Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terseok Mencari Makna Waktu

Kompas.com - 13/02/2024, 19:38 WIB
Jaya Suprana,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

DALAM terseok-seok menempuh perjalanan mencari makna apa yang disebut waktu, rujukan saya berawal pada kamus bahasa saya sendiri, yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia yang ternyata leksikal memaknakan waktu secara beranekaragam sebagai berikut:

1 n seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung: tidak seorang pun tahu apa yang akan terjadi pada -- yang akan datang; 2 n lamanya (saat yang tertentu): pekerjaan itu harus selesai dalam -- lima hari; 3 n saat yang tertentu untuk melakukan sesuatu: -- makan; 4 n kesempatan; tempo; peluang: sayang sekali -- yang baik untuk mencetak gol tidak dipergunakannya; 5 p ketika, saat: -- engkau datang, saya sedang mandi; 6 n hari (keadaan hari): -- terang bulan;7 n saat yang ditentukan berdasarkan pembagian bola dunia: --Indonesia Barat.

Akibat gagal menemukan makna baku waktu secara leksikal, maka saya berpindah ke upaya mencari makna ensiklopedikal di Stanford Encyclopedia of Philosophy yang mengulas makna waktu sebagai berikut:

Discussions of the nature of time, and of various issues related to time, have always featured prominently in philosophy, but they have been especially important since the beginning of the twentieth century. A brief overview of some of the main topics in the philosophy of time—(1) fatalism; (2) reductionism and Platonism with respect to time; (3) the topology of time; (4) McTaggart’s argument; (5) the A-theory and the B-theory; (6) presentism, eternalism, and the growing block theory; (7) the 3D/4D debate about persistence; (8) the dynamic and the static theory; (9) the moving spotlight theory; (10) time travel; (11) time and physics and (12) time and rationality without discussions on the consciousness, perception, experience, or phenomenology of time”

Ternyata makna ensiklopedikal waktu malah lebih simpang-siur berkeliaran ke sana-sini ketimbang makna leksikal sehingga saya makin terseok-seok mencari makna waktu.

Karena Stephen Hawking menulis buku best-seller-nya dengan judul A Brief History of Time, maka saya ikut-ikutan membaca sang buku maha populer dengan harapan akan memperoleh jawaban atas pertanyaan apa sebenarnya makna yang disebut sebagai waktu itu.

Akibat tetap gagal paham, maka saya lanjut membaca buku susulan Stephen Hawking lainnya, yaitu A Briefer History of Time.

Setelah tetap tidak memperoleh jawaban yang memuaskan akibat Hawking memang lebih gemar membahas kosmologi ketimbang waktu, maka saya lanjut membaca buku tulisan kolaborator utama Hawking, yaitu Thomas Hertog yang menulis buku berjudul On The Origin of Time dengan subjudul dramatis Stephen Jawking’s Final Theory.

Buku tersebut disusun Hertog setelah Hawking almarhum, berdasar penelitian mereka berdua selama 20 tahun di departemen teoritikal fisika Universtas Cambrige tentang alam semesta terkait asal usul kehidupan.

Pertanyaan utama yang Stephen Hawking berusaha dijawab adalah bagaimana alam semesta dapat menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga mampu melahirkan kehidupan.

Demi menguak tabur misteri tersebut, Hawking mempelajari asal muasal fenomena alam semesta mulai big bang sampai ke bllack holes.

Eksperiman pemikiran Hawking yang menelusuri jalur kuantum fisika ekstrem sampai bentuk kosmos hologram menghadapi krisis berat tatkala matematika memprediksi bahwa dentuman akbar bukan hanya satu, tetapi banyak sehingga melahirkan multiverses sebagai universe tak terhingga jumlah yang beda satu dengan lain-lainnya sehingga mustahil menghadirkan satu jenis kehidupan tunggal seperti yang kini dikenal oleh umat manusia di planet bumi.

Bahkan muncul curiga bahwa benda yang dianggap “mati” sebenarnya “hidup” maupun sebaliknya akibat hanya perbedaan sebutan saja.

Gagasan multiverses bisa disimak pada konflik alam gaib Dr Strange versus alam kuantum Spiderman (ada tiga!) pada film “No Way Home” yang juga menyelinap ke dalam serial film “Guardian of the Galaxy” serta “Antman” maupun “Avengers” bahkan “the Marvels”.

Warisan pemikiran Hawking dilanjutkan Hertog memunculkan gagasan revolusioner bahwa hukum fisika tidak ujuk-ujuk muncul, namun berevolusi bersama alam semesta yang diasah dan diasuh sebagai perspektif Datwinian baru tentang asal muasal alam semesta.

Pada hakikatnya pemikiran Stephen Hawking merupakan mahakarsa dan mahakarya kosmologi mengenai jagat raya yang terdiri dari jagat gede dan jagat cilik.

Namun, menurut daya tafsir dangkal saya, Stephen Hawking dan Thomas Hertog sebagai dua tokoh pemikir kosmologi memang hebat luar biasa. Namun tetap manusia biasa, maka belum berhasil paripurna apalagi sempurna menjawab pertanyaan tentang apa sebenarnya yang disebut waktu.

Maka wajarlah saya kekal-abadi terseok-seok dalam upaya mencari makna waktu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com