KOMPAS.com - Sebuah unggahan media sosial di Korea Selatan menyebarkan narasi keliru yang menyebutkan bahwa Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menerima klaim teritorial Korsel atas sebagian wilayah di Antarktika.
"[Eksklusif] Antarktika kini diakui sebagai teritori Korea Selatan dalam Sidang Umum PBB," demikiam klaim yang ditulis pengunggah dalam bahasa Korea.
Klaim ini diunggah melalui sebuah video di YouTube pada 21 Juni 2022, lalu diedarkan lagi di Facebook pada tanggal yang sama.
Teks itu juga menyebutkan bahwa "Korea Selatan dan delapan negara lain membagi teritori Antarktika, Jepang tidak termasuk. Jepang yang terkejut (dengan keputusan ini) mempertimbangkan keluar dari PBB".
Dilansir dari AFP, dalam narasi video berdurasi 8 menit itu disebutkan bahwa Sidang Umum PBB digelar untuk mendiskusikan pembagian teritori wilayah di Kutub Selatan itu.
"Secara mengejutkan, Korea Selatan dibolehkan mendapat porsi signifikan Antarktika karena berkontribusi mengembangkan wilayah itu," demikian narasi dalam unggahan itu.
Thumbnail yang digunakan dalam video itu juga memperlihatkan foto peta Antarktika dengan bendera Korea Selatan di atasnya. Dalam foto tertulis: "Teritori Korea Selatan".
Narator juga membicarakan penelitian ilmiah yang dilakukan Korsel di Kutub Selatan.
Video itu hingga sekarang telah dilihat lebih dari 394.000 kali. Akun YouTube pengunggah video itu juga tercatat memiliki lebih dari 153.000 subscribers.
AFP melansir situs Kementerian Kelautan dan Perikanan Korsel yang memperlihatkan bahwa Korsel memang memiliki penelitian aktif di Antarktika.
Setidaknya ada dua pusat riset Korea Selatan di wilayah itu, yaoti King Sejong Station dan Jang Bogo Antarctic Research Station. Kedua stasiun riset itu berada di bawah koordinasi Institusi Penelitian Kutub Korea.
Meski demikian, klaim yang menyebutkan bahwa Korea Selatan dan delapan negara memiliki teritori di Antarktika merupakan informasi keliru alias hoaks.
Faktanya, pada 1959 ada 12 negara yang menandatangani Traktat Antarktika di Washington, Amerika Serikat. Isi perjanjian itu menyatakan bahwa wilayah itu sebagai zona demiliterisasi untuk kepentikan penelitian ilmiah.
Perjanjian itu kemudian semakin mengikat banyak negara pada 1961, dengan 54 negara yang menandatangani kesepakatan, termasuk Korea Selatan.
Sebelum perjanjian itu, tujuh dari 12 negara yang melakukan kesepakatan telah mengklaim sejumlah wilayah di Antarktika. Tujuh negara itu adalah Argentina, Australia, Chili, Perancis, Selandia Baru, Norwegia, dan Inggris.
Amerika Serikat dan Rusia kemudian menambah negara yang menyatakan berhak atas wilayah Antarktika di masa depan.
Sejak Traktat Antarktika ditandatangani, klaim sejumlah negara itu dinyatakan ditunda. Adapum klaim baru terhadap kedaulatan teritorial atas Antarktika tidak dibolehkan.
Kepada AFP, sekretaris eksekutif dari Sekretariat Traktat Antarktika, Albert Lluberas Bonaba menyatakan bahwa kesepakatan itu masih berlaku hingga sekarang.
"Tidak ada klaim baru atau upaya memperbesar wilayah atas klaim yang telah dilakukan akan kedaulatan teritorial di Antarktika yang dibolehkan selama perjanjian ini berlaku,"
AFP juga tidak menemukan adanya catatan Sidang Umum PBB terkait narasi keliru mengenai klaim teritorial Korsel atas Antarktika.
Korea Selatan juga membantah pernah melakukan klaim teritorial terhadap wilayah di Antarktika. Pernyataan ini disampaikan juru bicara Kementerian Luar Negeri Korsel.
"Korea Selatan mengoperasikan stasiun penelitian ilmiah di Antarktika, tetapi itu tidak terkait klaim teritorial," demikian pernyataan Kemenlu Korsel.
Di situsnya, Kemenlu Korsel masih menegaskan komitmennya terhadap perjanjian multilateral terkait Antarktika.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.