaan," kata Nadia.

Nadia menyadari, edukasi kepada masyarakat bukan hal yang mudah. Oleh sebab itu, semua pihak diharapkan berperan untuk menjangkau masyarakat yang tidak mendapat akses informasi soal pentingnya imunisasi.

Baca juga: Kasus Campak Meningkat di Sejumlah Daerah di Jatim, Gubernur: Segera Lengkapi Imunisasi Anak

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Fakta Vaksin AstraZeneca: Efektivitas, Keamanan, dan Penggunaan di Indonesia

Fakta Vaksin AstraZeneca: Efektivitas, Keamanan, dan Penggunaan di Indonesia

Data dan Fakta
Pemberantasan Wabah Cacar, dari Teknik Kuno hingga Penemuan Vaksin

Pemberantasan Wabah Cacar, dari Teknik Kuno hingga Penemuan Vaksin

Sejarah dan Fakta
Berbagai Manipulasi Video Figur Publik Promosikan Judi 'Online'

Berbagai Manipulasi Video Figur Publik Promosikan Judi "Online"

Hoaks atau Fakta
Peristiwa Cimanggis 1998, Upaya Reformasi dan Menumbangkan Orde Baru

Peristiwa Cimanggis 1998, Upaya Reformasi dan Menumbangkan Orde Baru

Sejarah dan Fakta
[HOAKS] Prabowo Akan Menikahi Sofiatun Gudono pada 20 Mei

[HOAKS] Prabowo Akan Menikahi Sofiatun Gudono pada 20 Mei

Hoaks atau Fakta
Kebencian terhadap Perang Nuklir yang Melahirkan Godzilla

Kebencian terhadap Perang Nuklir yang Melahirkan Godzilla

Sejarah dan Fakta
[HOAKS] Cristiano Ronaldo Kritik Penampilan Marselino Ferdinan

[HOAKS] Cristiano Ronaldo Kritik Penampilan Marselino Ferdinan

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Pelatih Timnas Guinea Kaba Diawara Sebut Indonesia Negara Miskin

[HOAKS] Pelatih Timnas Guinea Kaba Diawara Sebut Indonesia Negara Miskin

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks Saldi Isra Mundur dari Hakim MK, Simak Bantahannya

INFOGRAFIK: Hoaks Saldi Isra Mundur dari Hakim MK, Simak Bantahannya

Hoaks atau Fakta
Misteri Penemuan Mayat di Kepulauan Seribu pada 1998...

Misteri Penemuan Mayat di Kepulauan Seribu pada 1998...

Sejarah dan Fakta
[HOAKS] Lionel Messi Kritik Marselino Ferdinan karena Bermain Egois

[HOAKS] Lionel Messi Kritik Marselino Ferdinan karena Bermain Egois

Hoaks atau Fakta
Beethoven Diyakini Tak Sepenuhnya Tuli Saat Debut 'Symphony No. 9'

Beethoven Diyakini Tak Sepenuhnya Tuli Saat Debut "Symphony No. 9"

Sejarah dan Fakta
[HOAKS] Guinea Mundur dari Babak Play-off Olimpiade Paris 2024

[HOAKS] Guinea Mundur dari Babak Play-off Olimpiade Paris 2024

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Pertemuan Jokowi dan Megawati di Istana pada 2016

[KLARIFIKASI] Video Pertemuan Jokowi dan Megawati di Istana pada 2016

Hoaks atau Fakta
Hoaks, Spongebob Squarepants Terinspirasi Kisah Tragis Bocah 9 Tahun

Hoaks, Spongebob Squarepants Terinspirasi Kisah Tragis Bocah 9 Tahun

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com