Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.
KOMPAS.com - Sebuah unggahan di media sosial memuat narasi bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan bukti Presiden Joko Widodo membeli ijazah.
Dalam unggahan itu juga disebutkan Jokowi membeli ijazah menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Setelah ditelusuri narasi tersebut tidak benar atau hoaks.
Narasi bahwa KPK menemukan bukti Jokowi membeli ijazah dengan APBN muncul di Facebook, salah satunya dibagikan oleh akun ini.
Akun tersebut membagikan sebuah tautan video di YouTube pada 15 Februari dengan judul:
Pakai Uang APBN Untuk Beli Ijazah ! Bukti Transaksi Di Temukan Saat Kpk Geledah Ruangan Jokowi??Viral~
Akun tersebut juga menuliskan keterangan demikian:
Kalau sekolah cuma sampai pintu gerbang begini adanya Presiden penuh dengan kepalsuan
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Kompas.com, narator video justru membahas hal yang tidak terkait narasi soal bukti Jokowi membeli ijazah menggunakan APBN.
Narator hanya membacakan artikel di laman Warta Ekonomi ini. Artikel tersebut memuat informasi tentang munculnya seorang pria bernama Bambang Surojo dalam sidang gugatan ijazah palsu Jokowi pada Selasa 18 Oktober 2022.
Bambang mengaku sebagai salah satu teman sekelas Jokowi ketika di SMA. Menurut Bambang dirinya hadir ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menyaksikan jalannya persidangan.
Kemudian terdapat potongan video saat Bambang menunjukkan contoh ijazah SMA miliknya sekaligus fotokopi ijazah Jokowi yang telah dilegalisasi. Klip tersebut identik dengan video di Kompas TV ini.
Sementara itu Bambang Tri Mulyono, penggugat ijazah Presiden Jokowi, telah mencabut gugatan pada akhir Oktober 2022 melalui kuasa hukumnya.
Dilansir Kompas.com, Kuasa hukum Bambang Tri, Ahmad Khozinudin mengungkapkan, gugatan itu dicabut karena saat ini kliennya telah berstatus sebagai tersangka dalam kasus dugaan ujaran kebencian.
"Langkah hukum yang kami tempuh ini adalah upaya untuk melindungi kepentingan klien kami. Kalau perkara tidak dicabut, perkara akan kalah di persidangan maka klien kami akan kehilangan hak hukum," ujar Khozinudin, dalam konferensi pers, Kamis 27 Oktober 2022.