KOMPAS.com - Menjelang abad ke-16, ilmuwan Yunani Kuno, Aristoteles, memenangkan perdebatan soal gagasan posisi Bumi di alam semesta.
Dia mengatakan, Bumi bukan benda yang bergerak. Buktinya, bola yang dilempar ke atas akan jatuh di posisi yang tetap, tidak berpindah sebagaimana seharusnya bila bumi bergerak.
Teori itu dia perluas menjadi Bumi sebagai pusat semesta dan benda-benda di alam raya mengelilinginya atau geosentris, sebagaimana dikutip dari NASA.
Teori itu diyakini selama hampir seribu tahun hingga menjadi bagian dari prinsip teologi Kristen, yang menjadikannya sebagai doktrin agama sekaligus filsafat alam.
Sampai pendapat berbeda diungkapkan astronom Nicolaus Copernicus pada 1515. Dia berpendapat Bumi dan semua planet bergerak mengelilingi Matahari.
Awalnya dia takut memublikasikan teori yang ia sebut heliosentris itu karena bertentangan dengan teori Aristoteles yang dipegang erat gereja.
Setelah keberaniannya terkumpul, dia menyiarkan teorinya itu pada 1543. Namun, tidak lama kemudian Copernicus meninggal.
Sedikit orang yang percaya dengan pendapatnya itu. Teori heliosentris dituduh sebagai bidah karena tak sesuai dengan ajaran gereja kala itu.
Sekitar 70 tahun kemudian, tepatnya pada 1610, ilmuwan asal Pisa (Italia) Galileo Galilei, mengemukakan pendapat yang mendukung teori heliosentris.
Galileo yang tidak menuntaskan studi kedokteran dan matematika di Universitas Pisa, membuat teleskop sendiri. Dia meniru desain teleskop dari Belanda, disertai sejumlah penyempurnaan.
Dari pengamatannya melalui teleskop itu, didapatkan bukti empiris bahwa teori geosentris keliru. Buktinya, ia menemukan satelit alami yang mengelilingi Jupiter.
Ia juga melihat Venus yang mengelilingi Matahari. Dengan demikian, ada benda dalam semesta yang tidak mengelilingi Bumi, melainkan Matahari.
Galileo menyiarkan temuan itu melalui tulisan ilmiah yang membuatnya terkenal. Apalagi dia mendekati pihak-pihak berpengaruh, seperti Keluarga Medici, untuk mendukung penelitiannya.
Galileo pun diadili Gereja Katolik Roma atas tuduhan menyebarkan teori sesat. Karena pura-pura mengaku salah, ia tidak dihukum mati dan menjadi tahanan rumah.
Galileo menjalani hukuman itu sampai akhir hidupnya pada 8 Januari 1642.
Selanjutnya ilmuwan matematika asal Jerman, Johannes Kepler, mengungkapkan teori yang lebih lengkap terkait planet-planet yang mengelilingi Matahari melalui jalur orbit.
Namun yang paling pamungkas dalam meruntuhkan teori geosentris adalah Isaac Newton. Tahun 1687 ia menyatakan Matahari memiliki gaya gravitasi.
Dengan daya tarik Matahari yang berada di pusat tata surya, planet-planet termasuk Bumi mengitarinya. Teori selaras dengan temuan Copernicus, Galileo, dan Kepler.
Pertentangan hukum gerak
Teori geosentris Aristoteles sesungguhnya berdasar dari hukum gerak yang ia susun. Hukum itu menyatakan benda yang bergerak pasti digerakkan benda lain, sebagaimana dikutip dari Britannica.
Sehingga di dunia ini terjadi banyak rentetan benda bergerak yang menggerakkan benda lainnya, kemudian menggerakkan benda lainnya lagi, dan seterusnya.
Dengan konsep itu, menurutnya, harus ada satu benda yang tidak bergerak tapi mampu menggerakkan benda lain. Benda itu tidak bergerak karena tidak ada yang menggerakkan.
Salah satu contohnya yakni Bumi, yang menurutnya tidak bergerak. Namun dikatakannya Bumi yang diam itu mampu menggerakkan benda lain di alam raya ini untuk mengelilinginya.
Di sisi lain, Galileo menganggap hukum gerak berkaitan dengan fenomena mekanis yang bisa dihitung atau diukur, sebagaimana ditulis DW.
Namun, dalam perbedaan pendapat itu, yang menjadikan Galileo unggul adalah bukti empiris yang diungkap bersama teleskopnya, di mana Venus dan satelit alami Jupiter tidak mengelilingi bumi.
Dengan semakin banyak temuan dan dukungan pada teori heliosentris, Gereja Katolik Roma menghapus pernyataan-pernyataan Galileo dari catatan teori terlarang mereka pada 1744.
https://www.kompas.com/cekfakta/read/2023/02/16/141500682/empat-ilmuwan-yang-meruntuhkan-teori-geosentris