KOMPAS.com - Generasi Y atau milenial yang lahir pada tahun 1981 sampai 1994 dikenal cenderung suka pelesir dan membelanjakan uangnya untuk hal tren yang belum tentu dibutuhkan.
Investment Storyteller Felicia Putri Tjiasaka mengatakan, generasi milenial cenderung boros dan tidak mempedulikan investasi, seperti pernah ditulis Kompas.com.
Menurut dia hal itu akan merugikan diri mereka sendiri karena menghasilkan manajemen keuangan yang payah. Kemajuan teknologi digital yang mereka nikmati memudahkan untuk berbelanja, meskipun bisa juga dimanfaatkan keperluan investasi.
Selain adanya marketplace dan fintech, tren menampilkan eksistensi diri yang selalu update atau fear of missing out (FOMO) dan you only live once (YOLO), membuat aktivitas belanja mereka semakin meningkat.
"Salah satu cara untuk memastikan keuangan yang sehat serta masa depan finansial aman adalah dengan menerapkan gaya hidup minimalis, yakni hidup secukupnya, membuat anggaran harian, bulanan, dan tentunya memiliki tabungan, plus dana darurat," kata Felicia.
Wirdaniya Binti Rohana dan Sulis Rochayatun dan sebuah paper berjudul "Hedonic Treadmill Syndrome, Financial Management Behavior, dan Generasi Milenial" berupaya memotret kondisi mereka lebih dekat tahun 2020.
Dari pengambilan data pada sejumlah mahasiswa di salah satu kampus di Jawa Timur disebutkan, sifat hedonisme mereka sangat dipengaruhi teman dan lingkungan sekitar.
Beruntung mereka masih melakukan manajemen keuangan karena terdorong rasa tanggung jawab kepada orang tua dan literasi keuangan yang mereka dapatkan di jurusan akuntansi kampus tersebut.
Generasi milenial khawatirkan biaya hidup
Deloitte yang merupakan sebuah kelompok akuntan global terbesar di Dunia yang berkantor di Amerika Serikat, beberapa waktu lalu menerbitkan laporan survei terkait gaya hidup milenial dan gen Z, dalam judul 'The Deloitte Global 2022 Gen Z and Millennial Survey"
Di sana disebutkan, 29 persen partisipan survei dari generasi Z (lahir tahun 1995-2010) dan 36 persen partisipan milenial di seluruh dunia, mengkhawatirkan biaya hidup mereka ke depan.
Kedua kelompok partisipan sama-sama paling banyak memikirkan biaya hidup daripada perubahan iklim, pengangguran, pandemi, kesehatan, pelecehan seksual, maupun keamanan diri dari aksi kriminal.
Dosen dan Peneliti Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Jember (Unej) Ciplis Gema Qori'ah mengatakan, kekhawatiran generasi milenial akan kondisi ekonominya di masa mendatang bisa dimaklumi.
Lantaran dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian sangat besar dan tingginya kenaikan inflasi, yang otomatis menurunkan daya beli masyarakat.
Untuk kondisi dalam negeri, menurut dia, beban ekonomi masyarakat diperberat oleh desain sektor ketenagakerjaan yang belum bagus.
Hal itu dibuktikan dengan banyaknya suplai sumber daya manusia (SDM) yang belum sesuai dengan kebutuhan tenaga di pasar kerja.
"Karena kita melihat bahwa lini supply-demand pasar tenaga kerja Indonesia belum punya sebuah basic design yang sangat kuat. Tenaga atau skill apa yang dibutuhkan dengan tenaga atau skill apa yang dipersiapkan, itu belum ketemu," kata Ciplis melalui telepon, Selasa (14/6/2022).
Selain itu, menurut dia, pola pendidikan saat ini belum mampu menjawab tantangan dan belum mengintegrasikan peran pemerintah, guru, keluarga dan masing-masing individu.
Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi, menurut Ciplis, bisa menjadi desain besar sektor ketenagakerjaan bila disusun dengan tepat.
Isu ketenagakerjaan juga harus lebih banyak diperhatikan pemerintah daerah, alih-alih hanya menyerahkannya pada pemerintah pusat atau dinas ketenagakerjaan.
Artinya pemerintah daerah harus aktif dalam mengatur strategi agar lulusan sesuai dengan lapang kerja yang ada, dan menciptakan lapangan kerja baru di wilayahnya.
"Jadi kuncinya pemetaan pasar tenaga kerja bagi anak-anak muda. Itu tidak hanya sekedar tanggung jawab pemerintah pusat, tapi daerah harus punya peran di situ, harus menciptakan, tidak boleh hanya as usual," kata Ciplis.
https://www.kompas.com/cekfakta/read/2022/06/15/124000982/kerap-dianggap-hedonis-generasi-milenial-juga-khawatirkan-biaya-hidup