KOMPAS.com - Kelahiran proklamator yang juga presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno pada 6 Juni 1901 dianggap begitu bersejarah sehingga banyak pihak yang menjadikan Juni sebagai Bulan Bung Karno.
Soekarno lahir saat fajar menyingsing. Dia pun menyebut dirinya sebagai "Putra Sang Fajar".
Mengenai tanggal kelahirannya, Soekarno bahkan menganggapnya sebagai penanda abad yang baru.
"Bersamaan dengan kelahiranku menyingsinglah fajar dari suatu hari yang baru dan menyingsing pulalah fajar dari satu abad yang baru," demikian penuturan Soekarno, seperti tertulis dalam buku yang ditulis Cindy Adams yang berjudul Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (1966).
Baca juga: Blitar atau Surabaya, Mengapa Ada Dua Versi Kota Kelahiran Soekarno?
Dalam kepercayaan Jawa, kelahiran juga dimaknai dengan peristiwa alam yang terjadi, termasuk erupsi gunung berapi.
Gunung memang memiliki makna penting bagi kebudayaan Jawa, terutama dalam konteks kekuasaan.
Menurut Denys Lombard dalam Nusa Jawa: Silang Budaya III (1996), terdapat konsep Gunung Meru yang merupakan pusat jagat raya, sehingga raja kerap dianggap sebagai penguasa gunung.
Soekarno pun mengaitkan kelahirannya dengan letusan gunung, dalam hal ini adalah Gunung Kelud yang erupsi pada 22-23 Mei 1901.
"Masih ada pertanda lain ketika aku dilahirkan. Gunung Kelud, yang tidak jauh letaknja dari tempat kami, meletus," demikian penuturan Soekarno.
"Orang yang percaya kepada tahayul meramalkan, ini adalah penyambutan terhadap bayi Soekarno," ujarnya.
Baca juga: Siti Oetari, Istri Pertama yang Tidak Pernah "Disentuh" Soekarno
Meski demikian, Soekarno memahami bahwa ada pemaknaan lain yang mengaitkan letusan gunung dengan kelahiran.
Misalnya, Soekarno memberi contoh, masyarakat di Bali percaya bahwa meletusnya Gunug Agung di pulau dewata itu berarti pertanda banyak kemaksiatan yang terjadi.
"Jadi, orang pun dapat mengatakan bahwa Gunung Kelud sebenarnya tidak menyambut bayi Soekarno. Gunung Kelud malah menyatakan kemarahannya, karena anak yang begitu jahat
lahir ke muka bumi ini," tutur Soekarno.