Organisasi yang berdiri pada 1908 ini dianggap sebagai langkah awal lahirnya semangat kebangsaan dan kebangkitan nasional.
Budi Utomo awalnya adalah organisasi pelajar di School Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen (STOVIA) atau sekolah dokter Jawa.
Program Budi Utomo yang paling utama adalah mengusahakan perbaikan pendidikan dan pengajaran, dengan gerakan awalnya hanya di Jawa dan Madura.
Keanggotaannya semakin meluas ke daerah-daerah lain, hingga pada Juli 1908, anggotanya telah mencapai 650 orang.
Tujuan organisasi
Budi Utomo berdiri di tengah masa penjajahan Belanda.
Saat itu, Budi Utomo tidak bisa mendeklarasikan secara terang-terangan sebagai organisasi politik, karena Belanda mengawasi pergerakan masyarakat dengan ketat.
Dikutip dari Boedi Oetomo, Awal Bangkitnya Kesadaran Bangsa (2008) karya Gamal Komandoko, awalnya tujuan Budi Utomo yakni meringankan beban perjuangan hidung bangsa Jawa m elalui pekembangan yang harmonis dan kerohanian, meski dengan titik tolak utama pada pendidikan, terutama pendidikan untuk kaum priyayi rendahan.
Dapat disimpulkan, tujuan Budi Utomo yakni:
Keberadaan organisasi Budi Utomo sempat dianggap sebagai ancaman bagi bangsawan yang saat itu menduduki posisi di birokrasi dan bekerja sama dengan Belanda.
Kendati demikian, kehadirannya terbukti mampu membangkitkan semangat persatuan bangsa Indonesia dan membuat organisasi lain berani bersuara.
Kongres dan dampaknya
Kongres Budi Utomo I pada 3-5 Oktober 1908, di Yogyakarta, menghasilkan susunan pengurus terpilih.
Pada kongres tersebut, juga membahas mengenai pendidikan bagi rakyat dan kalangan priyayi.
Setelah kongres, para priyayi tinggi konservatif menilai organisasi Budi Utomo mencoreng kehormatan priyayi.
Mereka pun membentuk Perhimpunan Bupati (Ragentenbond) yang melingkupi pejabat bupati di wilayah Jawa dan Madura.
Kongres Budi Utomo II dilaksanakan pada 10-11 Oktober 1090 di Yogyakarta.
Pada kongres kali ini muncul gagasan untuk merekrut anggota dari kalangan bukan priyayi.
Hal ini karena beberapa pihak menganggap organisasi ini tidak memberikan dampak langsung kepada masyarakat, terutama di bidang pendidikan sesuai dengan tujuan pembentukan organisasi.
Penerbitan majalah
Untuk menunjang tersiarnya gagasan-gagasan dalam organisasi, Budi Utomo menerbitkan medianya sendiri.
Majalah Boedi Oetomo
Pada 1 Juli 1910, terbit majalah bulanan dengan nama Boedi Oetomo. Pimpinan redaksi majalah itu Dwidjosewojo, Soerosoegondo, dan Boediardjo. Oplah majalah ini sekitar 1.600 eksemplar.
Majalah Goeroe Desa
Terbit pula majalah Goeroe Desa, yang terbit pada September 1910.
Majalah ini membahas tentang cara menggarap lahan, mengelola perdagangan, memelihara ternak, ksesehatan, tata krama, dan lain-lain.
Hingga Maret 1916, majalah Goeroe Desa jadi majalah tengah bulanan yang berkembang. Pemerintah membiayai 3.166 eksemplar setiap penerbitannya, dari jumlah keseluruhan 4.100 ekemplar.
Surat kabar Darmo Kondo
Ketika majalah Boedi Oetomo berhenti terbit sementara, pada November 1913 hingga November 1915, surat kabar Darmo Kondo menggantikan perannya.
Kegiatan di kancah politik
Kegiatan Budi Utomo di kancah politik dimulai ketika Perang Dunia I.
Tepatnya pada 1 Agustus 1914, ketika Jerman mengumumkan perang kepada Rusia, disusul Perancis pada 3 Agustus 1914 mengumumkan perang padad Jerman.
Pada 4 Agustus 1914 Inggris mengumumkan perang kepada Jerman, sehingga meletus peperangan tersebut.
Melihat kondisi tersebut, Budi Utomo mulai melakukan gerakan di bidang politik, di antaranya:
https://www.kompas.com/cekfakta/read/2022/05/20/165500582/apa-saja-kegiatan-organisasi-boedi-oetomo-