KOMPAS.com - Peter Parker alias Spider-Man adalah karakter pahlawan fiksi dari Marvel yang mendapatkan kekuatannya karena gigitan laba-laba radioaktif.
Dalam komik dan filmnya, Spider-man digambarkan memiliki kekuatan fisik melebihi manusia normal, mampu menembakkan jaring laba-laba, dan juga reflek luar biasa tangkas.
Tak kalah menarik, Spider-Man juga memiliki kemampuan yang disebut Spider-Sense, yang membuatnya mampu merasakan bahaya atau serangan yang mengarah kepadanya.
Di dunia nyata, kemampuan mirip Spider-Sense ini ternyata juga dimiliki oleh laba-laba.
Dilansir dari Fauna Facts, kemampuan mirip Spider-Sense ini ternyata dimiliki laba-laba berkat rambut halus di kaki mereka yang disebut trichobothria.
Rambut halus ini digunakan laba-laba untuk mendeteksi gerakan di sekitar mereka, terutama gerakan di udara.
Trichobothria responsif terhadap gerakan di udara di sekitar laba-laba sehingga begitu seekor binatang terbang, mereka terpicu dan mengirimkan sinyal ke otak laba-laba bahwa ada binatang yang terbang lewat.
Rambut halus ini juga sangat sensitif, karena mereka dapat menangkap gerakan sekecil apa pun yang terjadi di dekat laba-laba.
Hal ini membuat laba-laba mampu mendapatkan informasi akurat tentang keberadaan hewan lain di sekitar mereka, terutama predator terbang dan serangga.
Berkat sensitivitas tinggi dari rambut ini, laba-laba juga dapat mengetahui dari arah mana hewan itu bergerak dan ukurannya, tanpa harus menggunakan matanya.
Dilansir dari Wired, sebuah penelitian pada 2011 menunjukkan bahwa trichobothria berfungsi atau bekerja seperti sebuah telinga raksasa bagi laba-laba.
Para peneliti di masa lalu mengira setiap rambut bertindak sebagai satu-kesatuan, seperti rambut yang ditemukan di koklea telinga bagian dalam manusia.
Namun, penelitian yang dipublikasikan di Journal of the Royal Society Interface pada 14 Desember 2011 menunjukkan, setiap helai rambut trichobothria bekerja seperti telinga tunggal dan bersama-sama mengubah kerangka luar laba-laba menjadi satu telinga raksasa.
Rambut-rambut tersebut merespons paling baik terhadap suara antara sekitar 40 Hz, gemuruh bass yang rendah, dan 600 Hz, atau setara suara klakson mobil (telinga manusia dapat mendeteksi antara 20 Hz dan 20.000 Hz).
"Mereka (trichobothria) beroperasi seperti filter band-pass atau mikrofon, tidak seperti rambut di telinga manusia," kata Brice Bathellier, ahli fisika dari Institut Patologi Molekuler di Wina, Austria, yang terlibat dalam penelitian itu.
Bathellier mengatakan, setiap helai rambut berfungsi sebagai telinga tunggal yang menyaring setiap suara yang diterima dan membidik informasi yang relevan secara biologis, seperti lompatan jangkrik yang tidak waspada atau laba-laba yang menyelinap.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.