Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Euforia Masyarakat Indonesia Belum Menggema Jelang Piala Dunia, Ini Alasannya

KOMPAS.com - Piala Dunia 2022 Qatar sudah di depan mata. Dalam hitungan hari, gelaran empat tahunan itu secara resmi akan dimulai.

Namun, euforia menyambut Piala Dunia masih belum terasa di Indonesia. Padahal, sepak bola menjadi olahraga paling digandrungi di Tanah Air. 

Suasana ini jelas berbeda dengan beberapa Piala Dunia sebelumnya. Biasanya, beberapa hari menjelang turnamen dilakukan nuansa Piala Dunia sudah terasa dengan masifnya promosi maupun kampanye yang dilakukan.

Penelusuran di Google Trends menunjukkan bahwa pencarian kata kunci Piala Dunia belum mencapai skor maksimal (100) menjelang turnamen dilakukan.

Bahkan, pada Oktober 2022 kata kunci Piala Dunia hanya mencapai skor 29. Skor tersebut mulai merangkak naik pada awal November 2022 di angka 53.

Dari angka tersebut terlihat bagaimana animo masyarakat Indonesia dalam menyambut Piala Dunia masih biasa-biasanya saja. Pengguna internet di Indonesia masih belum terlalu banyak mengakses informasi seputar Piala Dunia yang sebentar lagi akan dimulai.

Padahal, dalam jejak pendapat yang dilakukan oleh Litbang Kompas pada 8-10 November 2022 dengan mewawancarai 512 responden dari 34 provinsi secara acak, menunjukkan bahwa sekitar 61,2 persen responden menantikan berlangsungnya Piala Dunia 2022.

Sementara 35,1 persen responden tidak menantikan berlangsungnya turnamen akbar empat tahunan itu.

Faktor pemegang hak siar

Pengamat sepak bola Tanah Air, Tommy Welly menjelaskan, euforia Piala Dunia sangat dipengaruhi oleh televisi pemegang hak siar.

Piala Dunia 2022 Qatar sendiri hak siarnya dipegang oleh grup Surya Citra Media (SCM) dan anak usahanya PT Indonesia Entertainment Grup (IEG).

Pria yang akrab disapa dengan sebutan Bung Towel itu melihat bahwa promosi maupun kampanye yang dilakukan oleh televisi pemegang hak siar masih kurang terdengar dan menggema.

"Biasanya Piala Dunia euforianya dipengaruhi oleh televisi pemegang hak siar. Cuma saya melihat gaung promonya masih kurang terdengar, kurang menggema. Kalau sepengalaman saya gaungnya diinisiasi, dimotori oleh televisi pemegang hak siar," ujar Bung Towel kepada Kompas.com, Rabu (16/11/2022).

Piala Dunia yang diselenggarakan di akhir tahun diprediksi memengaruhi kurang masifnya promosi dan kampanye turnamen tersebut. Mengingat, secara bisnis akhir tahun merupakan masa tutup buku.

Ketakutan akan resesi yang terjadi pada 2023 nanti pun disebut ikut mempengaruhi para sponsor untuk tidak jorjoran dalam mendukung Piala Dunia secara finansial.

Hal ini berbeda dengan Piala Dunia sebelum-sebelumnya yang diselenggarakan di pertengahan tahun dan tidak dibayangi dengan narasi ketakutan akan resesi.

"Mungkin secara ekonomi dukungan dari sponsor-sponsor kurang, karena di akhir tahun. Karena kan di akhir tahun secara hitungan bisnis mungkin budgeting sudah mau tutup. Jadi saya pikir secara finansial untuk banyak hal, agenda-agenda promo atau campaign itu agak kurang ya," ujar pria kelahiran Bandung tersebut.

Di samping itu, karena Piala Dunia 2022 Qatar merupakan yang pertama setelah pandemi, juga turut memengaruhi animo masyarakat dalam merayakannya.

Sebab, selama dua tahun terakhir masyarakat Indonesia mengalami pembatasan dalam berbagai kegiatan.

"Nobar (nonton bareng) yang mungkin orang masih ragu-ragu karena lama Covid, sehingga kebiasaan nobar itu kan hilang," kata dia.

"Jadi off-air off-air seperti itu tidak begitu terasa. Kalau dulu kan menggemanya baik di online maupun offline itu sama kaut. Tapi sekarang sepertinya ada perubahan itu," tutur Bung Towel.

Keberatan dengan sistem langganan

Kurang menggemanya animo masyarakat dalam menyambut berlangsung Piala Dunia 2022 Qatar kemungkinan juga dipengaruhi sistem penyiaran oleh pemegang hak siar.

Kabarnya Piala Dunia 2022 Qatar hanya akan disiarkan melalui televisi digital, televisi kabel, ataupun dengan model langganan berbayar di aplikasi yang terkoneksi dengan internet. Apalagi, tayangan via penyiaran analog sudah sulit didapatkan masyarakat.

Hal ini berbeda dengan Piala Dunia sebelumnya yang bisa diakses secara gratis melalui melalui televisi analog.

Sehingga, tayangan bisa dijangkau oleh semua masyarakat, termasuk mereka yang berasal dari kelas menengah ke bawah di pelosok desa.

Sementara itu, sebagian besar masyarakat pun masih enggan mengeluarkan uang untuk berlangganan siaran sepak bola di aplikasi berbayar. Mereka keberatan dengan model siaran berbayar.

Dalam jejak pendapat yang dilakukan oleh Litbang Kompas   pada 8-10 November 2022 hanya sekitar 23,1 persen responden yang setuju bahwa menonton pertandingan Piala Dunia harus berbayar.

Sementara, 70 persen responden tidak setuju dengan sistem langganan berbayar.

"Berganti ke digital dan harus berlangganan itu pasti menjadi handicap tersendiri bagi kalangan tertentu. Ya mungkin seperti itu, saya kan enggak tahu juga data pasti berapa jumlah analog yang masih beredar," kata Bung Towel.

"Tapi, hype euforia itu kan harus diciptakan jadi munculnya kan by design. Yang punya kepentingan sepertinya effort-nya tidak terlalu kelihatan. Promo atau campaign-nya juga kurang. Sejauh ini kalau saya lihat off-air off-air-nya juga kurang," tuturnya.

Citra Piala Dunia Qatar

Kontroversi Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 yang selama ini kerap mendapat stigma negatif. Sehingga, kemungkinan besar juga turut memengaruhi kurangnya euforia masyarakat menyambut turnamen tersebut.

Seperti diketahui, Qatar mendapat kritikan keras dari beberap pihak terkait dugaan adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) menjelang diselenggarakannya Piala Dunia.

Laporan dari The Guardian pada 2021 menunjukkan bahwa lebih dari 6.500 pekerja migran dari India, Pakistan, Nepal, Bangladesh dan Sri Lanka meninggal di Qatar selama periode 2010-2020.

Angka kematian tersebut pun kemungkinan besar terus bertambah, karena kematian yang terjadi pada akhir tahun 2020 belum termasuk di dalam data tersebut.

Banyaknya pekerja migran yang meninggal di Qatar, menurut laporan itu, tidak terlepas dari dimulainya program pembangunan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Selain membangun tujuh stadion baru, Qatar juga melakukan pembangunan sejumlah proyek besar.

Proyek itu seperti bandara baru, jalan raya, sistem transportasi umum, hotel serta pembangunan di kota yang menjadi tempat pertandingan Piala Dunia.

"Kalau dari faktor non-sepak bolanya menurut saya karena Qatar ini kan penuh skandal dan kritikan. Baik itu tentang pekerja migran, kemudian sorotan terkait LGBT dan ini menimbulkan sorotan dan perdebatan," kata Bung Towel\.

Bung Towel pun tidak menampik dirilisnya film FIFA Uncovered menjelang Piala Dunia berlangsung memengaruhi persepektif masyarakat tentang citra Piala Dunia Qatar.

Film yang menampilkan tentang kebobrokan FIFA dan skandal di balik Piala Dunia Qatar itu dirilis oleh Netflix pada 9 November 2022 lau, menjelang pertandingan pembukaan Piala Dunia 2022 antara Qatar dan Ekuador.

"FIFA Uncovered itu juga mempengaruhi hype atau image dari Piala Dunia menjelang kick off Qatar 2022 ini. Kita masih tunggu setelah kick off seperti apa," ucapnya.

"Citra Qatar 2022 ini banyak dipengaruhi dengan berbagai pendapat dari Barat terutama. Karena kan sorotan banyak dari tim-tim Eropa. Mungkin sedikit banyak mempengaruhi terkait hype euforia," kata Bung Towel.

https://www.kompas.com/cekfakta/read/2022/11/17/113300982/euforia-masyarakat-indonesia-belum-menggema-jelang-piala-dunia-ini

Terkini Lainnya

[HOAKS] Foto Terowongan Menghubungkan Rafah ke Mesir

[HOAKS] Foto Terowongan Menghubungkan Rafah ke Mesir

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Menilik Kabar TNI-Polri Usir Pasien dan Penutupan RSUD Madi, Papua

[KLARIFIKASI] Menilik Kabar TNI-Polri Usir Pasien dan Penutupan RSUD Madi, Papua

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks Presiden Iran Selamat dari Kecelakaan Helikopter, Simak Bantahannya

INFOGRAFIK: Hoaks Presiden Iran Selamat dari Kecelakaan Helikopter, Simak Bantahannya

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Foto Hujan Ikan Terjadi di Jalanan China, Bukan Iran

[KLARIFIKASI] Foto Hujan Ikan Terjadi di Jalanan China, Bukan Iran

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Pengibaran Bendera Palestina di Puncak Piramida Mesir Hasil Rekayasa

[KLARIFIKASI] Video Pengibaran Bendera Palestina di Puncak Piramida Mesir Hasil Rekayasa

Hoaks atau Fakta
Kilas Balik Berdirinya Amnesty International dan Sepak Terjangnya...

Kilas Balik Berdirinya Amnesty International dan Sepak Terjangnya...

Sejarah dan Fakta
[HOAKS] Undian Berhadiah dari Bank Jatim

[HOAKS] Undian Berhadiah dari Bank Jatim

Hoaks atau Fakta
Joseph Ignece Guillotin, Dokter yang Namanya Dipakai untuk Alat Pancung

Joseph Ignece Guillotin, Dokter yang Namanya Dipakai untuk Alat Pancung

Sejarah dan Fakta
[HOAKS] Video Sule Promosi Judi Online

[HOAKS] Video Sule Promosi Judi Online

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Penjelasan Kemenag soal 2 Pegawai Non-Muslim Jadi Petugas Haji

[KLARIFIKASI] Penjelasan Kemenag soal 2 Pegawai Non-Muslim Jadi Petugas Haji

Hoaks atau Fakta
Penjelasan TNI soal Isu Penutupan RSUD Madi di Paniai

Penjelasan TNI soal Isu Penutupan RSUD Madi di Paniai

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Video Pernyataan Sivakorn Pu-Udom soal Laga Indonesia Vs Uzbekistan

[HOAKS] Video Pernyataan Sivakorn Pu-Udom soal Laga Indonesia Vs Uzbekistan

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Benarkah Produk Bayi Mengandung Bahan Penyebab Kanker?

INFOGRAFIK: Benarkah Produk Bayi Mengandung Bahan Penyebab Kanker?

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Konteks Keliru, Unggahan Foto Tidak Perlihatkan Pemakaman Presiden Iran

INFOGRAFIK: Konteks Keliru, Unggahan Foto Tidak Perlihatkan Pemakaman Presiden Iran

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Gibran Resmi Batal Dilantik sebagai Wakil Presiden

[HOAKS] Gibran Resmi Batal Dilantik sebagai Wakil Presiden

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke