KOMPAS.com - Timnas U16 Indonesia baru saja meraih gelar juara Piala AFF beberapa hari lalu. Gelar juara tersebut menjadi kado manis bagi Indonesia yang merayakan hari ulang tahun ke-77.
Raihan gelar ini pun menambah trofi timnas U16 di ajang Piala AFF, setelah sebelumnya juga menjadi jawara pada 2018.
Gelar Piala AFF juga menjadi bukti bahwa timnas Indonesia di kelas umur junior mampu berprestasi di turnamen yang diikuti sejumlah negara di Asia Tenggara tersebut.
Selain Timnas U16, raihan gelar juara AFF juga pernah dirasakan oleh timnas U19 pada 2013 dan U23 pada 2019.
Sayangnya, raihan cemerlang ini tidak diikuti oleh timnas senior Indonesia.
Sepanjang gelaran Piala AFF yang diikuti mereka selalu gagal. Tak sekalipun mampu menggondol trofi ajang bergengsi di Asia Tenggara tersebut.
Enam kali runner-up
Berbeda dengan timnas senior Thailand yang menjadi langganan juara Piala AFF dengan enam trofi, Indonesia justru menjadi langganan runner-up. Dalam enam partai final yang dilakoni Tim Garuda selalu gagal menang.
Sejak digelarnya Piala AFF pada 1996 Indonesia tidak pernah sekalipun mencicipi manisnya gelar juara. Bongkar pasang pemain bahkan sampai pelatih pun belum bisa mengantarkan Indonesia menjadi jawara di level Asia Tenggara.
Teranyar, pada Piala AFF 2020 pada Januari tahun ini, Indonesia di bawah kepemimpinan Shin Tae-yong kalah telak dari Thailand di partai final dengan agregat 6-2.
Di leg pertama timnas senior dipermalukan dengan skor 4-0 sementara di leg kedua hanya mampu menahan imbang Thailand dengan skor 2-2.
Sebenarnya pada 2002 Indonesia berpotensi meraih gelar juara Piala AFF, namun dewi fortuna tampaknya tidak berpihak kepada Tim Garuda. Mereka harus tumbang dari Thailand dalam drama adu penalti.
Dilansir dari tabloid Bola edisi Selasa, 31 Desember 2002, pertandingan tersebut diselesaikan dengan drama adu penalti setelah kedua tim bermain sama kuat 2-2 di waktu normal.
Tampil di hadapan 100.000 penonton yang memadati Stadion Gelora Bung Karno, Indonesia tumbang dengan skor 2-4 dalam adu penalti.
Dua penendang Indonesia gagal menjalankan tugasnya dengan baik. Tendangan penalti yang diambil Bejo Sugiantoro mengenai mistar, sementara tembakan Firmansyah melebar ke kanan gawang.
Piala AFF 2010 juga menjadi pengalaman pahit bagi timnas senior Indonesia, mereka tumbang dari rival yang juga tetangga negara, Malaysia. Indonesia kalah agregat 2-4 dari negeri Jiran.
Kekalahan itu semakin pahit karena beredarnya isu soal pengaturan skor di partai final antara Indonesia melawan Malaysia, meskipun sampai saat ini kabar tersebut masih belum terungkap kebenarannya.
Masalah krisis striker
Salah satu hal yang kerap disorot di Timnas Indonesia adalah kurangnya striker tajam di lini depan.
Setelah pensiunnya Bambang Pamungkas, sampai saat ini Indonesia belum juga menemukan sosok striker yang bisa diandalkan.
Terakhir pada gelaran Piala AFF 2020, empat striker Indonesia yang dibawa ke turnamen tersebut yakni Ezra Walian, Dedik Setiawan, Kushedya Hari Yudo, dan Hanis Saghara tidak mampu berbicara banyak.
Pelatih Shin Tae-yong pun mengakui bahwa para striker timnas Indonesia belum tampil maksimal dan justru menjadi titik lemah Indonesia di turnamen yang diikuti.
Shin Tae-yong menyebutkan faktor yang membuat kualitas para striker Indonesia tidak berkembang yakni karena banyak penyerang asing di Liga 1.
"Di tim kami memang posisi yang paling lemah adalah striker, Di Liga Indonesia, striker juga lebih banyak memakai pemain asing. Jadi, pemain Indonesia di posisi striker sulit sekali untuk berkembang,” kata Shin Tae-yong diberitakan Kompas.com sebelumnya.
Indonesia sebenarnya beberapa kali melakukan naturalisasi pemain di posisi striker seperti Cristian Gonzales, "Sergio" van Dijk, Ilija Spasojevi? , sampai dengan Ezra Walian.
Namun naturalisasi tersebut masih belum mampu memberikan trofi bagi Merah Putih.
https://www.kompas.com/cekfakta/read/2022/08/18/112200482/keberhasilan-timnas-junior-indonesia-di-piala-aff-yang-gagal-diikuti