Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BMKG Ungkap Penyebab Fenomena Hujan Es di Klaten

Kompas.com - 27/10/2023, 15:00 WIB
Alicia Diahwahyuningtyas,
Farid Firdaus

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Unggahan video yang memperlihatkan terjadinya fenomena alam hujan es di Klaten, Jawa Tengah, ramai di media sosial.

Unggahan tersebut dimuat di akun X (Twitter) @kabarklaten pada Kamis (26/10/2023).

Dalam unggahan video tersebut tampak hujan deras disertai angin kencang dan butiran-butiran es yang jatuh ke tanah.

"Udan campur es (hujan campur es)," tulis pengunggah.

Hingga Jumat (27/10/2023) siang, unggahan tersebut telah dilihat sebanyak 14.600 kali dan disukai oleh 97 pengguna.

Lantas, apa yang menyebabkan terjadinya fenomena hujan es?


Penjelasan BMKG

Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Miming Saepudin mengatakan, berdasarkan prakiraan awal musim hujan BMKG, sebagian besar wilayah Jawa hingga Nusa Tenggara termasuk Jabodetabek umumnya memasuki periode awal musim hujan cukup bervariasi.

"Sebagian wilayah ada yang masuk di periode November dan sebagian wilayahnya lainnya baru masuk di awal Desember," ujar Miming kepada Kompas.com, Jumat (27/10/2023).

Baca juga: Viral, Video Hujan Es di Kompleks Candi Arjuna, Ini Penjelasan BMKG

Menurutnya, periode akhir Oktober memasuki awal November dapat dikatakan sedang memasuki periode peralihan musim dari kemarau ke penghujan atau yang dikenal dengan istilah pancaroba.

Fenomena cuaca yang ada di periode pancaroba ini cukup unik dan khas. Potensi cuaca ekstrem seperti hujan lebat dalam durasi singkat dan sporadis yang sering disertai dengan kilat petir serta angin kencang kerap terjadi.

"Pada beberapa kasus kondisi ini bahkan dapat menimbulkan terjadinya fenomena cuaca ekstrem seperti puting beliung, hujan es, di mana fenomena ini juga dapat menimbulkan dampak yang merusak pada area sekitarnya," jelas Miming.

Baca juga: BMKG Ungkap Penyebab Kabut Tebal di Sejumlah Pantai Selatan

Fenomena hujan es

Sementara itu, fenomena cuaca ekstrem dalam beberapa hari terakhir juga sudah terjadi di beberapa tempat di wilayah Jawa dan lainnya, seperti fenomena hujan es yang disertai angin kencang di sekitar Klaten, Jawa Tengah.

Miming mengatakan, kondisi itu merupakan fenomena cuaca alami yang biasa terjadi di masa pancaroba dan termasuk dalam kategori fenomena cuaca ekstrem.

"Hujan es dipicu oleh adanya pola konvektifitas di atmosfer dalam skala lokal-regional yang signifikan," kata dia.

Hujan es dapat terbentuk dari sistem awan konvektif jenis Cumulonimbus (CB). Awan tersebut juga kerap menyebabkan hujan lebat hingga hujan es, bahkan puting beliung.

Umumnya awan jenis Cumulonimbus memiliki dimensi menjulang tinggi yang menandakan adanya kondisi labilitas udara signifikan dalam sistem awan tersebut.

Baca juga: BMKG Keluarkan Peringatan Kewaspadaan Cuaca Ekstrem pada Masa Pancaroba di Jawa Timur

Menurutnya, kejadian hujan es bersifat sangat lokal dan biasanya berlangsung kurang dari 15 menit dengan luasan wilayah yang relatif lokal.

"Dengan kondisi ini, warga diimbau untuk mewaspadai bencana yang berpotensi terjadi pada masa pancaroba seperti hujan es maupun angin puting beliung," tandas Miming.

"Persiapan yang dilakukan guna mengantisipasi bencana saat pancaroba di antaranya adalah mengecek kondisi pohon dan memangkas apabila sudah terlalu rindang atau rapuh, atap rumah terutama terbuat dari bahan ringan dan lain sebagianya," imbuhnya.

Baca juga: BMKG Ungkap 3 Kabupaten/Kota dengan Suhu Terpanas Se-Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 28-29 April 2024

Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 28-29 April 2024

Tren
[POPULER TREN] Tanda Tubuh Kelebihan Gula | Kekuatan Timnas Uzbekistan

[POPULER TREN] Tanda Tubuh Kelebihan Gula | Kekuatan Timnas Uzbekistan

Tren
7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

7 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia, Indonesia di Urutan Kelima

Tren
Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Sejarah Head to Head Indonesia Vs Uzbekistan, 6 Kali Bertemu dan Belum Pernah Menang

Tren
Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Shin Tae-yong, Dulu Jegal Indonesia di Piala Asia, Kini Singkirkan Korea Selatan

Tren
Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Alasan Anda Tidak Boleh Melihat Langsung ke Arah Gerhana Matahari, Ini Bahayanya

Tren
Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Jejak Karya Joko Pinurbo, Merakit Celana dan Menyuguhkan Khong Guan

Tren
10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

10 Hewan Endemik yang Hanya Ada di Indonesia, Ada Spesies Burung hingga Monyet

Tren
Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal 'Grammar'

Kemendikbud Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris untuk SD, Pakar Pendidikan: Bukan Menghafal "Grammar"

Tren
Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Semifinal Piala Asia U23 Indonesia Vs Uzbekistan Tanpa Rafael Struick, Ini Kata Asisten Pelatih Timnas

Tren
Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Gempa M 4,8 Guncang Banten, BMKG: Tidak Berpotensi Tsunami

Tren
Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Soal Warung Madura Diimbau Tak Buka 24 Jam, Sosiolog: Ada Sejarah Tersendiri

Tren
Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Kapan Pertandingan Indonesia Vs Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U23 2024?

Tren
Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Penelitian Ungkap Memelihara Anjing Bantu Pikiran Fokus dan Rileks

Tren
Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Swedia Menjadi Negara Pertama yang Menolak Penerapan VAR, Apa Alasannya?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com