KOMPAS.com - Data terbaru menunjukkan Indonesia berhasil mengurangi kehilangan hutan primer selama lima tahun berturut-turut pada 2021.
Data yang dihimpun Global Forest Watch menunjukkan, tingkat kehilangan hutan primer Indonesia pada 2021 berkurang 25 persen dibanding pada 2020.
Menurut Global Forest Watch, berlanjutnya tren penurunan kehilangan hutan pada 2021 ini merupakan hal yang patut dirayakan, dan menunjukkan bahwa Indonesia berada di jalur yang tepat untuk memenuhi komitmen iklimnya.
Pada 2021, Indonesia memperbarui rencana iklim nasional dengan komitmen untuk mengurangi emisi di sektor hutan dan penggunaan lahan sehingga menjadi penyerap karbon bersih pada 2030.
Global Forest Watch menyebutkan, tren penurunan yang terus berlanjut juga menunjukkan bahwa komitmen korporasi dan tindakan pemerintah berjalan dengan baik.
Penelitian baru menunjukkan deforestasi yang terkait dengan kelapa sawit berada pada titik terendah dalam 20 tahun.
Komitmen No Deforestation, No Peat, and No Exploitation (NDPE) sekarang mencakup 83 persen kapasitas penyulingan minyak sawit di Indonesia dan Malaysia, dan lebih dari 80 persen industri pulp dan kertas di Indonesia.
Selanjutnya, Roundtable on Sustainable Palm Oil memperketat persyaratan sertifikasi berkelanjutan pada 2018 untuk melarang deforestasi dan pembukaan lahan gambut.
Penurunan tersebut juga mencerminkan upaya pemerintah Indonesia untuk mengurangi hilangnya hutan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meningkatkan upaya pemantauan dan pencegahan kebakaran setelah kebakaran hutan dan gambut yang meluas pada 2015.
Pemerintah juga mengeluarkan moratorium permanen konversi hutan primer dan lahan gambut, dan memperluas mandat Badan Restorasi Gambut untuk memasukkan perlindungan dan restorasi mangrove serta lahan gambut.
Mangrove merupakan ekosistem penting bagi keanekaragaman hayati dan pengatur dampak cuaca ekstrem.
Meski tren positif ini patut dirayakan, namun Global Forest Watch menegaskan bahwa Indonesia perlu memperkuat upaya perlindungan hutan untuk mempertahankannya.
Harga kelapa sawit, yang cenderung berkorelasi dengan deforestasi terkait kelapa sawit, mulai meningkat pada 2020 dan sekarang berada pada level tertinggi dalam 40 tahun.
Pembekuan sementara izin perkebunan kelapa sawit baru tidak diperpanjang pada 2021, sehingga membuka pintu ekspansi perkebunan sebagai respons terhadap kenaikan harga.
Selain itu, pemerintah Indonesia baru-baru ini mencabut ratusan izin operasi penebangan, perkebunan, dan kegiatan pertambangan di kawasan hutan.
Jika wilayah-wilayah ini didistribusikan kembali kepada masyarakat lokal dan masyarakat adat untuk pengelolaan hutan berbasis masyarakat, pencabutan itu bisa menjadi tonggak penting menuju pengakuan yang lebih kuat atas hak-hak adat dan perlindungan hutan.
Namun, ada juga kemungkinan bahwa kawasan ini direalokasikan ke korporasi yang dengan cepat akan memanfaatkannya, sehingga menyebabkan lebih banyak hilangnya hutan.
Terakhir, ada risiko bahwa upaya Indonesia untuk memulai pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19 akan memberikan dampak pada kelestarian hutannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.