Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Dugaan Keterlibatan Inggris dalam Propaganda yang Menyebabkan Tragedi 1965-1966

KOMPAS.com - Keterlibatan negara asing dalam tragedi kemanusiaan sepanjang 1965-1966 di Indonesia semakin terlihat berdasarkan dokumentasi yang ada.

Dilansir dari The Atlantic, Amerika Serikat menjadi negara yang kerap disebut ikut terlibat dalam pembantaian yang menewaskan sekitar 500.000 orang itu.

Sejumlah dokumen memperlihatkan bahwa ada dukungan AS terhadap Soeharto untuk mengatasi Partai Komunis Indonesia setelah adanya Gerakan 30 September 1965.

Dalam sejumlah dokumentasi diplomatik, AS juga dianggap mengetahui terjadinya pembantaian, namun dengan sengaja membiarkan tragedi itu terjadi.

Belakangan, muncul fakta lain. Selain Amerika Serikat, Inggris juga diduga memiliki keterlibatan terkait Tragedi 1965-1966. Fakta tersebut diungkap oleh media Inggris The Guardian dan The Observer pada 2021.

Hal itu terkuak dari dokumen Kantor Luar Negeri Inggris yang menunjukkan bahwa mereka secara diam-diam menghasut jenderal-jenderal Angkatan Darat untuk melenyapkan Partai Komunis Indonesia (PKI). 

Dilansir dari The Guardian, para pejabat Inggris disebut menyebarkan propaganda hitam pada 1960-an untuk mendesak orang-orang penting di Indonesia melakukan pembantaian kepada komunis.

Ed Wynne, seorang pejabat dari Kantor Luar Negeri di London, disebut sebagai aktor utama dalam propaganda yang dilakukan Inggris. Ia ditugaskan memimpin sebuah tim kecil yang melakukan propanda terkait PKI.

Ketika terjadi pembantaian mulai Oktober 1965, para pejabat Inggris disebut menyerukan PKI dan semua organisasi komunis untuk dihilangkan.

Dokumentasi memperlihatkan bahwa Inggris memberi peringatan bahwa Indonesia akan berada dalam bahaya selama para pemimpin komunis masih dibiarkan bebas dari hukuman.

Inggris melancarkan serangan propagandanya sebagai tanggapan atas penentangan Presiden Soekarno terhadap pembentukan bekas jajahan Inggris ke dalam federasi Malaya.


Pada 1965, propagandis dari Departemen Riset Informasi (IRD) Kantor Luar Negeri Inggris dikirim ke Singapura. Mereka diberi tugas memproduksi propaganda hitam dengan tujuan melemahkan rezim Soekarno.

Tim kecil yang dipimpin oleh Ed Wynne membuat buletin yang ditujukan pada individu-individu terkemuka dan berpengaruh, termasuk jenderal-jenderal TNI Angkatan Darat.

Dalam setahun, 28.000 eksemplar buletin yang ditulis dalam bahasa Indonesia itu pun disebar. Mereka juga memasok stasiun radio hitam yang disiarkan ke Indonesia dan dijalankan oleh orang Malaysia.

Seorang spesialis propaganda Kementerian Luar Negeri bernama Norman Reddaway yang tiba di Singapura tidak lama setelah 30 September 1965, disebut sebagai salah satu pihak yang aktif menjalankan kebijakan diplomasi Inggris terkait Tragedi 1965-1966.

Reddaway disebut mengirim surat kepada Duta Besar Inggris di Jakarta dan menyatakan bahwa kebijakan Inggris adalah "untuk menyembunyikan fakta bahwa terjadi pembantaian yang didukung para jenderal".

Selain itu, Reddaway menganggap kejatuhan Soekarno sebagai salah satu kemenangan propaganda terbesar Inggris.

Dalam sepucuk surat yang ditulis bertahun-tahun kemudian, ia mengatakan, pendiskreditan Soekarno dengan cepat berhasil.

Konfrontasi Soekarno yang menelan biaya sekitar 250 juta poundsterling dalam setahun itu dilawan dan dikalahkan dengan biaya minimal oleh penelitian dan teknik IRD dalam enam bulan.

Menurut Profesor Scott Lucas, seorang Pakar Kebijakan Luar Negeri Inggris, dokumen yang dideklasifikasi tersebut menunjukkan bagaimana propaganda hitam IRD terus berlanjut dalam kebijakan luar negeri Inggris pasca-perang maupun operasi luar negeri.

Menurut dia, cara tersebut relatif murah dan efektif bagi Inggris dalam memproyeksikan pengaruh mereka.

https://www.kompas.com/cekfakta/read/2022/09/29/112200482/dugaan-keterlibatan-inggris-dalam-propaganda-yang-menyebabkan-tragedi

Terkini Lainnya

Mitos Penularan HIV/AIDS di Kolam Renang

Mitos Penularan HIV/AIDS di Kolam Renang

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Pernyataan Ronaldo soal Indonesia Tidak Akan Kalah jika Tak Dicurangi Wasit

[HOAKS] Pernyataan Ronaldo soal Indonesia Tidak Akan Kalah jika Tak Dicurangi Wasit

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Video Unta Terjebak Banjir di Dubai

[HOAKS] Video Unta Terjebak Banjir di Dubai

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Hacker asal Aljazair Dihukum Mati karena Bantu Palestina

[HOAKS] Hacker asal Aljazair Dihukum Mati karena Bantu Palestina

Hoaks atau Fakta
Beragam Hoaks Promosi Obat Mencatut Tokoh Publik

Beragam Hoaks Promosi Obat Mencatut Tokoh Publik

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Prabowo Akan Menikahi Mertua Kaesang

[HOAKS] Prabowo Akan Menikahi Mertua Kaesang

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks BPJS Kesehatan Beri Dana Bantuan Rp 75 Juta, Awas Penipuan

INFOGRAFIK: Hoaks BPJS Kesehatan Beri Dana Bantuan Rp 75 Juta, Awas Penipuan

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Dugaan Aliran Dana Kementan untuk SYL dan Keluarga

INFOGRAFIK: Dugaan Aliran Dana Kementan untuk SYL dan Keluarga

Hoaks atau Fakta
Hoaks Uang Nasabah Hilang Berpotensi Timbulkan 'Rush Money'

Hoaks Uang Nasabah Hilang Berpotensi Timbulkan "Rush Money"

Hoaks atau Fakta
Menilik Riwayat Peringatan Hari Buruh di Indonesia

Menilik Riwayat Peringatan Hari Buruh di Indonesia

Sejarah dan Fakta
[HOAKS] Elkan Baggott Tiba di Qatar untuk Perkuat Timnas Indonesia

[HOAKS] Elkan Baggott Tiba di Qatar untuk Perkuat Timnas Indonesia

Hoaks atau Fakta
Disinformasi Bernada Satire soal Kematian Elon Musk

Disinformasi Bernada Satire soal Kematian Elon Musk

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] MK Larang Anies dan Ganjar Mencalonkan Diri sebagai Presiden

[HOAKS] MK Larang Anies dan Ganjar Mencalonkan Diri sebagai Presiden

Hoaks atau Fakta
Akun Instagram Palsu Wasit Shen Yinhao Bermunculan Setelah Laga Indonesia Vs Uzbekistan

Akun Instagram Palsu Wasit Shen Yinhao Bermunculan Setelah Laga Indonesia Vs Uzbekistan

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Ronaldo Kritik Kepemimpinan Wasit Indonesia Vs Uzbekistan

[HOAKS] Ronaldo Kritik Kepemimpinan Wasit Indonesia Vs Uzbekistan

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke