Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kedaulatan Etnomatematika Indonesia

Kompas.com - 18/02/2024, 04:36 WIB
Jaya Suprana,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

SAYA berbesar hati merasa bangga etnomatematika sudah mulai memperoleh perhatian dari para guru besar berbagai universitas untuk dipelajari mahasiswa di Indonesia.

Bahkan berbagai makalah sudah digarap secara kolektif untuk diterbitkan di dalam jurnal ilmiah maupun secara individual untuk meraih gelar doktor.

Menurut Guru Besar Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran Prof. DR. Budi Nurani Ruchjana, M.S., etnomatematika merupakan kajian yang mengaitkan hubungan antara matematika dan budaya.

Konsep ini dinilai lebih mudah diterapkan untuk pengajaran matematika bagi para siswa. Melalui jalur etnomatematika setiap daerah Indonesia mulai dari Aceh sampai Papua sudah mulai cermat dan saksama diteliti para mahasiswa di bawah bimbingan para guru besar dengan menggunakan metodologi riset ilmiah dan akademis yang sepenuhnya dapat dipertanggung-jawabkan kredibilitasnya.

Tanpa sedikit pun niat memperkecil mutu kinerja akademis yang sudah nyata tercapai secara positif dan konstruktif, dapat disimpulkan bahwa budaya pendidikan nasional Indonesia masih didominasi demi menghindari istilah dijajah oleh budaya pendidikan akademis Barat sebagai warisan kolonialisme.

Sebenarnya dari budaya pendidikan warisan kolonialisme yang gigih dilawan Ki Hajar Dewantara dan kini dilanjutkan Prof Sri Edi Swasono, sementara ini matematika Indonesia masih merupakan obyek penelitian etnomatematika pada fakultas matematika di berbagai universitas Indonesia.

Ibarat musik gamelan sebagai obyek penelitian musikologi masih diterawang dengan kaidah musikologi diatonika Eropa tanpa menyentuh sukma pancanada slendro, pelog dan sunda.

Ibarat jamu masih disaintifikasikan dengan kaidah akademis tradisional Barat, yaitu farmasi tanpa menyentuh apalagi mengembangkan sukma sejati jamu yang oleh UNESCO sudah diakui sebagai warisan kebudayaan Indonesia.

Sukma jamu berdaulat mandiri berdasar fakta sejarah bahwa masyarakat Nusantara sudah memiliki kedaulatan kesehatan nasional jauh sebelum ilmu kedokteran dan farmasi dibawa masuk ke persada Nusantara oleh kaum kolonialis Portugis, Belanda, Inggris, Perancis.

Sama halnya dengan matematika sebenarnya sudah eksis pada masa wangsa Syailendra jauh sebelum matematika Eropa dibawa masuk ke persada Nusantara.

Maka besar harapan bangsa Indonesia bahwa masa depan peran matematika Indonesia bukan terbatas sebagai obyek, namun juga menjadi subyek penelitian tentang etnomatematika Nusantara tanpa cawe-cawe intervensi etnomatematika asing.

Sukma kedaulatan budaya mandiri seperti tersirat pada sukma kedaulatan mahakarya peradaban candi, subak, perahu pinisi, keris, batik, angklung, wayang, gamelan, jamu yang de facto dan de jure sudah diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya Indonesia dipersembahkan kepada dunia.

Dengan segala keterbatasan daya sebagai sekadar seorang pengagum serta pemelajar matematika, saya mengharapkan masa depan etnomatematika Indonesia terus berkembang sehingga mampu ikut membangun pilar-pilar kedaulatan matematika Indonesia demi mempersembahkan mahakarsa dan mahakarya matematika Indonesia sebagai bagian hakiki melekat pada Pembangunan Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur hidup bersama di negeri gemah ripah loh jinawi tata tenteram kerta rahardja.

Semoga di masa depan, etnomatematika bukan sekadar statis sebagai Etnomatematika di Indonesia, namun dinamis berkembang secara berkelanjutan demi berdaulat sebagai Etnomatematika Indonesia. MERDEKA!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

8 Tim yang Lolos Perempat Final Thomas dan Uber Cup 2024, Siapa Saja?

8 Tim yang Lolos Perempat Final Thomas dan Uber Cup 2024, Siapa Saja?

Tren
20 Ucapan dan Twibbon Hari Buruh 1 Mei 2024

20 Ucapan dan Twibbon Hari Buruh 1 Mei 2024

Tren
Wasit VAR Sivakorn Pu-Udom dan Kontroversinya di Piala Asia U23 2024

Wasit VAR Sivakorn Pu-Udom dan Kontroversinya di Piala Asia U23 2024

Tren
Penjelasan PVMBG soal Gunung Ruang Kembali Meletus, Bisa Picu Tsunami

Penjelasan PVMBG soal Gunung Ruang Kembali Meletus, Bisa Picu Tsunami

Tren
100 Gerai KFC Malaysia Tutup di Tengah Aksi Boikot Produk Pro-Israel

100 Gerai KFC Malaysia Tutup di Tengah Aksi Boikot Produk Pro-Israel

Tren
5 Korupsi SYL di Kementan: Biaya Sunatan Cucu, Beli Mobil untuk Anak, hingga Bayar Biduan

5 Korupsi SYL di Kementan: Biaya Sunatan Cucu, Beli Mobil untuk Anak, hingga Bayar Biduan

Tren
Apa Itu Identitas Kependudukan Digital (IKD)? Berikut Tujuan dan Manfaatnya

Apa Itu Identitas Kependudukan Digital (IKD)? Berikut Tujuan dan Manfaatnya

Tren
AstraZeneca Akui Ada Efek Samping Langka pada Vaksinnya, Ahli dan Kemenkes Buka Suara

AstraZeneca Akui Ada Efek Samping Langka pada Vaksinnya, Ahli dan Kemenkes Buka Suara

Tren
Studi: Mengurangi Asupan Kalori Diyakini Bikin Umur Lebih Panjang

Studi: Mengurangi Asupan Kalori Diyakini Bikin Umur Lebih Panjang

Tren
10 Rekomendasi Ras Anjing Ramah Anak, Cocok Jadi Peliharaan Keluarga

10 Rekomendasi Ras Anjing Ramah Anak, Cocok Jadi Peliharaan Keluarga

Tren
Terjadi Penusukan WNI di Korea Selatan, 1 Orang Dilaporkan Meninggal Dunia

Terjadi Penusukan WNI di Korea Selatan, 1 Orang Dilaporkan Meninggal Dunia

Tren
Ramai soal Kinerja Bea Cukai Dikeluhkan, Bisakah Dilaporkan?

Ramai soal Kinerja Bea Cukai Dikeluhkan, Bisakah Dilaporkan?

Tren
Viral, Video Perempuan Terjebak di Kolong Commuter Line Stasiun UI, Ini Kata KCI

Viral, Video Perempuan Terjebak di Kolong Commuter Line Stasiun UI, Ini Kata KCI

Tren
Kapan Pertandingan Indonesia Vs Irak untuk Memperebutkan Peringkat Ketiga? Simak Jadwalnya

Kapan Pertandingan Indonesia Vs Irak untuk Memperebutkan Peringkat Ketiga? Simak Jadwalnya

Tren
Kucing di China Nyalakan Kompor dan Picu Kebakaran, Dipaksa 'Kerja' untuk Bayar Kerugian

Kucing di China Nyalakan Kompor dan Picu Kebakaran, Dipaksa "Kerja" untuk Bayar Kerugian

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com