KOMPAS.com - Pekan ini informasi keliru didominasi oleh hoaks domestik, mulai kabar gula aren mengandung formalin, ribuan ton minyak yang tumpah ke lautan, hingga harimau yang diklaim berkeliaran di Riau.
Meski sedikit berkurang, hoaks yang berkaitan dengan konflik antara Rusia dan Ukraina juga masih ditemui di media sosial.
Ada pula sebaran hoaks melalui video yang mengeklaim ponsel dapat memicu sambaran petir.
Berikut ringkasan penelusuran fakta, dari berbagai informasi keliru yang beredar di media sosial sepanjang pekan ini:
Gula jawa/gula aren/gula merah di pasaran diklaim mengandung formalin agar membuatnya menjadi lebih awet dan keras.
Padahal, klaim tersebut merupakan hoaks berulang yang sebelumnya beredar pada 2012 dan 2016.
Narasi itu telah dibantah oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui sebuah pernyataan pada 24 Agustus 2016.
BPOM telah menguji sampel gula dimaksud dari pasar tradisional dan pasar modern.
"Dari hasil pengujian Badan POM beberapa waktu lalu untuk parameter formalin dan sulfit terhadap berbagai produk gula jawa/gula aren/gula merah, tidak ditemukan produk yang mengandung formalin," ujar BPOM.
Penelusuran fakta selengkapnya dapat dilihat di sini.
Di tengah keputusan pemerintah untuk menghapus harga eceran tertinggi minyak goreng, beredar infromasi di media sosial yang menyebtukan sebanyak 2.500 ton minyak goreng dan senilai Rp 37 miliar, tumpah di laut.
Narasi itu tersebar dalam bentuk video.
Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Kalimantan Timur menyatakan, video tumpahnya minyak goreng ke laut yang viral di media sosial adalah hoaks.
Video itu diketahui terjadi pada 18 Januari 2022.
Itu bukanlah minyak goreng melainkan minyak CPKO (Crude Palm Kernel Oil), yang tumpah di atas dek Tongkang Kahuripan 207 di Jetty 2C PT Kutai Refinery Nusantara (KRN).
Kabagpenum Divisi Humas Polri Kombes Gatot Repli juga menjelaskan bahwa penyebab tumpahan CPKO itu adalah robeknya selang vacum karena bergesekan dengan bagian pinggir deck kapal yang berfungsi menyalurkan CPKO.
"Sebanyak kurang lebih 50 liter dan bukan sebanyak 2,5 ton seperti informasi yang ada dalam video TikTok yang viral tersebut," kata Indra.
Baca selanjutnya di sini.
Tersiar informasi tentang harimau yang berkeliaran di kilometer (km) 8 Perawang, Siak, Riau.
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau membantah laporan tersebut.
Berdasarkan foto yang beredar, Plt Kepala Bidang KSDA Wilayah II BBKSDA Riau, Hartono mengidentifikasi itu sebagai harimau sumatera.
Namun, pihaknya tidak menemukan laporan harimau yang berkeliaran.
"Terkait dengan beredarnya video harimau sumatera di perawang, sampai saat ini tidak ada laporan ke kami. Nanti kami minta anggota untuk cek di lapangan," ujar Hartono diwartakan Kompas.com, Rabu (23/3/2022).
Hal serupa juga disampaikan oleh Kepala Bidang KSDA Wilayah I BBKSDA Riau, Andri Hansen Siregar.
Pihaknya memastikan bahwa tidak ada harimau yang berkeliaran di Provinsi Riau.
Masyarakat pun diimbau untuk tidak menyebarkan informasi sembarangan tanpa ditelusuri terlebih dulu kebenarannya. BBKSDA menilai tindakan tersebut dapat memicu kepanikan publik.
Narasi yang tersebar melalui video mengimbau masyarakat untuk tidak menggunakan ponsel saat turun hujan disertai petir.
Video itu memperlihatkan sebuah mobil yang melaju di tengah jalan raya dalam kondisi hujan lebat, tiba-tiba tersambar petir.
Setelah ditelusuri rupanya, video aslinya berasal dari RT News pada 16 September 2019. Namun tidak ada keterangan bahwa penyebab mobil itu disambar petir karena penumpangnya memakai ponsel.
Adapun pakar petir dari Layanan Cuaca Nasional (NWS) Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional Amerika Serikat (NOAA) John Jensenius mengatakan, petir tidak tertarik atau menargetkan orang yang membawa ponsel.
Ponsel, barang logam kecil, maupun perhiasan tidak menarik sambaran petir. Namun, berada di luar ruangan saat badai petir terjadi dapat meningkatkan risiko terkena sambaran petir.
Hal serupa juga disampaikan oleh National Weather Service NOAA, Asosiasi Telekomunikasi Seluler Australia (AMTA), dan akademisi dari University of Illinois di Chicago
Penelusuran fakta selengkapnya lihat di sini.
Virus corona penyebab pandemi Covid-19 diklaim berasal dari laboratorium senjata biologis di Ukraina yang didanai Amerika Serikat.
Pada 11 Maret 2022, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadakan pertemuan terkait tuduhan pihak Rusia tentang keberadaan laboratorium senjata biologis di Ukraina.
Hasilnya, tidak ditemukan bukti adanya keberadaan laboratorium yang dimaksud.
Perwakilan petinggi PBB untuk urusan perlucutan senjata, Izumi Nakamitsu mengatakan, baik Ukraina dan Rusia telah menandatangani perjanjian yang melarang senjata biologis.
Meskipun tidak ada badan independen yang memverifikasi negara-negara yang mematuhi perjanjian pada Konvensi Senjata Biologis, tetapi sejak 1972, Ukraina telah secara sukarela menyerahkan laporan kepatuhannya.
Benar bahwa betul ada laboratorium di Ukraina, baik yang didukung oleh AS, Uni Eropa, Kanada, maupun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Kendati demikian, fakta ini dianggap belum membuktikan bahwa mereka memiliki fasilitas senjata biologis atau bioweapon.
Laboratorium-laboratorium tersebut difungsikan bagi kesehatan masyarakat dan kedokteran hewan. Tak satu pun dari laboratorium itu yang terlibat dalam perang biologis.
Cek selengkapnya di sini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.