KOMPAS.com - Madame Butterfly merupakan salah satu judul opera karya Giacomo Puccini yang masih dipentaskan hingga lebih dari 100 tahun kemudian.
Dikutip dari History, Puccini memutuskan untuk mendedikasikan hidupnya pada opera setelah menonton pertunjukan berjudul Aida karya Giuseppe Verdi pada 1876.
Selain Madame Butterfly (1904), ia juga mementaskan La Boheme (1896) dan Tosca (1900), yang sangat terkenal. Demikian juga Turandot yang belum tuntas ditulis konsepnya karena komposer asal Italia itu meninggal pada 1900.
Semua judul itu tak pernah langsung berhasil pada pertunjukan pertamanya. Contohnya Madame Butterfly yang dipentaskan pertama di teater La Scala di Milan, Italia, pada 17 Februari 1904.
Sejak babak pertama, sikap sinis dan olokan penonton diarahkan ke panggung. Diperkirakan penerimaan negatif itu disebabkan latar yang asing atau mirip dengan karya-karya Puccini sebelumnya.
Pendapat lain mengatakan, penonton sebetulnya mencemooh persepsi seksual karakter utama Cio-Cio-San, yang dianggap tidak bermoral, sebagaimana dikutip dari The Guardian.
Awalnya Madame Butterfly merupakan judul naskah drama yang ditulis David Belasco pada 1900. Kemudian Puccini membuat versi pertunjukan operanya dalam dua babak.
Dengan adanya reaksi negatif penonton dalam pertunjukan pertama, ia mengevaluasi dan mengubah pertunjukan menjadi tiga babak dan memberikan sejumlah pembaruan.
Empat bulan kemudian, Madame Butterfly kembali ditampilkan di gedung Teatro Grande di Kota Brescia, Italia. Kali ini penonton bertepuk tangan dengan meriah.
Apresiasi demi apresiasi diterima Puccini hingga Madame Butterfly meraih kesuksesan dan dipentaskan di New York, Amerika Serikat (AS), pada tahun 1907.
Opera Madame Butterfly menceritakan tokoh Cio-Cio-San, anak perempuan yang hidup miskin tanpa ayah.
Dia seorang geisha yang dijual kepada seorang perwira Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) bernama Benjamin Franklin Pinkerton.
Latar cerita merupakan rumah Cio-Cio-San di sebuah bukit yang memiliki pemandangan mengarah ke Pelabuhan Nagasaki, Jepang, pada periode 1900-an.
Tidak dijelaskan bagaimana Pinkerton berada di Jepang. Namun pada tahun-tahun tersebut kegiatan imigrasi antara warga AS dan Jepang sudah bisa dilakukan, sebagaimana dikutip dari situs Departement of State AS.
Selain menjadi korban perdagangan dan eksploitasi, Cio-Cio-San dibuat mabuk cinta dan menikah dengan Pinkerton pada usia 15 tahun. Dia berpikir Pinkerton merupakan cinta sejati.