KOMPAS.com - Tanaman tebu menjadi salah satu ornamen penghias rumah saat perayaan Imlek dan Cap Go Meh.
Biasanya keluarga Tionghoa sudah memasang sepasang tebu di depan pintu rumah, dua atau tiga hari sebelum Imlek.
Penulis Lan Fang, dalam esai Tebu Imlek dalam buku Imlek tanpa Gus Dur (2013) menuturkan, tidak diketahui secara pasti kapan tradisi memasang tebu di depan rumah setiap Imlek mulai dilakukan.
Namun, penulis kelahiran 5 Maret 1970 di Banjarmasi ini menyebutkan, tradisi tersebut sudah ada sejak dia masih anak-anak.
Lan Fang menuturkan, neneknya yang berasal dari China pernah menceritakan sebuah kisah rakyat yang mengilhami tradisi memasang tebu saat Imlek.
Konon, dahulu kala ada seorang putri yang diserang penjahat. Sang putri lari dan bersembunyi di hutan tebu.
Pohon-pohon tebu yang tumbuh rapat dijadikan sebagai tempat persembunyian. Penjahat yang mengejarnya terluka oleh goresan daun-daun tebu yang lancip, tajam, dan bulu-bulu halusnya bisa menyebabkan gatal.
Selama dalam persembunyian, sang putri hanya menyesap sari tebu untuk bertahan hidup. Sang putri bisa diselamatkan setelah 15 hari kemudian.
"Sejak itulah kemudian kebanyakan keluarga China selalu memasang sepasang tebu di pintu rumahnya setiap menjelang perayaan Imlek," tulis Lan Fang.
Menurut Lan Fang, pohon tebu yang dipasang keluarga Tionghoa di depan rumah setiap Imlek bukan tebu sembarangan.
Tebu yang dipasang tingginya mencapai 2 meter dengan diameter lingkar sekitar 10-15 sentimeter. Tebu itu juga memiliki buku-buku padat dan dihiasi daun-daun berwarna hijau mengilap yang berjuntai sampai ke ujung.
"Hal itu perlu diperhatikan untuk menjaga daun-daunnya tidak kering, layu, dan menguning sebelum lima belas hari," tuturnya.
Lan Fang menyebutkan, sepasang tebu itu akan tetap dipasang selama 15 hari ke depan sampai tiba perayaan Cap Go Meh.
Dipercaya membawa hoki
Mengenai makna tradisi memasang tebu, Lan Fang mengutip pendapat Biksu Dhammasubho Mahathera.
Biksu Dhammasubho menyebutkan, tebu masih satu keluarga dengan bambu. Akan tetapi, tebu dan bambu mempunyai fungsi, sifat, makna, dan simbol yang berbeda.
Bambu merupakan simbol kehidupan sekuler. Bentuknya berongga, kosong, dan bisa menimbulkan suara.
Semakin tua, bambu akan semakin keras sehingga bisa difungsikan sebagai alat rumah tangga, bahan bangunan, alat musik, bahkan senjata.
Bambu juga memiliki karakteristik sulit tumbuh bersama tumbuhan lain, dan hanya menggerombol dengan sesama bambu.
Sedangkan tebu mempunyai sifat berbeda. Air tebu merupakan energi bagi daya tahan dan pertumbuhan.
Tebu dianggap memiliki semangat rela berkorban, sebab setelah manisnya disesap, ampasnya akan dibuang. Semakin tua, tebu akan semakin padat.
Tebu mudah tumbuh di mana saja dengan tumbuhan lain seperti jagung, bahkan dengan rumput. Karena itu, tebu merupakan simbol kehidupan spiritual.
"Selain itu, manis tebu mewakili pengharapan untuk kehidupan yang lebih baik. Ketika kecil, mitos ini melekat kuat di benak saya," tulis Lan Fang.
Lan Fang mengungkapkan, semasa kecil dia berulang-ulang memeriksa sepasang tebu yang dipasang di depan rumahnya selama perayaan Imlek hingga Cap Go Meh.
"Bila saya menemukan banyak semut mulai merayapi atau mengerumuni tebu, saya akan berteriak-teriak dengan gembira: 'Hoki! Hoki!' Itu berati kami sekeluarga akan memasuki tahun baru yang penuh rezeki," tuturnya.
https://www.kompas.com/cekfakta/read/2023/01/20/160200182/mengenal-tradisi-pasang-tebu-di-depan-rumah-saat-imlek