Kesuksesannya mengilhami film dengan nama yang sama (dirilis pada 1984) dan mendorong Miyazaki dan Takahata untuk menjalin kerja sama yang lebih permanen.
Keduanya meluncurkan Studio Ghibli pada 1985, dan pada tahun berikutnya Tenku no shiro Rapyuta (Castle in the Sky) garapan Miyazaki dirilis di Jepang dan Nausicaa dirilis di Amerika Serikat sebagai Warriors of the Wind.
Pada 1988, Studio Ghibli menelurkan dua film yang hingga kini masih dikenang sebagai mahakarya, yaitu Tonari no Totoro (My Neighbor Totoro) karya Miyazaki dan Hotaru no haka (Grave of the Fireflies) yang disutradarai Takahata.
Kesuksesan kedua film itu dilanjutkan karya-karya Miyazaki berikutnya, Majo no takkyubin (1989; Kiki's Delivery Service), yang mengisahkan kisah seorang penyihir muda yang beranjak dewasa, dan Kurenai no buta (1992; Porco Rosso), petualangan pilot Perang Dunia I yang dikutuk untuk memiliki wajah babi.
Keberhasilan kedua film tersebut menjadi pondasi untuk Mononoke-hime (Princess Mononoke) tahun 1997, sebuah blockbuster yang memecahkan rekor box-office Jepang.
Film ini menghadirkan beberapa tema khas Miyazaki, seperti konflik antara kemajuan peradaban manusia dan tatanan alam, serta koeksistensi dunia spiritual dengan dunia fisik.
Miyazaki kembali menelurkan mahakarya lewat Sen to Chihiro no kamikakushi (2001; Spirited Away) yang merebut hadiah utama di Berlin International Film Festival 2002, memenangi film Asia terbaik di Hong Kong Film Awards, dan dinobatkan sebagai film animasi terbaik di Academy Awards 2003.
Di negara asalnya Jepang, film tersebut memenangi film terbaik di Penghargaan Akademi Jepang 2002 dan menggeser posisi Titanic sebagai film terlaris dalam sejarah Jepang.
Film tersebut mengisahkan Chihiro, seorang gadis muda biasa yang sedikit manja, mengembara jauh dari orang tuanya dan memasuki dunia dewa dan sihir. Di sana, dia harus menggunakan akalnya dalam upaya untuk mendapatkan kembali namanya dan kembali ke dunia manusia.
Baca juga: Demon Slayer Geser Spirited Away Jadi Film Jepang Terlaris Sepanjang Masa
Miyazaki mengikuti kesuksesan fenomenal Spirited Away dengan Hauru no ugoku shiro (2004; Howl's Moving Castle), kisah gadis muda yang dikutuk dengan tubuh wanita tua dan pencarian yang membawanya ke kastil bergerak yang legendaris. Film tersebut dinominasikan untuk Academy Award pada 2006.
Pada 2008, Ghibli merilis Gake no ue no Ponyo (Ponyo), garapan Miyazaki yang kali ini ditargetkan untuk penonton yang lebih muda daripada kebanyakan film-filmnya sebelumnya. Kendati demikian film ini tetap masuk jajaran teratas box-office Jepang.
Miyazaki kemudian menulis skenario untuk rilisan Ghibli berikutnya, Karigurashi no Arietti (2010; The Secret World of Arrietty), yang diadaptasi dari buku anak-anak Mary Norton, The Borrowers, dan Kokurikozaka kara (2011; From Up on Poppy Hill), kisah dewasa yang diadaptasi dari serial manga dan disutradarai oleh putra Miyazaki, Goro.
Garapan Miyazaki berikutnya, Kaze tachinu (2013; The Wind Rises) adalah gambaran impresionistik dari kehidupan insinyur Horikoshi Jiro, yang merancang pesawat tempur yang digunakan oleh Jepang selama Perang Dunia II.
Film ini didasarkan pada manga Miyazaki dengan judul yang sama, dan dinominasikan untuk Academy Award pada 2014.
Miyazaki menyatakan bahwa Kaze tachinu akan menjadi film panjang terakhirnya, dan dia mulai mengerjakan Kemushi no Boro (Boro the Caterpillar), sebuah film pendek untuk Museum Ghibli di Mitaka.