Netizen kemudian menyebarluaskan informasi keliru itu, sehingga berubah menjadi hoaks di jagad digital.
Lalu benarkah vaksin Covid-19 menyebabkan sifilis, dan bagaimana hoaks itu beredar luas di masyarakat?
Dalam suratnya, FDA memperingatkan kemungkinan hasil reaktif yang salah atau false reactivity dari tes Rapid Plasma Reagin yang digunakan untuk mendeteksi penyakit sifilis, dengan menggunakan alat Bio-Rad Laboratories BioPlex 2200 Syphilis Total & RPR.
Menurut FDA, adanya kemungkinan false reactive itu awalnya diungkap Bio-Rad Laboratories.
Pihak laboratorium itu menemui adanya sejumlah individu mengalami false reactivity setelah setidaknya melakukan vaksinasi Covid-19 dalam lima bulan terakhir.
Surat edaran yang dikirim FDA itu juga meminta penyedia layanan kesehatan untuk mencoba alat RPR lain untuk mendapatkan hasil yang berbeda.
Meski demikian, secara tegas FDA menyatakan: vaksin Covid-19 tidak menyebabkan sifilis.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) kemudian menyebarluaskan surat itu agar informasinya diketahui berbagai pihak terkait tes sifilis.
Dalam suratnya, CDC juga menyatakan bahwa hasil reaktif palsu ini pernah ditemukan sebelumnya pada pasien dengan infeksi yang tidak terkait sifilis, seperti tuberkulosis, penyakit rickettsia, endocarditis, ibu hamil, serta orang yang baru imunisasi.
CDC juga mengingatkan bahwa hasil reaktif tes RPR semestinya dikonfirmasi dengan menggunakan jenis tes lain, sesuai 2021 STI Treatment Guidelines yang menjadi panduan penanganan penyakit menular seksual.
Dengan demikian, perlu ditegaskan bahwa FDA dan CDC tidak pernah mengeluarkan informasi yang menyatakan vaksin Covid-19 menyebabkan sifilis.
Informasi yang beredar di media sosial dengan narasi tersebut merupakan hoaks atau misinformasi (informasi keliru yang disebarkan, penyebar tidak memahami bahwa itu salah).
https://www.kompas.com/cekfakta/read/2022/03/04/171700282/muncul-hoaks-yang-menyebut-vaksin-covid-19-dapat-menyebabkan-sifilis