KOMPAS.com - Vitamin C terbukti memberi manfaat baik bagi kesehatan. Namun, ada batasan konsumsi hariannya.
Ahli Gizi dr Tan Shot Yen menjelaskan bahwa di Indonesia terdapat rekomendasi angka kecukupan gizi (AKG) untuk asupan harian nutrisi dan vitamin yang diperlukan bagi tubuh.
"Kita kenal istilah RDA, recommended daily allowance, yang sudah menjadi panduan di seluruh dunia, dan juga di Indonesia disebut AKG buat nutrien termasuk vitamin C, yang dikonsumsi sebagai batasan asupan rata-rata manusia untuk mempertahankan kesehatannya," kata Tan saat dihubungi Kompas.com, Kamis (17/3/2022).
Rekomendasi ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Masyarakat Indonesia.
Baca juga: [HOAKS] Megadosis Vitamin C untuk Penyembuhan dan Tidak Berbahaya
Sesuai jenjang usia dan jenis kelaminnya, dosis vitamin C yang dianjurkan berbeda-beda.
Untuk orang dewasa, rata-rata jumlah harian yang direkomendasikan untuk vitamin C adalah 65-90 miligram (mg) per hari, dengan batas konsumsi maksimal yakni 2.000 mg per hari.
Dilansir dari Medical News Today, 4 Januari 2021, vitamin C secara alami terdapat dalam berbagai makanan, terutama buah dan sayur.
Sumber vitamin C juga dapat diperoleh dari suplemen.
Nama lain dari vitamin C termasuk L-ascorbic acid, ascorbic acid, dan L-ascorbate.
Manfaat vitamin C bagi tubuh, antara lain:
Beredar narasi di media sosial yang keliru memahami konsumsi vitamin C dosis tinggi atau megadosis sebagai pengobatan.
Banyak orang percaya bahwa vitamin C dapat menyembuhkan flu biasa, tetapi penelitian terkait hal ini belum terbukti.
Nutrien seperti mineral dan vitamin selaku pangan fungsional, menurut Tan, tidak bisa menggantikan fungsi obat, karena tujuan dan cara kerjanya beda.
Sejauh ini, betul bahwa ada beberapa penelitian terkait penggunaan vitamin C sebagai terapi penyakit kanker.
"Nah, simpangsiur vitamin C dosis tinggi ini jadi ramai karena orang merancukan AKG dengan barangkali dosis terapi yang diterapkan pada kasus-kasus khusus, kondisi sakit tertentu yang pastinya hingga kini masih jadi bahan studi berbasis bukti," ucap Tan.