Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warganet Pertanyakan Fenomena Hujan Lebat Usai Cuaca Panas Ekstrem, Ini Penjelasan BMKG

Kompas.com - 27/10/2023, 14:15 WIB
Yefta Christopherus Asia Sanjaya,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Warganet mempertanyakan terjadinya fenomena hujan lebat yang mengguyur sejumlah wilayah di Indonesia beberapa hari terakhir.

Sebab, hujan lebat itu terjadi tidak lama setelah cuaca panas ekstrem yang berlangsung pada pertengahan September-Oktober 2023.

Hujan yang mengguyur juga terjadi dalam intensitas lebat dan disertai angin kencang sehingga pohon bertumbangan.

Selain itu, beberapa warganet turut mempertanyakan perubahan cuaca dari panas ekstrem ke hujan lebat secara tiba-tiba.

"Bbrp kota yg udh turun hujan tp kok ngeri abis panas terik sekalinya hujan malah di campur angin badai sampe pohon tumbang, banyak rumah pada rusak, ya Tuhan takut bgt semoga disini aman2 aja krn zuzur trauma bgt sama angin kenceng," cuit akun X @Grac******.

"asli capek banget, pp jogja solo, di solo awalnya kepanasan terus tiba² lgs jadi hujan deres, sampe jogja panas lg pusing de," kata akun @ew***.


Lantas, mengapa hal tersebut bisa terjadi?

Baca juga: Hujan Mulai Turun di Jabodetabek, Kapan Prakiraan Musim Hujan 2023?

Penjelasan BMKG

Plt Kepala Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Andri Ramdhani buka suara mengenai cuitan warganet soal perubahan cuaca dari panas ekstrem menjadi hujan lebat yang terjadi beberapa hari terakhir.

Ia mengatakan, hujan yang turun setelah cuaca panas beberapa hari ke belakang di beberapa wilayah Indonesia merupakan fenomena yang kerap terjadi di wilayah tropis.

"Terutama di wilayah yang mulai berada pada peralihan musim atau pancaroba," ujar Andri kepada Kompas.com, Kamis (25/10/2023).

Baca juga: BMKG Ungkap Wilayah yang Masuk Musim Hujan 21-31 Oktober 2023, Cek di Sini

Andri menjelaskan, ada beberapa faktor yang menyebabkan Indonesia dilanda hujan lebat tidak lama setelah cuaca panas ekstrem terjadi.

Faktor pertama adalah aktifnya gelombang atmosfer Rossby Ekuator dan Kelvin di beberapa wilayah Indonesia.

Selain itu, penyebab lainnya adalah munculnya daerah pertemuan dan perlambatan kecepatan angin atau konvergensi.

Hal tersebut dapat meningkatkan aktivitas konvektif dan memaksimalkan potensi pertumbuhan awan hujan.

"Intensitas radiasi Matahari dan pemanasan yang tinggi di pagi hingga siang hari dapat memicu proses konvektif skala lokal sehingga mengakibatkan potensi penguapan yang cukup tinggi," terang Andri.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com