KOMPAS.com - Permintaan Wali Kota Medan Bobby Nasution agar polisi menembak mati pelaku begal diklaim mendapatkan dukungan dari 15.000 warga.
Klaim tersebut bersumber dari polling bertajuk "Setujukah Anda dengan seruan Wali Kota Medan Bobby Nasution kepada pihak berwajib untuk menembak mati begal?".
Jajak pendapat tersebut dilakukan secara daring di situs www.pollingkita.com pada 11 Juli 2023.
Hasil jajak pendapat per Selasa (18/7/2023) menunjukkan, 15.272 partisipan setuju dengan seruan Bobby kepada polisi untuk menembak mati begal. Sedangkan, 394 orang menyatakan tidak setuju.
Klaim soal dukungan warga tersebut juga dibagikan di media sosial, antara lain, oleh akun Facebook ini dan ini.
Hasil polling tidak representatif
Tim Cek Fakta Kompas.com mengecek validitas klaim 15.000 warga Medan setuju polisi menembak mati begal dengan memeriksa situs www.pollingkita.com.
Di situs tersebut, tercantum penafian (disclaimer) yang menyatakan, www.pollingkita.com bukan polling resmi.
"Hasil polling jangan digunakan sebagai polling yang representatif," demikian penafian yang tercantum.
Merujuk pada penafian tersebut, maka klaim soal 15.000 warga Medan setuju polisi menembak mati begal tidak valid.
Partisipan polling juga tidak diminta mengisi kota tempat tinggal saat mengikuti jajak pendapat.
Artinya, tidak tertutup kemungkinan warga luar kota Medan dapat mengikuti polling.
Pembunuhan di luar hukum
Pernyataan Wali Kota Medan Bobby Nasution agar polisi menembak mati pelaku begal dinilai sejumlah pihak sebagai dukungan terhadap pembunuhan di luar putusan pengadilan atau extrajudicial killing.
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengingatkan, tembak mati pelaku kejahatan merupakan pelanggaran hak tersangka atau orang yang diduga melakukan tindak pidana.
Peneliti ICJR Girlie Aneira Ginting, melalui siaran pers pada Selasa (11/7/2023), mengatakan, setiap pelaku kejahatan atau tersangka, termasuk residivis, memiliki hak untuk diadili secara adil dan berimbang, serta menyampaikan pembelaan atas perbuatan yang dituduhkan.
Hak-hak tersangka pupus apabila sebelum persidangan mereka meninggal dunia karena ditembak mati, sehingga perkaranya pun gugur.
Girlie menyebutkan, penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian telah diatur secara terperinci dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.
Dalam Perkap tersebut, penggunaan kekuatan senjata api dalam tindakan kepolisian menjadi upaya yang paling terakhir dan sifatnya adalah untuk melumpuhkan, bukan mematikan.
Upaya penggunaan senjata api harus tetap memperhatikan ketentuan bahwa tidak ada alternatif lain yang beralasan dan masuk akal (reasonable) untuk menghentikan tindakan pelaku atau mencegah tersangka lari sehingga menjadi ancaman terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat.
Sementara itu, Deputi Direktur Amnesty International Indonesia Wirya Adiwena mengecam pernyataan Bobby yang mengapresiasi tindakan polisi menembak mati pelaku pembegalan.
"Tidak pantas seorang kepala daerah mendukung tindakan di luar hukum, apalagi jika dilakukan aparat kepolisian. Penembakan yang dilakukan anggota Polrestabes Medan terhadap seseorang yang dicurigai sebagai pelaku kejahatan begal merupakan pembunuhan di luar hukum," kata Wirya, dalam siaran pers, Rabu (12/7/2023).
Penembakan mati tidak saja melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia – seperti hak atas kehidupan, hak atas peradilan yang adil, dan hak untuk terbebas dari perlakuan tidak manusiawi – namun juga mencederai peraturan Polri dalam menindak kejahatan.
"Kami khawatir pernyataan Wali Kota Medan tersebut dapat menjadi legitimasi bagi pembunuhan di luar hukum dalam kasus-kasus lainnya. Hal itu sangat berbahaya karena tindakan tersebut dilakukan tanpa proses peradilan yang adil, sehingga bisa berdampak bahkan pada individu yang belum terbukti bersalah," ucap Wirya.
https://www.kompas.com/cekfakta/read/2023/07/18/104500682/cek-fakta-benarkah-15000-warga-medan-setuju-tembak-mati-begal